ANKARA
- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam akan memutuskan
hubungan diplomatik dengan Israel jika Amerika Serikat (AS) secara resmi
mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Menurut Erdogan, langkah AS
itu akan menjadi ”garis merah” bagi umat Islam.
Seorang Pejabat AS mengatakan bahwa Trump kemungkinan akan memberikan pidato pada hari Rabu (6/12/2017) untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel secara sepihak. Jika benar, ini akan menjadi langkah yang akan mematahkan kebijakan AS yang bertahan selama satu dasawarsa terakhir dan dapat memicu kekerasan di Timur Tengah.
Israel menduduki Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah 1967. Negara Yahudi ini kemudian menyatakan seluruh Kota Yerusalem sebagai ibu kotanya, meski tidak diakui secara internasional. Rakyat Palestina sendiri menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.
”Saya sedih dengan laporan bahwa AS bersiap untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel,” kata Erdogan.
“Ini bisa sampai sejauh pemutusan hubungan Turki dengan Israel, saya memperingatkan AS untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini,” ujarnya, seperti dikutip Reuters.
Juru bicara pemerintah Israel tidak merespons segera ancaman Erdogan. Namun, Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennett—seorang mitra senior di pemerintahan koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—menepis komentar Erdogan.
”Akan selalu ada orang yang mengkritik, tapi di penghujung hari lebih baik Yerusalem bersatu daripada simpati Erdogan,” katanya.
Seorang Pejabat AS mengatakan bahwa Trump kemungkinan akan memberikan pidato pada hari Rabu (6/12/2017) untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel secara sepihak. Jika benar, ini akan menjadi langkah yang akan mematahkan kebijakan AS yang bertahan selama satu dasawarsa terakhir dan dapat memicu kekerasan di Timur Tengah.
Israel menduduki Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah 1967. Negara Yahudi ini kemudian menyatakan seluruh Kota Yerusalem sebagai ibu kotanya, meski tidak diakui secara internasional. Rakyat Palestina sendiri menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.
”Saya sedih dengan laporan bahwa AS bersiap untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel,” kata Erdogan.
“Ini bisa sampai sejauh pemutusan hubungan Turki dengan Israel, saya memperingatkan AS untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini,” ujarnya, seperti dikutip Reuters.
Juru bicara pemerintah Israel tidak merespons segera ancaman Erdogan. Namun, Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennett—seorang mitra senior di pemerintahan koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—menepis komentar Erdogan.
”Akan selalu ada orang yang mengkritik, tapi di penghujung hari lebih baik Yerusalem bersatu daripada simpati Erdogan,” katanya.
Credit sindonews.com
Erdogan: Yerusalem Garis Merah Umat Islam
"Presiden Trump, Yerusalem adalah garis merah umat Islam. Ini bisa
sampai sejauh memutuskan hubungan Turki dengan Israel," kata Erdogan
ketika berbicara dalam sebuah pertemuan parlemen AK Party yang berkuasa,
dilansir Reuters, Selasa (5/12).
Ia pun meminta AS agar tak memutuskan hal ceroboh dengan mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel. "Saya memperingatkan AS untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini," ujar Erdogan.
Kendati memperingatkan AS secara tegas, Pemerintah Israel mengaku tak menerima pernyataan serupa dari Erdogan. "Kami tidak menerima perintah atau ancaman dari presiden Turki," kata Menteri Intelijen dan Transportasi Israel, Israel Katz.
"Tidak akan ada lagi tindakan historis yang benar atau sesuai daripada mengakui Yerusalem, ibu kota Yahudi selama 3.000 tahun terakhir, sebagai ibu kota negara Israel," ujar Katz menambahkan.
Rencana AS mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel tak terlepas dari janji Presiden Donald Trump pada masa kampanye pemilihan presiden tahun lalu. Kala itu, Trump berjanji akan memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Rencana AS ini tak ayal mendapat kecaman dan protes dari berbagai negara, khususnya negara-negara Arab. Menurut mereka, rencana AS tersebut berpotensi merusak perdamaian antara Israel dan Palestina serta menimbulkan konflik baru di wilayah tersebut.
Hal ini karena Palestina yang tengah berjuang untuk menjadi negara merdeka seutuhnya, menghendaki Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara mereka di masa mendatang.
Ia pun meminta AS agar tak memutuskan hal ceroboh dengan mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel. "Saya memperingatkan AS untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini," ujar Erdogan.
Kendati memperingatkan AS secara tegas, Pemerintah Israel mengaku tak menerima pernyataan serupa dari Erdogan. "Kami tidak menerima perintah atau ancaman dari presiden Turki," kata Menteri Intelijen dan Transportasi Israel, Israel Katz.
"Tidak akan ada lagi tindakan historis yang benar atau sesuai daripada mengakui Yerusalem, ibu kota Yahudi selama 3.000 tahun terakhir, sebagai ibu kota negara Israel," ujar Katz menambahkan.
Rencana AS mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel tak terlepas dari janji Presiden Donald Trump pada masa kampanye pemilihan presiden tahun lalu. Kala itu, Trump berjanji akan memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Rencana AS ini tak ayal mendapat kecaman dan protes dari berbagai negara, khususnya negara-negara Arab. Menurut mereka, rencana AS tersebut berpotensi merusak perdamaian antara Israel dan Palestina serta menimbulkan konflik baru di wilayah tersebut.
Hal ini karena Palestina yang tengah berjuang untuk menjadi negara merdeka seutuhnya, menghendaki Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara mereka di masa mendatang.
Credit REPUBLIKA.CO.ID