CB, Xinjiang –
Spesialis Cina dari Universitas La Trobe University, James Leibold,
mengatakan penghentian layanan kereta api menuju Provinsi Xinjiang, yang
menjadi rumah bagi warga Muslim Uighur, tanpa batas waktu mengindikasikan adanya kegiatan besar di sana.
Kegiatan itu bisa berupa pemindahan orang dalam jumlah besar menggunakan jalur kereta api ke berbagai daerah.
“Itu mengindikasikan bahwa selama beberapa bulan terkahir ada upaya untuk memindahkan orang dalam jumlah besar,” begitu kata Leibold seperti dilansir ABC pada Rabu, 10 Oktober 2018.
Menurut Leibol, kebijakan pemerintah Cina terhadap warga Muslim Uighur terindikasi semakin radikal.
Menurut Radio Free Asia, ada sekitar 300 ribu tahanan yang bakal ditransportasi dalam beberapa pekan ini. Sedangkan sejumlah besar tahanan dari daerah lain di Cina akan dikirim ke fasilitas penahanan di Xinjiang.
“Ini merupakan peristiwa yang signifikan terkait jumlah logistik yang dilibatkan,” kata David Brophy, seorang peneliti mengenai Cina di University of Sydney kepada ABC. Menurut dia, dampaknya juga bakal terasa dalam transportasi ke dalam dan ke luar Xinjiang selain juga di sekitar Provinsi Xinjiang sendiri.
Brophy mengatakan adanya laporan bahwa para tahanan dari daerah lain di Cina dibawa ke Xinjiang mengindikasikan adanya kebijakan untuk mengontrol tahanan Muslim daripada soal mengatasi kelebihan tahanan di daerah lain.
Pemerintah
Cina selama ini membantah adanya kamp-kamp pendidikan politik dengan
para peserta harus mengikutinya layaknya tahanan. Beijing beralasan
kebijakan keras terhadap Xinjiang dilakukan untuk menghadapi terorisme.
Selama ini, ada gerakan separatis untuk memisahkan Xinjiang dari Cina,
yang berbasis paham komunis.
Mustahilnya Berpuasa bagi Warga Muslim Uighur
Saat ABC menanyakan soal ini kepada Kedutaan Besar Cina di Australia, pejabat kedutaan itu merujuk kepada pernyataan dari kementerian Luar Negeri Cina pada 20 September 2018. Saat itu, jubir Geng Shuang mengatakan kebijakan pemerintah Cina di Xinjiang dilakukan untuk meningkatkan stabilitas, pembangunan, solidaritas dan taraf kehidupan publik.
Soal ini, seperti dilansir Reutes, Kepala Badan HAM PBB, Michelle Bachelet mendesak pemerintah Cina untuk mengizinkan tim monitor PBB memasuki Xinjiang. Ini terkait adanya tudingan yang sangat mengkhawatirkan soal program penerapan kamp indoktrinasi politik terhadap warga Uighur di Provinsi Xinjiang.
Bachelet
mengatakan ini dalam pidato perdana sebgai Kepala Badan HAM PBB pada
Senin, 10 September 2018 di Jenewa. Permintaan Bachelet ini, yang pernah
menjabat sebagai Presiden Chile sebelumnya, terkait laporan dari
lembaga advokasi HAM Human Rights Watch. Pengurus HRW melaporkan etnis muslim minoritas Uighur mengalami kamp penahanan semena-mena di Xinjiang, yang dibuat pemerintah Cina.
Kegiatan itu bisa berupa pemindahan orang dalam jumlah besar menggunakan jalur kereta api ke berbagai daerah.
“Itu mengindikasikan bahwa selama beberapa bulan terkahir ada upaya untuk memindahkan orang dalam jumlah besar,” begitu kata Leibold seperti dilansir ABC pada Rabu, 10 Oktober 2018.
Menurut Leibol, kebijakan pemerintah Cina terhadap warga Muslim Uighur terindikasi semakin radikal.
Menurut Radio Free Asia, ada sekitar 300 ribu tahanan yang bakal ditransportasi dalam beberapa pekan ini. Sedangkan sejumlah besar tahanan dari daerah lain di Cina akan dikirim ke fasilitas penahanan di Xinjiang.
“Ini merupakan peristiwa yang signifikan terkait jumlah logistik yang dilibatkan,” kata David Brophy, seorang peneliti mengenai Cina di University of Sydney kepada ABC. Menurut dia, dampaknya juga bakal terasa dalam transportasi ke dalam dan ke luar Xinjiang selain juga di sekitar Provinsi Xinjiang sendiri.
Brophy mengatakan adanya laporan bahwa para tahanan dari daerah lain di Cina dibawa ke Xinjiang mengindikasikan adanya kebijakan untuk mengontrol tahanan Muslim daripada soal mengatasi kelebihan tahanan di daerah lain.
Mustahilnya Berpuasa bagi Warga Muslim Uighur
Saat ABC menanyakan soal ini kepada Kedutaan Besar Cina di Australia, pejabat kedutaan itu merujuk kepada pernyataan dari kementerian Luar Negeri Cina pada 20 September 2018. Saat itu, jubir Geng Shuang mengatakan kebijakan pemerintah Cina di Xinjiang dilakukan untuk meningkatkan stabilitas, pembangunan, solidaritas dan taraf kehidupan publik.
Soal ini, seperti dilansir Reutes, Kepala Badan HAM PBB, Michelle Bachelet mendesak pemerintah Cina untuk mengizinkan tim monitor PBB memasuki Xinjiang. Ini terkait adanya tudingan yang sangat mengkhawatirkan soal program penerapan kamp indoktrinasi politik terhadap warga Uighur di Provinsi Xinjiang.
Credit tempo.co