Jumat, 30 September 2016

Peneliti Berhasil Uji Tulang Buatan Dicetak Printer 3D

 Peneliti biomedis pada University of Sydney sedang menguji pengganti tulang jenis baru dengan menggunakan mesin pencetak tiga dimensi atau printer 3D.
Peneliti biomedis pada University of Sydney sedang menguji pengganti tulang jenis baru dengan menggunakan mesin pencetak tiga dimensi atau printer 3D.
 
CB, LONDON -- Peneliti Amerika Serikat berhasil memulihkan tulang belakang dan tengkorak hewan, yang patah, dengan tulang buatan, yang dibentuk dengan pencetak 3 dimensi. Uji teknologi itu membuka peluang pembuatan tulang sesuai dengan kebutuhan orang tertentu demi memperbaiki tulang gigi, tulang belakang, dan cedera lain.

Tidak seperti pemulihan sebelumnya, bahan buatan bernama tulang hiper-elastis itu dapat menumbuhkan jaringan tanpa membutuhkan unsur pertumbuhan tambahan. Tulang buatan itu dikabarkan lentur, kuat, serta dapat langsung dipakai di ruang bedah.

Dalam jumpa pers lewat telepon, peneliti mengatakan, hasil pada hewan, disiarkan pada Rabu (28/9) waktu setempat dalam jurnal Science Translational Medicine menakjubkan. Menurutnya percobaan terhadap manusia dapat dimulai lima tahun mendatang.

Tim peneliti menemukan, tulang hiper-elastis, terbuat dari keramik dan polimer, dapat cepat menyatu dengan jaringan di sekitarnya dan meregenerasi tulang. Hasil itu didapat dalam proses pemulihan patah tulang belakang hewan pengerat dan tengkorak seekor monyet.

Tulang sintetis itu memperbaiki patah tulang belakang tikus dan memulikan retak tengkorak monyet dalam empat minggu tanpa indikasi infeksi atau efek samping lainnya, ujar peneliti.

"Properti unik lainnya tulang itu sangat berpori sehingga mudah menyerap, fitur cukup penting untuk penyatuan sel dan jaringan," kata Ramille Shah dari departemen teknik, rekayasa bahan, dan operasi Universitas Northwestern yang ikut mengepalai penelitian itu.

"Walaupun jika tulang berubah bentuk atau tertekan, alat itu masih dapat menyerap nutrisi, dan hal itu penting bagi sistem aliran darah untuk ikut masuk demi mendukung pertumbuhan sel dan jaringan," katanya.

Tipe tulang lain yang tengah dikembangkan kerap terlalu rapuh saat dibentuk dan digunakan dokter bedah. Alat semacam itu dihindari karena dinilai berisiko saat ditanam dalam tubuh, atau dianggap cukup mahal dan sulit dibuat massal.

Namun masih banyak masalah lain yang mesti diatasi, kata Adam Jakus, anggota peneliti Shah di Universitas Northwestern. "Tulang ini murni sintetis, murah, dan mudah dibuat," katanya, "Alat ini juga dapat dikemas, dikirim dan disimpan dengan baik."

Shah berharap tulang ini dapat menguntungkan warga di negara berkembang. "Ada banyak pasien pediatrik, khususnya di dunia ketiga yang terlahir dengan kelainan ortopedik atau Maxillofacial (kelainan tulang wajah dan rahang," katanya. "Biaya tulang itu murah sehingga kami harap, teknologi tersebut dapat dijangkau pasien tersebut," katanya.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID