Pada 8 Mei 1967, Muhammad Ali menjadi topik berita. Kala itu, juri federal mendakwanya di pengadilan. Gara-gara menolak program wajib militer pemerintah Amerika Serikat dalam Perang Vietnam.
"Aku tak punya masalah dengan orang-orang Vietkong. Dan tak ada satupun orang Vietkong yang memanggilku dengan sebutan 'Nigger'!," kata dia lantang menolak wajib militer, seperti dikutip dari situs People's World.
Kalimat pertamanya, yang dalam Bahasa Inggris, 'I ain't got no quarrel with them Viet Cong', dipakai para generasi muda AS kala itu, sebagai simbol penolakan terhadap perang.
Gara-gara sikapnya itu, Ali diskors oleh Komisi Tinju. Gelar tinju kelas berat miliknya dibatalkan.
Pada sidang 20 Juni 1967, setelah juri berunding setelah 21 menit, Ali dinyatakan bersalah. Ia divonis 5 tahun bui dan denda US$ 10.000, serta dikenakan larangan bertinju selama 3 tahun.
Putusan tersebut diperkuat di pengadilan banding. Namun, akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Dengan suara bulat.
Keteguhan -- juga kenekatan -- Ali menginspirasi Martin Luther King, Jr, yang harus meyakinkan sejumlah pihak dalam gerakan hak-hak sipil yang, khawatir penentangan terhadap Perang Vietnam akan memojokkan Presiden Lyndon Baines Johnson, yang mendukung UU Hak-hak Sipil.
Pelatih Ali, Angelo Dundee mengatakan, pemidanaan terhadap Ali sangat merugikan karirnya. "Satu hal yang harus diperhitungkan saat bicara soal Ali. Tahun-tahun terbaik, masa kejayaannya, telah dirampas dari tangannya."
Apapun, Ali kemudian membuktikan, ia adalah petarung pertama -- dan sejauh ini adalah satu-satunya -- yang menjadi juara tinju kelas berat 3 kali. Karirnya benar-benar berakhir pada 1981. Tiga tahun kemudian terkuak, ia menderita penyakit Parkinson.
Credit Liputan6.com