Selasa, 27 September 2016

Sekutu Lama Korut sejak Perang Dingin Mulai Menarik Diri

 
Sekutu Lama Korut sejak Perang Dingin Mulai Menarik Diri  
Menumpuknya sanksi terhadap Korut membuat pemerintahan Kim Jong Un terus mencari cara untuk mendapatkan sumber lain guna memenuhi kebutuhan mereka. (Kyodo/via Reuters)
 
Jakarta, CB -- Mulai dari memecat pekerja Korea Utara dan tak menerbitkan visa bagi warga negaranya, para negara sekutu sejak zaman Perang Dingin, seperti Polandia dan Mongolia, mulai menarik mundur langkahnya, menjauh dari negara terisolasi tersebut.

Dengan dorongan dari Korea Selatan dan Amerika Serikat, diperkirakan akan lebih banyak negara yang menjauh dari Korut setelah belakangan ini Pyongyang memantik ketegangan dengan uji coba nuklir kelima mereka.

Menumpuknya sanksi terhadap Pyongyang membuat pemerintahan Kim Jong Un terus mencari cara untuk mendapatkan sumber lain guna memenuhi kebutuhan mereka.

Hal ini terungkap dalam penelitian teranyar dari para ahli di Universitas Harvard dan Institut Teknologi Massachusetts yang dirujuk oleh Reuters, Senin (26/9).

"Jika teman lama Korut terus memangkas hubungan di hadapan publik, Pyongyang akan kehilangan tempat asing di mana jaringan terlarang mereka dapat dioperasikan tanpa hambatan atau perlindungan politik dari negara tuan rumah," ujar Andrea Berger, wakil direktur program kebijakan nuklir Royal United Services Institute (RUSI).

Menanggapi hasil penelitian ini, pejabat Korsel menolak memberikan komentar terkait kemungkinan adanya upaya bujukan kepada negara-negara lain untuk menghukum Korut.

"Agaknya dalam masalah interaksi politik, sudah ada penegasan juga kepada para rekan Pyongyang bahwa hubungan perdagangan yang lebih erat dengan Korsel saja tidak akan cukup [jika tidak mengambil langkah melawan Korut]," tutur Berger.

Sebut saja Angola, contohnya. Mereka menangguhkan semua perdagangan komersial dengan Pyongyang, melarang semua perusahaan Korut untuk beroperasi di negaranya sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa menjatuhkan sanksi tambahan pada Maret lalu.

Pemerintah Angola menolak memberikan tanggapan, tapi negara itu pada Juli lalu mengatakan kepada PBB bahwa mereka tak pernah lagi mengimpor senjata ringan dari Korut selama beberapa tahun belakangan.

Tak hanya perdagangan, beberapa negara juga mulai menghentikan penerimaan pekerja Korut di wilayah mereka. Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penyokong perekonomian Korut dengan 50 ribu pekerja yang menyumbangkan sekitar US$1,2 miliar hingga 2,3 miliar dalam satu tahun.

Polandia, negara penampung 800 pekerja Korut, pada tahun ini menghentikan pembaruan visa Korut, begitu pula dengan Malta.

Pada Juli lalu, Ukraina juga mencabut kesepakatan era Soviet yang memungkinkan bebas visa kunjungan untuk warga Korut.

Singapura sebagai jalur penghubung perdagangan Korut juga akan mewajibkan semua warga Korut untuk mengajukan permohonan visa terlebih dahulu sebelum mengunjungi negaranya.

Kendati demikian, Korut dianggap masih akan bertahan karena adanya dukungan dari China sebagai sekutu dekatnya. Hingga kini, China dan Rusia masih mempekerjakan banyak karyawan dari Korut dan tak pernah menunjukkan niat menghentikan itu di hadapan publik.

Menurut para ahli, China masih menjadi kunci kekuatan Korut. "Alih-alih efisien, tindakan unilateral seperti ini hanya akan memberikan tekanan psikologi kepada Korut. Namun layaknya geng kriminal, Korut tak akan terlalu takut terhadap tekanan psikologis," kata Chang Yong-seok, peneliti senior Studi Unigikasi dan Perdamaian dari Universitas Nasional Seoul.


Credit  CNN Indonesia