Istanbul, 29/12 (CB) - Amerika Serikat dan Turki pada
Kamis saling mencabut seluruh pembatasan visa setelah Washington
mengatakan Ankara sudah menjamin tidak akan ada lagi staf misi AS yang
diincar karena menjalankan tugas resmi mereka.
Namun, Turki segera membantah bahwa pihaknya telah memberikan jaminan seperti itu dalam kasus, yang telah menguji hubungan kedua negara sejak dua karyawan lokal konsulat AS di Istanbul ditahan atas kecurigaan memiliki kaitan dengan percobaan kudeta tahun lalu terhadap Presiden Tayyip Erdogan.
Amerika Serikat menangguhkan layanan kantor misinya di Turki pada Oktober dan Turki membalas dengan tindakan yang sama.
Pada November, Washington mengatakan AS melanjutkan layanan kantor perwakilannya secara terbatas setelah mendapat jaminan keamanan bagi para staf lokalnya.
"Dengan adanya jaminan ini, Departemen Luar Negeri meyakini bahwa pengaturan keamanan telah meningkat secara memadai hingga memungkinkan layanan visa di Turki dilanjutkan secara penuh," kata Kedutaan Besar AS di Ankara, Kamis.
Kedubes AS mengatakan pihaknya tetap khawatir soal dua karyawannya yang ditahan.
Turki, ketika mengumumkan bahwa pembatasan pengeluaran visa bagi warga negara AS sudah diakhiri, membuat pernyataan atas masalah itu.
"Menurut kami, adalah tidak benar bagi Amerika Serikat untuk menyatakan pihaknya telah menerima jaminan dari Turki," kata Kedutaan Besar Turki di Washington dalam pernyataan.
Hubungan antara kedua sekutu NATO itu menjadi tegang tahun lalu. Turki marah terhadap sikap AS yang dianggapnya enggan menyerahkan Fethullah Gulen, sosok yang dituding Turki sebagai penggerak percobaan kudeta pada Juli 2016.
Turki kemudian merasa terganggu atas dukungan militer yang diberikan AS kepada para petempur YPG Kurdi di Suriah. Kelompok petempur itu dianggap Ankara sebagai perpanjangan tangan PKK, kelompok yang telah melancarkan pemberontakan selama tiga puluh tahun di Turki tenggara.
Baru-baru ini, Turki mengambil peranan kunci di Perserikatan Bangsa-bangsa dalam meloloskan resolusi yang berisi kecaman terhadap langkah AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Namun, Turki segera membantah bahwa pihaknya telah memberikan jaminan seperti itu dalam kasus, yang telah menguji hubungan kedua negara sejak dua karyawan lokal konsulat AS di Istanbul ditahan atas kecurigaan memiliki kaitan dengan percobaan kudeta tahun lalu terhadap Presiden Tayyip Erdogan.
Amerika Serikat menangguhkan layanan kantor misinya di Turki pada Oktober dan Turki membalas dengan tindakan yang sama.
Pada November, Washington mengatakan AS melanjutkan layanan kantor perwakilannya secara terbatas setelah mendapat jaminan keamanan bagi para staf lokalnya.
"Dengan adanya jaminan ini, Departemen Luar Negeri meyakini bahwa pengaturan keamanan telah meningkat secara memadai hingga memungkinkan layanan visa di Turki dilanjutkan secara penuh," kata Kedutaan Besar AS di Ankara, Kamis.
Kedubes AS mengatakan pihaknya tetap khawatir soal dua karyawannya yang ditahan.
Turki, ketika mengumumkan bahwa pembatasan pengeluaran visa bagi warga negara AS sudah diakhiri, membuat pernyataan atas masalah itu.
"Menurut kami, adalah tidak benar bagi Amerika Serikat untuk menyatakan pihaknya telah menerima jaminan dari Turki," kata Kedutaan Besar Turki di Washington dalam pernyataan.
Hubungan antara kedua sekutu NATO itu menjadi tegang tahun lalu. Turki marah terhadap sikap AS yang dianggapnya enggan menyerahkan Fethullah Gulen, sosok yang dituding Turki sebagai penggerak percobaan kudeta pada Juli 2016.
Turki kemudian merasa terganggu atas dukungan militer yang diberikan AS kepada para petempur YPG Kurdi di Suriah. Kelompok petempur itu dianggap Ankara sebagai perpanjangan tangan PKK, kelompok yang telah melancarkan pemberontakan selama tiga puluh tahun di Turki tenggara.
Baru-baru ini, Turki mengambil peranan kunci di Perserikatan Bangsa-bangsa dalam meloloskan resolusi yang berisi kecaman terhadap langkah AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Credit antaranews.com