Jumat, 30 September 2016

RI Desak Ratifikasi Konvensi ASEAN Tentang Perdagangan Orang

 
RI Desak Ratifikasi Konvensi ASEAN Tentang Perdagangan Orang 
 Ilustrasi. (Pixabay/sammisreachers)
 
Jakarta, CB -- Dari persoalan imigran hingga narkoba, orang tua hingga anak-anak, melintasi semua benua, kasus perdagangan manusia terus menjadi masalah yang tak kunjung usai.

Kemelut perdagangan manusia yang kompleks itu tak mungkin bisa diselesaikan tanpa kerja sama negara-negara yang terlibat. Indonesia, karenanya, mendesak anggota ASEAN agar segera meratifikasi konvensi mengenai perdagangan orang yang sudah dirancang.

"Perdagangan manusia itu harus diperangi bersama. Selain mencegah, kita juga harus melindungi hak korban. Untuk itu, konvensi ini harus cepat diratifikasi karena sering kali masalahnya dari negara lain. Harus ada kerja sama yang jelas," ujar Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI, Jose Tavares, di Jakarta, Kamis (29/9), dalam acara konvensi ASEAN Melawan Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak.

Kerja sama ini bertujuan untuk mencegah dan melawan perdagangan orang dan memastikan pemberlakuan hukum yang efektif bagi pelaku, serta untuk melindungi korban dengan menghormati hak asasi manusia.

Menurut Jose, konvensi ini sangat penting mengingat perdagangan manusia sudah bukan lagi isu nasional, tapi termasuk dalam kejahatan lintas batas.

"Penanganannya tentu tidak bisa sendiri-sendiri. Harus berjalan dari satu titik yang sama. Oleh karena itu, harus segera diratifikasi oleh semua negara," kata Jose.

Menurut Wakil Indonesia untuk Komisi Antar-pemerintah ASEAN mengenai Hak Asasi Manusia, Dinna Wisnu, proses ratifikasi ini mungkin akan memakan waktu lama karena harus dikoordinasikan dengan masyarakat dan badan terkait di negara masing-masing.

"Budaya, kebiasaan, dan hukum di setiap negara berbeda. Terkadang, kita sulit membedakan pelaku dan korban karena pelaku bisa jadi juga korban. Untuk itu, perlu kita duduk bersama, lihat pola pikir, segi budaya, dan kondisi di lapangan karena masalah ini bukan hanya hitam dan putih," tutur Dinna.

Sayangnya, celah dalam kebudayaan dan hukum serta lemahnya aparat di beberapa daerah sering kali dimanfaatkan oleh para pelaku perdagangan manusia.

"Mereka melakukan sistem yang terkoordinasi. Dalam mengatasi ini, kita juga harus memiliki sistem yang terkoordinasi dan berusaha sekeras mungkin agar tidak ada celah," kata Jose.

Indonesia sendiri hingga saat ini belum meratifikasi kesepakatan tersebut. Menurut Wakil Indonesia untuk Komisi Antar-pemerintah ASEAN mengenai Hak Asasi Manusia, Dinna Wisnu, proses ratifikasi tersebut masih panjang.

"Sekarang ini masih harmonisasi rancangan undang-undang di dalam negeri untuk menjalani kesepakatan tersebut di antara kementerian-kementerian terkait, khususnya Kementerian Hukum dan HAM baru bisa diratifikasai parlemen," tutur Dinna.

Ketika semua negara anggota ASEAN sudah meratifikasi, konvensi ini dianggap sangat berguna karena dapat menjadi sarana berkoordinasi guna menangani masalah perdagangan manusia.






Credit  CNN Indonesia