Portal Berita Tentang Sains, Teknologi, Seni, Sosial, Budaya, Hankam dan Hal Menarik Lainnya
Selasa, 27 September 2016
10 Penguasa Perempuan Paling Tangguh dalam Sejarah
Ilustrasi dewi perang (Wikipedia)
CB, Jakarta -
Pada zaman dahulu perempuan sering terpinggirkan dalam sejarah. Selain
dilarang untuk ikut andil dalam politik, kegiatan yang dapat dilakukan
oleh kaum hawa pun juga terbatas.
Walaupun begitu, ada nama-nama perempuan tangguh yang cukup terkenal akan "kegarangannya" dan peranannya dalam masyarakat.
Mereka berkompetisi di dunia yang kala itu masih didominasi oleh
kekuatan pria. Seperti layaknya kaum Adam, para perempuan tangguh itu
ikut memperjuangkan hak-hak kaumnya dan tidak segan-segan menggunakan
pembunuhan untuk mencapai tujuan.
Selain terkenal dengan kegarangannya, para perempuan itu juga
dikagumi rakyatnya karena kebijaksanaan mereka dalam membangun warisan
budaya.
Siapa saja perempuan-perempuan tangguh yang berperan aktif dalam sejarah itu?
Berikut selengkapnya 10 perempuan terkuat legendaris dalam sejarah, dikutip dari Listverse.com, Senin (26/9/2016). 1. Amina
Amina
Dilahirkan pada abad ke-16, Amina merupakan seorang prajurit,
komandan militer, dan penguasa Kerajaan Hausa Zazzau, sekarang Zaria,
Nigeria.
Perempuan tangguh tersebut merupakan anak tertua dari penguasa kala itu, Raja Bakwa Turunku.
Setelah menduduki takhta kerajaan, Amina memperkuat pasukan militer guna memperluas wilayah kekuasaannya.
Demi menjaga kekuasaan penuh atas pemerintahan kerajaan yang
dipimpinnya, sang ratu tidak pernah menikah. Setiap malamnya dia memilih
"suami" sementara dari penjaga pribadinya untuk memenuhi kebutuhan
seksual.
Saat pagi menjelang, "suami-suami" tersebut akan dibunuh. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga rahasia seksual Amina.
Namun suatu hari, mengetahui nasib yang akan menimpanya, salah satu
"suami" sang ratu melarikan diri setelah selesai berhubungan suami
istri.
Amina langsung memburu pria tersebut dan menenggelamkannya di sungai hingga tewas.
Zoe Porphyrogenita
2. Zoe Porphyrogenita
Zoe Porphyrogenita
Zoe Porphyrogenita adalah putri kedua dari penguasa Romawi,
Contantine VIII. Setelah sang raja meninggal, Zoe yang dinobatkan
menjadi penerus oleh Four Byzatine menduduki takhta kerajaan bersama
dengan suaminya, Romanos III Argyros.
Pernikahan Zoe dan Romanos tidak berjalan lancar. Suatu hari sang suami ditemukan tewas tenggelam di dalam bak mandi kamarnya.
Insiden
itu diduga kuat ada hubungannya dengan perselingkuhan sang ratu dengan
Michael IV. Dugaan tersebut menjadi semakin kuat karena satu hari
setelah sang suami tewas, Zoe memutuskan untuk menikahi kekasihnya.
Pernikahan
tersebut merupakan sebuah pelanggaran terhadap tradisi kerajaan.
Seorang janda, terutama ratu, seharusnya baru bisa menikah lagi setelah
satu tahun menjanda.
Setelah Michael IV meninggal, anak angkat mereka Michael V mengambil alih takhta kerajaan.
Michael V menjadi pemimpin tunggal kerajaan dan membuang ibu angkatnya, Zoe.
Namun
hal tersebut malah menimbulkan pemberontakan. Zoe memiliki banyak
pengikut dan terkenal sebagai sosok yang mempunyai pengaruh besar.
Sang ratu pun akhirnya bekerja sama dengan adiknya, Theodora, dan mengambil alih kekuasaan.
Micharl V akhirnya dibutakan dan dikebiri akibat perbuatan yang pernah dilakukannya kepada sang perempuan penguasa.
Namun
Zoe dan adiknya tidak memiliki ambisi yang sama dalam berkuasa. Muak
dengan nafsu Theodora, Zoe akhirnya kembali menikah dengan Constantine
IX.
Mereka kemudian memerintah kerajaan hingga Zoe wafat pada 1050.
Burnhilda dari Austrasia
3. Burnhilda dari Austrasia
Burnhilda merupakan anak dari raja kejam Visigoth, Athanagild.
Setelah dewasa perempuan itu kemudian menikahi penguasa dari Kerajaan
Austrasia, Sigebert I.
Saudara perempuan Burnhilda juga menikah dengan kerabat jauh Sigebert. Sayangnya pernikahan tersebut tidak bertahan lama.
Adik Burnhilda dibunuh atas perintah sang suami akibat adanya hasutan dari selingkuhan pria tersebut.
Mengetahui kekejaman di balik kematian sang adik, Burnhilda memutuskan untuk membalaskan dendam.
Dalam
kurun waktu setengah abad kemudian, perang berkecamuk di antara
keduanya. Sigebert tewas dalam peperangan itu di tangan seorang pembunuh
bayaran.
Sementara itu, Burnhilda dijerumuskan ke dalam penjara.
Setelah keluar dari kurungan, Burnhilda kembali berkuasa. Kala itu dia menggunakan nama anaknya yang tewas di usia muda.
Perempuan itu memerintah dari balik layar melalui kepemimpinan cucunya. Namun Burnhilda kembali diasingkan oleh cucu tertuanya.
Sekembalinya
perempuan tangguh itu dari pengasingan, dia kembali memegang kekuasaan
melalui cicitnya, Sigebert II. Namun masa kepemimpinannya tidak
berlangsung lama.
Sigebert II dikhianati dan dibunuh oleh Clothar II dari Neustria.
Closthar
pun akhirnya memutuskan untuk membunuh Burnhilda. Perempuan itu tewas
mengerikan. Tubuhnya diseret hingga tewas oleh kuda.
Jadwiga dari Polandia
4. Jadwiga dari Polandia
Jadwiga dari Polandia
Perempuan satu ini merupakan wanita pertama yang memimpin monarki
Polandia. Jadwiga atau yang juga dikenal dengan nama Hedwig, merupakan
anak bungsu dari Raja Hungaria dan Polandia, Louis the Great.
Setelah kematian sang Raja, takhta jatuh ke tangan kakak tertuanya, Maria, yang merupakan penerus kekuasaan Hungaria.
Namun,
bangsawan Polandia khawatir akan pengaruh yang dimiliki oleh suami
Maria, serta ikatan yang dimilikinya dengan Kekaisaran Suci Romawi.
Oleh
karena itu, mereka membujuk ibu Jadwiga untuk menunjuk putrinya sebagai
Ratu Polandia, walaupun kala itu dia berusia 10 tahun.
Setelah
dinobatkan menjadi ratu, pada 1384 Jadwiga melakukan perjalanan ke
Krokow. Di tempat itu dia kemudian diangkat menjadi 'Raja'.
Walaupun
kala itu perempuan yang juga dipanggil Hedwig tersebut tengah
bertunangan dengan William of Habsburg, bangsawan Polandia membujuknya
untuk menikahi seorang pria bernama Jogaila.
Calon suaminya itu adalah seorang Grand Duke of Lithuana dan merupakan seorang pasangan politik yang lebih berpengalaman.
Jadwiga
memerintah bersama sang suami dengan gagah. Mereka dikenal sebagai
salah satu penguasa paling berpengaruh dalam sejarah kekerajaan
Polandia.
Sayangnya perempuan itu meninggal pada usia yang sangat muda. Dia meninggal saat berumur 25 tahun setelah melahirkan.
Ratu Seondeok dan Ratu Ana Nzinga
5. Ratu Seondeok dari Silla
Ratu Seondeok dari Silla Ratu Seondeok merupakan penguasa ke-27 dari Kerajaan Silla yang merupakan satu dari tiga kerajaan yang ada di Korea Selatan.
Seondok juga merupakan perempuan pertama yang menjadi ratu dalam sistem kerajaan itu.
Konon perempuan itu diangkat menjadi penguasa akibat ayahnya tidak memiliki keturunan laki-laki.
Dengan cepat Seondeok membentuk dirinya menjadi seorang yang cerdas, bijaksana, dan penguasa yang adil.
Keinginan sang ratu untuk melestarikan kebudayaan berujung pada pembuatan peta yang mengakibatkan bersatunya tiga kerajaan.
Seondeok juga merupakan orang yang berada di balik pembangunan menara pengawas tertua di dunia, Cheomseongdae.
Salah satu cerita yang paling terkenal mengenai Ratu Seondeok adalah kisah masa kecilnya.
Kala itu ayah sang ratu menerima hadiah berupa biji tumbuhan liar peony dan lukisan bunga peony mekar.
Saat
ditanya oleh sang ayah maksud dari lukisan tersebut, Seondeok dengan
benar menyimpulkan bahwa bunga tersebut tidak memiliki aroma keran tidak
ada kupu-kupu yang menghinggapinya.
Seondeok juga konon dikabarkan meramalkan waktu kematiannya dengan tepat.
6. Ratu Ana Nzinga
Ratu Ana Nzinga
Ana Nzinga mulai ikut serta dalam kepemimpinan kerajaan daerah yang
kini dikenal sebagai Angola, dengan menjadi administrator keponakannya.
Dia memerangi masalah kesulitan air yang kala itu melanda negeri yang rakyatnya banyak dijadikan budak itu.
Ana Nzinga kala itu berada dalam keadaan yang sulit. Dia pun akhirnya memutuskan untuk menjalin persekutuan dengan Portugal.
Namun
sayang, Portugal mengkhianati persekutuan tersebut. Tak punya pilihan
lain, Ratu Ana Nzinga akhirnya terpaksa melarikan diri bersama
rakyatnya.
Di tengah-tengah kepelikan yang dihadapinya,
perempuan itu tetap peduli dengan nasib para budak. Dia lalu menyediakan
penampungan untuk mereka.
Di tempat itu Ana Nzinga melatih pasukan militer untuk merebut kembali tanahnya dari Portugal.
Setelah
melalui pertarungan sengit, perempuan itu akhirnya menyerah karena
melihat tidak ada harapan bagi mereka untuk mengalahkan lawan.
Menyerah bukan berarti putus asa. Perempuan itu lalu memusatkan perhatiannya pada pembaruan kerajaannya barunya, Matamba.
Ketika
perempuan tangguh itu tewas, Matamba telah berdiri kukuh. Hal tersebut
membuat penerus kerajaan dapat menyelesaikan masalah dengan Portugal.
Rani Lakshmi Bai dan Toregene Khatun
7. Rani Lakshmi Bai
Rani Lakshmi Bai
Pada masa mudanya Rani Lakshmi Bai adalah sosok yang gemar mempelajari ilmu perang, seni bela diri, dan pertarungan pedang.
Pelatihan tersebut sangat membantunya di masa depannya, ketika dia mewarisi takhta Kerajaan Jhansi, India.
Dia menduduki takhta setelah suaminya meninggal dunia dan menjadi penasihat bagi anak angkatnya.
Namun
kedudukan sang anak tidak diakui karena di bukanlah darah daging raja
dan ratu. Kemudian Rani memutuskan untuk menggabungkan kerajaannya
dengan wilayah kekuasaan sang anak.
Saat Inggris mulai menjajah
wilayah India, Rani menolak untuk menyerahkan kerajaannya. Dia lalu
membentuk pasukan untuk memberontak.
Dengan berpakaian sebagai laki-laki, ratu berusia 22 tahun itu memimpin langsung penyerangan melawan East India Company.
Dia kemudian dilaporkan tewas dalam peperangan.
8. Toregene Khatun
Toregene Khatun
Toregene Khatun merupakan istri dari penguasa Mongpolia, Ogedei Khan, dan ibu dari pewaris takhta, Guyuk Khan.
Ketika suaminya meninggal, Toregene mengambil alih kekuasaan dan memerintah rakyatnya dengan gagah.
Dengan
menggunakan taktik politiknya, dia menjaga stabilitas pertahanan dan
perekonomian, hingga penerus Khan selanjutnya terpilih.
Perempuan
itu memerintah wilayah kekuasaannya dalam kondisi damai. Tonege bekerja
lebih untuk negaranya, hingga akhirnya mendapatkan nama di mata pejabat
asing.
Penobatan anaknya, Gayuk, menjadi penerus kepemimpinan mendapatkan tentangan keras dari sejumlah pihak.
Walaupun
begitu, setelah empat tahun melewati rintangan, Gayuk akhirnya berhasil
menggantikan sang ibu dan menjadi Raja Mongolia.
Christina dan Tomyris
9. Christina, Ratu Swedia
Christina, Ratu Swedia
Christina merupakan salah satu dari sedikit perempuan berpendidikan di
abad ke-17. Perempuan itu dinobatkan menjadi ratu pada usia 6 tahun
akibat kematian sang ayah, Raja Gustav II Adolph.
Walaupun begitu, dia tidak langsung memerintah kerajaan. Christina resmi menjadi penguasa ketika berusia 18 tahun.
Pada usia 27 tahun, penolakan Christina untuk menikah menjadi salah satu alasan dia digulingkan dari takhta.
Penduduk
berharap dia menikah dan memberikan keturunan pewaris takhta
selanjutnya. Tak senang dengan hal tersebut, Christina akhirnya memilih
untuk meninggalkan negaranya.
Dia bertolak menuju Roma bersama
dengan Paus Alexander VII. Konversi perempuan itu menjadi Katolik Romawi
diduga juga merupakan salah satu alasan pengunduran dirinya.
10. Tomyris
Tomyris
Setelah kematian suaminya, Tomyris menjadi ratu dari sebuah suku yang dikenal dengan sebutan Massagetae.
Perlawanan terkenalnya adalah mempertahankan kekuasaannya melawan Raja Persia, Cyrus the Great.
Dengan menolak lamaran dari sang raja, Tomyris hendak menghindari terjadinya peperangan antara kedua pihak.
Dia mengatakan, "perintahlah orang-orangmu dan lihat saja aku memerintah rakyatku."
Walaupun
begitu Persia tetap menginvasi kerajaannya dan menculik anak Tomyris
yang pada akhirnya bunuh diri selama berada di pengasingan.
Hal tersebut memicu kemarahan Tomyris. Dia pun berperang dengan Persia. Kabarnya di mencari Cyrus dan memotong kepala pria itu.
Perempuan tangguh itu lalu mencelupkan kepala itu ke dalam wadah yang dipenuhi dengan darah manusia.