CB, Jakarta - Pemerintah kota urumqi, wilayah Xinjiang, menerbitkan sebuah kampanye anti-produk halal. Langkah ini dilakukan untuk menghentikan penetrasi Islam sekuler dan menghentikan ekstrimisme.
Kampanye itu diterbitkan lewat sebuah pertemuan para pemimpin Partai Komunis Urumqi pada Senin, 7 Oktober 2018. Para pemimpin partai memimpin para kadernya bersumpah melawan halalisasi yakni suatu proses untuk menghalalkan produk makanan hingga pasta gigi sesuai dengan hukum Islam.
Kampanye anti-halal ini tak pelak menciderai kelompok minoritas Islam Uighur yang sebagian besar tinggal di kawasan Xinjiang, Cina. Beijing telah menjadi sasaran kritik dari kelompok-kelompok HAM dan pemerintah asing menyusul laporan penerapan hukuman terhadap sekitar satu juta kelompok minoritas Uighur di Xinjiang.
Seorang wanita umat muslim minoritas etnis Hui, mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasaknya untuk dijual di kawasan Linxia di provinsi Gansu, Cina, 3 Februari 2018 REUTERS/Michael Martina
Di kutip dari channelnewsasia.com pada Rabu, 10 Oktober 2018, Beijing menyangkal telah melakukan pelanggaran HAM umat Islam di Xinjiang. Beijing berkeras hanya mengatasi tindakan terorisme dan pemecahbelah kawasan.
Surat kabar Global Times dalam pemberitaannya menulis segala tuntutan produk halal telah memicu permusuhan terhadap agama dan membuka peluang kepada Islam untuk menerapkan kehidupan sekuler. Sebagai bagian dari kampanye anti-halal, Ilshat Osman, Kepala Jaksa membuat tulisan berjudul ‘Kawan, Anda tidak perlu mencarikan restoran halal hanya untuk saya".
Melalui kampanye anti-halal ini, maka pegawai negeri sipil bisa makan apapun dan kantin-kantin akan diubah sehingga para pegawai itu bisa mencoba berbagai jenis masakan. Para pejabat tinggi di Partai Komunis Urumqi mengatakan mereka akan meminta kepada pemerintah pusat dan anggota partai lainnya untuk menguatkan keyakinan Marxisme-Leninisme serta berbahasa mandarin sesuai standar di hadapan publik.
Secara teori, Beijing membebaskan warga negaranya untuk dalam memeluk suatu agama dan melakukan praktik ibadah. Namun saat ini pemerintah Cina telah meningkatkan pengawasan atau mata-mata karena Beijing sedang mencoba membuat praktik ibadah di bawah kendali negara yang lebih ketat, termasuk produk halal seperti saat ini.
Kampanye itu diterbitkan lewat sebuah pertemuan para pemimpin Partai Komunis Urumqi pada Senin, 7 Oktober 2018. Para pemimpin partai memimpin para kadernya bersumpah melawan halalisasi yakni suatu proses untuk menghalalkan produk makanan hingga pasta gigi sesuai dengan hukum Islam.
Kampanye anti-halal ini tak pelak menciderai kelompok minoritas Islam Uighur yang sebagian besar tinggal di kawasan Xinjiang, Cina. Beijing telah menjadi sasaran kritik dari kelompok-kelompok HAM dan pemerintah asing menyusul laporan penerapan hukuman terhadap sekitar satu juta kelompok minoritas Uighur di Xinjiang.
Seorang wanita umat muslim minoritas etnis Hui, mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasaknya untuk dijual di kawasan Linxia di provinsi Gansu, Cina, 3 Februari 2018 REUTERS/Michael Martina
Di kutip dari channelnewsasia.com pada Rabu, 10 Oktober 2018, Beijing menyangkal telah melakukan pelanggaran HAM umat Islam di Xinjiang. Beijing berkeras hanya mengatasi tindakan terorisme dan pemecahbelah kawasan.
Surat kabar Global Times dalam pemberitaannya menulis segala tuntutan produk halal telah memicu permusuhan terhadap agama dan membuka peluang kepada Islam untuk menerapkan kehidupan sekuler. Sebagai bagian dari kampanye anti-halal, Ilshat Osman, Kepala Jaksa membuat tulisan berjudul ‘Kawan, Anda tidak perlu mencarikan restoran halal hanya untuk saya".
Melalui kampanye anti-halal ini, maka pegawai negeri sipil bisa makan apapun dan kantin-kantin akan diubah sehingga para pegawai itu bisa mencoba berbagai jenis masakan. Para pejabat tinggi di Partai Komunis Urumqi mengatakan mereka akan meminta kepada pemerintah pusat dan anggota partai lainnya untuk menguatkan keyakinan Marxisme-Leninisme serta berbahasa mandarin sesuai standar di hadapan publik.
Secara teori, Beijing membebaskan warga negaranya untuk dalam memeluk suatu agama dan melakukan praktik ibadah. Namun saat ini pemerintah Cina telah meningkatkan pengawasan atau mata-mata karena Beijing sedang mencoba membuat praktik ibadah di bawah kendali negara yang lebih ketat, termasuk produk halal seperti saat ini.
Credit tempo.co