Singapura didesak mengikuti Malaysia yang menghapus hukuman mati.
CB,
SINGAPURA -- Singapura dikabarkan mengeksekusi enam terpidana
pelanggaran narkoba pada bulan Oktober ini. Hal itu dilakukan di tengah
desakan LSM Amnesty International dan Pemerintah Malaysia yang
sebelumnya berjanji menghapuskan hukuman mati.
Terpidana
mati Prabu N Pathmanathan (31 tahun), warga Malaysia yang dipenjara
mati sejak 2014, dikabarkan telah digantung di Penjara Changi pada Jumat
(26/10) lalu. Terpidana kedua, Irwan bin Ali, yang disebutkan sebagai
warga Singapura, juga dieksekusi pada saat yang sama.
Menurut International Federation for Human Rights, terpidana
mati lainnya Selamat bin Paki secara diam-diam juga telah dieksekusi.
Ketiga terpidana itu termasuk di antara enam terpidana yang dieksekusi
sepanjang Oktober, semuanya karena pelanggaran narkoba.
Menurut
pengacara Prabu, Surendran, penolakan pihak berwenang Singapura untuk
mempertimbangkan permohonan grasi kliennya itu, merupakan tindakan tidak
sah. Media setempat melaporkan kantor Presiden Singapura Halimah Yacob
telah mengirimkan surat kepada keluarga Prabu menyampaikan tidak dapat
mengabulkan permintaan grasi mereka.
Photo: Presiden Singapura Halimah Yacob (kiri) menolak permohonan grasi dari terpidana narkoba Prabu N Pathmanathan. (REUTERS: Wallace Woon)
Surendran mengatakan kliennya merasa telah berubah setelah berada dalam penjara dan bahkan menjadi "sangat spiritual".
"Dia masih ingin hidup. Dia ingin punya kesempatan lagi," kata Surendran kepada
ABC.
Dia
menambahkan Singapura tampaknya memperpendek masa pemberitahuan
eksekusi diberikan kepada terpidana "sehingga dapat mengeksekusi mereka
tanpa ribut-ribut".
"Sangat tidak adil serta
merugikan narapidana dan keluarganya diberitahu waktu pelaksanaan
eksekusi kurang dari seminggu," tambahnya.
Singapura didesak hapus hukuman mati
Kasus
itu memicu desakan penghapusan hukuman mati di negara pulau tersebut.
Rachel Chhoa-Howard, peneliti Amnesty International di Singapura,
mengatakan hukuman mati yang diberlakukan di sana bertentangan dengan
hukum internasional.
"Sudah saatnya Singapura untuk menetapkan kembali moratorium hukuman mati," ujarnya.
Selain
itu, dia mendesak Singapura mencontoh Malaysia yang menangguhkan semua
eksekusi serta berencana menghapuskan hukuman mati untuk semua
kejahatan.
"Hukuman yang kejam dan tak dapat diubah
ini tidak memiliki tempat dalam masyarakat mana pun, karena lebih dari
dua pertiga negara dunia telah mengakuinya," ujar Rachel.
Malaysia
mengejutkan banyak pihak setelah pada 10 Oktober lalu mengumumkan
menghapus hukuman mati. Langkah tersebut diharapkan mulai berlaku pada
akhir tahun 2018.
Eksekusi mati di Malaysia
kebanyakan dari para narapidana narkoba, selain narapidana lainnya
seperti kasus pembunuhan, penculikan hingga pengkhianatan terhadap
negara. Amnesty International dalam laporan Maret 2018 menyebut 799
orang narapidana narkoba telah dieksekusi, 416 di antaranya merupakan
warga negara asing.
Kementerian Dalam Negeri
Singapura, yang membawahi Biro Narkotika dan Lembaga Pemasyarakatan,
belum berhasil dihubungi untuk dimintai komentarnya.