Majelis rendah parlemen Perancis
meloloskan RUU terorisme yang membebaskan aparat menyadap dan melacak
warga yang diduga teroris tanpa persetujuan hakim. (Reuters/Gonzalo
Fuentes)
Diberitakan TIME, Selasa (4/5), undang-undang tersebut diloloskan dengan perolehan suara mayoritas anggota parlemen yaitu 438, dan yang menolak hanya 86. Setelah diloloskan di parlemen, RUU ini akan menjalani pembahasan lebih lanjut di Senat.
RUU ini diajukan sejak lama, sebelum serangan ke kantor Charlie Hebdo di Paris Januari lalu untuk memperbarui undang-undang terorisme yang belum mengalami perubahan sejak 1991.
Mereka hanya harus mendapat izin dari panel independen berisi sembilan orang, terdiri dari pengadilan, anggota parlemen dan ahli komunikasi. Tapi tetap saja, izin ini bisa diabaikan untuk kasus-kasus dengan ancaman khusus.
Dalam RUU juga diatur wewenang aparat untuk memaksa perusahaan internet dan komunikasi agar memberikan metadata dari pengguna internet di Perancis. Metadata itu akan menjalani analisa algoritma untuk mengawasi tindakan atau kebiasaan mencurigakan dari pengguna internet.
Data dihadirkan tanpa nama, namun agen intelijen bisa menindaklanjutinya dengan meminta persetujuan panel independen untuk penyelidikan mendalam demi mengetahui identitas pengguna.
Berdasarkan RUU itu, masyarakat yang merasa keberatan diawasi atau disadap tanpa alasan bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Pemerintah Perancis berdalih, RUU ini sangat penting karena tindak terorisme dewasa ini di negara itu dilakukan oleh individu, bukan kelompok.
Para penentang mengatakan bahwa RUU yang mencakup metode penyadapan tanpa izin akan mencederai kebebasan dan privasi seseorang.
Aksi protes yang digelar oleh kelompok HAM dan aktivis kebebasan warga digelar pada Senin lalu di depan gedung parlemen. Protes yang sama dilancarkan oleh kalangan jurnalis.
"RUU itu memiliki ancaman baru yang besar untuk kerahasiaan sumber jurnalis dan tidak memiliki jaminan untuk melindungi profesi, termasuk wartawan," tulis pernyataan lembaga Reporter Lintas Batas.
Credit CNN Indonesia