Selasa, 27 September 2016

Salat pun Dalam Kondisi Waspada. Ini Kisah Prajurit TNI di Medan Tempur



Salat pun Dalam Kondisi Waspada. Ini Kisah Prajurit TNI di Medan Tempur
Ilustrasi Suasana TNI salat berjamaah dalam tugas.
CB,BINTAN - Selalu ada cerita menarik saat prajurit TNI bertugas di medan pertempuran.
Selain harus menghadapi berbagai situasi sulit, seperti kesulitan makanan, terputusnya komunikasi, kewasdpadaan yang tinggi harus terus dijaga dalam kondisi apapun juga.
Cerita itu muncul di tengah latihan militer yang digelar Komando Resort Militer (Korem) 033 Wira Pratama di belantara Kampung Pulau Ladi, Bintan.
Kasi OPS Korem 033 Wira Pratama Koloner Inf. Parjiyo menceritakan pengalamannya 23 tahun pengabdi di TNI yang pada 5 Oktober nanti memperingati ulang tahun ke-71.
Para prajurit diajarkan teknik khusus berjuang dalam berbagai kondisi sesulit apapun di medan tempur.
"Menu mereka serba natural dan terbatas. Di sini yang dituntut adalah daya tahan fisik dan strategi serta kekompakan," kata Parjio.
Bagi Parjiyo, latihan tempur seperti ini bukan hal baru baginya. Bahkan ia sudah pernah terjun pada pertempuran yang sebenarnya karena pria ini sudah 23 tahun menjadi prajurit TNI.

Salah satunya di Timor Timor ketika daerah itu masih bergejolak belasan tahun silam.
Parjio melukiskan sejenak suasana saat saat menegangkan itu. Senapan kala itu adalah benda yang tak boleh lepas dari tangan. Mata harus awas dan konsentrasi benar benar harus ditajamkan.
Uniknya, saat salat pun, tetap dalam kondisi siap tempur. Beberapa waktu lalu sempat beredar video yang menggambarkan pasukan TNI salat berjamaah.
Setiap saf bergerak bergantian saat rukuk, sujud dan duduk. Pada saat saf ganjil rukuk dan sujud, saf genap tetap berdiri menjaga. Itu dilakukan bergantian.
Ada juga yang salatnya bergantian. Prajurit yang salat dijaga oleh prajurit lain.
Menurut Parjiyo, salat dilakukan dengan gerakan setenang mungkin. Namun tetap harus tepat waktu.
"Fokus pikiran kita itu benar-benar ke Tuhan, karena kita berada di medan bergejolak. Intinya kalau sudah azan harus salat. Tak boleh ditunda-tunda. Kita sangat sadar bahwa saat itu, Tuhan adalah penolong utama kita," ujar Parjiyo.

Bergerilya di tengah belantara hutan Timor timur yang keras hampir menjadi makanan sehari-hari Parjiyo menjelang referendum 1999 itu. Mereka juga harus bertahan hidup dengan menu yang tersedia dari alam, baik binatan atau tunbuh-tumbuhan
Selama delapan bulan di Timor Timor, Perjiyo mendapatkan pengalaman berharga.
Namun rupanya ada wilayah penugasan yang lebih mengusik ingatannya dari Timor Timur. Yakni saat bertugas di wilayah Ambon, ketika ibukota provinsi Maluku itu bergejolak dalam tragedi Ambon.
Ketika tragedi Ambon itu terjadi, Parjiyo dihadapkan pada suasana lebih menegangkan. Mereka dituntut untuk mendinginkan suasana di tengah gejolak panas antara kelompok agama.
"Suasana Ambon berbeda dengan Timor Timur. Di Timor Timur, musuhnya jelas, kalau di Ambon tak ada musuh, yang ada kelompok-kelompok bertikai.
Semuanya bangsa kita yang harus dilindungi. Dalam pertikaian itu kita berada di tengah tengah, mencoba melerai. Tapi kita harus hati-hati, sebab sebab salah salah kita kena," kenang Parjiyo.
Dia bersyukur, pertikaian itu berakhir dan masyarakat kini tidak terpecah-pecah lagi.

Pengalaman ditugaskan di medan-medan konflik membuat Parjiyo sering dijagikan komandan regu latih dalam latihan tempur TNI.
Pria ini semakin yakin akan pentingnya persatuan bangsa. Pun, rasa cinta kepada Indonesia semakin kokoh dalam jiwa dan sanubarinya.
Dirgahayu 71 tahun TNI.




Credit  BATAM.TRIBUNNEWS.COM