Jumat, 19 Desember 2014

Perlombaan senjata di Asia untungkan negara-negara berteknologi tinggi


Kendaraan serang amfibi: Seorang marinir Korea Selatan duduk si sebuah kendaraan amfibi serang pada latihan gabungan Maret 2014 dengan Marinir Amerika Serikat di Pohang. [AFP]
Kendaraan serang amfibi: Seorang marinir Korea Selatan duduk si sebuah kendaraan amfibi serang pada latihan gabungan Maret 2014 dengan Marinir Amerika Serikat di Pohang. [AFP]


CB - Selamat Datang di perlombaan senjata Asia abad 21. Ini akan menelan biaya lebih dari $200 miliar selama 20 tahun mendatang, analis memprediksi.
Lebih dari 400 kapal perang besar akan dibangun bersamaan dengan hampir 1.000 kapal patroli dan penjaga pantai serta 100 kapal selam - kapal perang pilihan di kalangan negara-negara Asia untuk melawan kekuatan angkatan laut Tiongkok yang semakin bertumbuh.
Setiap negara di kawasan ini mengeluarkan biaya untuk kapal dan pesawat angkatan laut baru.
"Pembelanja terbesar dalam perlombaan senjata ini adalah Tiongkok [jelas, karena merekalah yang memulainya], Korea Selatan, Jepang dan Australia. Setiap negara di kawasan ini dengan berbagai jenis kondisi perekonomiannya mengeluarkan biaya untuk kapal dan pesawat angkatan laut baru," strategypage.com melaporkan.
Analis keuangan Martin Hutchinson, seorang ahli di bidang perekonomian negara berkembang, mengatakan kepada Forum Pertahanan Asia Pasifik [APDF] bahwa Tiongkok dan Jepang, diikuti oleh Korea Selatan, adalah negara-negara Asia yang paling mungkin berhasil menanggung beban keuangan dan ekonomi dalam perlombaan senjata baru ini.

Hanoi diluncurkan: Kapal selam kelas Kilo 636 pertama milik Angkatan Laut Vietnam, bernama Hanoi, dilepaskan dari sebuah kapal transportasi Belanda di Teluk Cam Ranh di Laut Tiongkok Selatan pada bulan Januari 2014. [AFP/Kantor Berita Vietnam]
Hanoi diluncurkan: Kapal selam kelas Kilo 636 pertama milik Angkatan Laut Vietnam, bernama Hanoi, dilepaskan dari sebuah kapal transportasi Belanda di Teluk Cam Ranh di Laut Tiongkok Selatan pada bulan Januari 2014. [AFP/Kantor Berita Vietnam] 

"Perekonomian negara berkembang seperti Filipina, Indonesia danVietnam adalah negara-negara yang paling mungkin langsung menderita akibat perlombaan itu, dan jauh ketinggalan, jika mereka tidak dibantu oleh negara-negara industri yang lebih sejahtera," katanya.
"Negara-negara tetangga bisa menghitung dan melihat Tiongkok menjadi kekuatan angkatan laut utama di kawasan itu dalam dua dekade. Walaupun, Armada Pasifik AS dan sekutu-sekutu Amerika [yang sekarang termasuk musuh lama seperti Vietnam] masih akan lebih kuat. Namun demikian, negara-negara Asia mengkhawatirkan peprtumbuhan kekuatan China dan semakin meningkatnya klaim atas wilayah tetangga," kata strategypage.com.
Perlombaan senjata adalah anugerah bagi negara-negara industri.
Perlombaan senjata di Asia adalah anugerah bagi negara-negara industri besar di kawasan ini, tulis theFinancial Times London.
Asia menghabiskan $322 juta untuk anggaran militer pada tahun 2013, naik dari $262 juta untuk tahun 2010, dengan Tiongkok tumbuh semakin dominan. Anggaran biaya militer di Tiongkok tumbuh 43,2 persen 2008-2013, menurut Institut Internasional untuk Kajian Strategis [IISS], the Financial Times mengatakan.

Helikopter Filipina: Seorang pastor kapelan dari Angkatan Bersenjata Filipina memberkati salah satu dari tiga helikopter baru AugustaWestland 109 Power dalam sebuah upacara di Manila pada bulan Desember 2013. [AFP]
Helikopter Filipina: Seorang pastor kapelan dari Angkatan Bersenjata Filipina memberkati salah satu dari tiga helikopter baru AugustaWestland 109 Power dalam sebuah upacara di Manila pada bulan Desember 2013. [AFP] 

Pembelanjaan Asia itu memicu meningkatnya pengadaan militer di sebuah kawasan yang penuh dengan klaim teritorial yang saling bertentangan serta tempat-tempat yang sudah lama berpotensi rawan konflik, IISS memperingatkan dalam tinjauan tahunannya perihal keseimbangan militer di dunia pada Februari 2014.
Bahkan sementara negara-negara Asia secara dramatis meningkatkan belanja mereka pada pertahanan selama seperempat abad terakhir, negara-negara yang relatif kurang berkembang sekarang jauh lebih mampu menanggung beban daripada dulu, karena pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan itu telah begitu besar, tulis analis David C. Kang di the National Interest.
"11 negara-negara besar Asia Timur [termasuk Tiongkok] mengalokasikan rata-rata 3,35 persen dari perekonomian mereka untuk belanja militer pada tahun 1988, namun pada tahun 2013 rata-rata itu menjadi 1,86 persen dari PDB," tulis Kang.
Belanja pertahanan Jepang naik 27 persen selama 25 tahun jika disesuaikan dengan inflasi, dan kenaikan yang diusulkan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe akan berjumlah 5 persen pada tahun 2018. Selama periode 25 tahun [1988-2012], belanja yang sudah pasti di Asia Timur meningkat rata-rata 148 persen, menurut Kang. Sejak tahun 1988, belanja militer Tiongkok telah meningkat 834 persen dalam arti sebenarnya.
Sengketa Laut Tiongkok Selatan adalah katalis
Sengketa antara enam negara yang mengklaimKepulauan Spratly yang kaya minyak di Laut Tiongkok Selatan telah menjadi katalis, terutama untuk kapal dan kapal selam, menurut the Financial Times.
Vietnam, salah satu pihak dalam sengketa kepulauan Spratly itu, menghabiskan biaya dua kali lipat sejak tahun 2005 menjadi US$3,4 miliar pada 2012, menurut Institut Riset Perdamaian Internasional [SIPRI].
Dalam dua bulan pertama tahun 2014, Vietnam menerima dua dari enam kapal selam diesel-listrik kelas Kilo yang dipesan dari Rusia. "Rusia telah mendapatkan manfaat dari hubungan dagang yang erat dengan Vietnam, dan masih menjual satu dari setiap empat pesawat militer di kawasan itu," bunyi laporan the Financial Times.
Namun, Eropa dan Amerika Serikat terus mendominasi kawasan itu dalam hal penjualan peralatan pertahanan pada umumnya. Mereka tetap dominan sebagai pemasok peralatan canggih, dengan tiga perempat dari pasar Asia untuk peralatan berteknologi tinggi termasuk radar, sonar, sistem komunikasi dan senjata yang kompleks, menurut IHS Jane’s.
Negara-negara kecil mengambil keuntungan dari pasar
Beberapa negara Asia yang lebih kecil dengan industri maju juga muncul untuk mengambil keuntungan dari pasar senjata yang berkembang pesat.
Korea Selatan menjual jet cepatnya KAI T-50 ke Filipina, dan Singapore Technology memasok sistem komunikasi militer ke Thailand, kata the Financial Times .
Peningkatan pesat di pasar senjata Asia ini sudah pasti membuka interaksi politik dan keamanan baru antara negara-negara yang bersaing di Asia, IISS memperingatkan.
"Ada bukti substansial dinamika aksi-reaksi yang terjadi dan mempengaruhi program militer negara-negara kawasan," kata IISS.
IISS mengidentifikasi dinamika kawasan lainnya selain dari kebangkitan Tiongkok yang memberikan kontribusi pada meningkatnya anggaran pertahanan di seluruh Asia.
"India, yang ketergantungannya pada impor menjadikannya salah satu pasar terbesar untuk pemasok perlengkapan pertahanan asing, terus membangun kemampuan yang diarahkan pada Pakistan dan Tiongkok," kata laporan itu. Sementara itu, Jepang dan Korea Selatan sedang membangun pertahanan mereka terhadap program nuklir dan rudal Korea Utara. .

 Credit APDForum