Ilustrasi (REUTERS/Petar Kujundzic)
Hal ini dikemukakan oleh Fenghe dalam pernyataan dalam pembukaan Forum Xiangshan, Kamis (25/10). Forum ini adalah jawaban ala Cina atas forum keamanan tahunan Shangri-La Dialogue yang dihadiri oleh menteri pertahanan, dan kepala militer di kawasan Asia Pasifik, yang sebelumnya diadakan di Singapura.
Menteri Pertahanan AS Jim Mattis mengatakan kepada mitranya di Cina pekan lalu bahwa dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia perlu memperdalam hubungan tingkat tinggi mereka. Sehingga bisa menavigasi ketegangan dan mengendalikan risiko konflik yang tidak disengaja.
Sebelumnya, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menuding sepak terjang China di dunia internasional "benar-benar" mengancam perdamaian dan stabilitas negaranya.
Hal ini diungkap Tsai karena menganggap China meningkatkan "serangan" untuk membendung upaya Taiwan meraih kedaulatan. Salah satunya adalah dengan mendesak negara-negara lain di dunia untuk memutus hubungan diplomatik dengan Taipei. Relasi antara Beijing dan Taipei terus memanas terutama sejak Tsai menjabat pada Mei 2016 lalu.
Sejak Tsai berkuasa, lima negara baru memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan akibat tekanan China. Hingga saat ini hanya tersisa 17 negara yang masih mengakui Taiwan sebagai negara secara diplomatik.
Taiwan mengaku sebagai negara yang berdaulat dan memiliki sistem politik, keuangan, dan hukum sendiri sejak 1949 lalu. Namun, hingga kini, wilayah itu tidak pernah benar-benar mendeklarasikan berpisah dari China.
Sejak itu, Taiwan secara agresif terus berupaya mendapat pengakuan negara lain sebagai negara merdeka. Sementara itu, China berkeras menganggapnya sebagai wilayah pembangkang yang ingin memisahkan diri.
Baru-baru ini, China juga terus meningkatkan latihan militer di sekitar Taiwan. Tak hanya itu, Beijing pun berhasil menekan sejumlah perusahaan internasional untuk memasukan Taiwan sebagai bagian dari China dalam sejumlah situs resminya.
Credit cnnindonesia.com