Sutter bergabung dengan Boeing sebagai pekerja nomer dua. Sekitaran tahun 1940, sambil mengisi waktu luangnya di liburan musim panas, ia bekerja sebagai pegawai paruh waktu rendahan. Industri-industri besar di AS memang biasa membuka peluang bagi para mahasiswa untuk menimba pengalaman di saat libur musim panas.
Saat itu Sutter sedang menyelesaikan program sarjana jurusan Teknik Penerbangan di University of Washington.
Selepas mendapatkan gelar sarjananya, Sutter langsung ditarik Boeing untuk menjadi salah satu staf teknik mereka. Di sinilah kemampuannya berkembang pesat.
Kontribusi pertama Sutter di Boeing adalah saat Boeing mengembangkan pesawat 727. Saat itu ia memberikan data teknis bagi tim desainer 727. Data teknis inilah yang akhirnya membuat tim desainer 727 sepakat untuk menggunakan buntut T (T Tail). Di waktu yang sama data teknis Sutter ini juga yang membuat tim teknis Boeing memutuskan untuk menempatkan mesin 737-100 di bagian bawah sayap.
“Saya duduk di kantor saya dan berpikir, pasti ada cara yang lebih efisien untuk masalah ini. Perkiraan saya, kalau mesin itu berada di bawah pesawat dengan menggunakan dudukan yang tepat, pasti akan mengurangi drag yang merugikan,” ujar Sutter dalam salah satu buku sejarah Boeing.
Saat tim desainer memamerkan miniatur Il-86 kepadanya, Sutter langsung mengambil taplak meja yang ada di dekatnya, mencorat-coret taplak meja itu, menjelaskan alasannya mendesain mesin di bawah sayap, dan pergi. Tim desainer Il-86 langsung melipat dan membawa taplak meja itu. Maka jadilah Ilyushin Il-86 seperti yang sekarang beroperasi.
Atas prestasinya ini, Smithsonian National Air and Space Museum memberikan penghormatan yang tinggi bagi pria bernama lengkap Joseph Sutter ini dengan menganugerahkan penghargaan 2013 Lifetime Achievement Trophy.
Boeing sendiri menobatkan Joe Sutter sebagai ‘Bapak Boeing 747’ lantaran Sutter lah yang saat itu memimpin tim desain pesawat Jumbo Jet itu. Perjalanan pengembangan 747 tentu membekas dalam sejarah perjalanan Boeing. Setelah berkali-kali mengganti desain, jadwal produksi yang mundur hampir dua tahun, dan nyaris ditinggalkan para pemesannya, Boeing 747 terbukti berhasil melanglang buana di seluruh dunia.
Credit Angkasa.co.id