Presiden Donald Trump menelepon Presiden
Palestina, Mahmoud Abbas, untuk memberi kabar mengenai pemindahan
Kedubes AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. (Reuters/Carlos
Barria)
“Presiden Mahmoud Abbas menerima panggilan telepon dari Presiden AS, Donald Trump, untuk memberi tahu Presiden mengenai keinginannya untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem,” ujar juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah, Selasa (5/12).
Namun, dalam pernyataan resmi tersebut, Rdainah tak menjabarkan lebih lanjut detail pembicaraan Trump dan Abbas, termasuk waktu pemindahan kedubes tersebut.
Rdainah hanya mengatakan, Abbas menanggapi kabar tersebut dengan mengingatkan Trump bahwa rencana tersebut dapat merusak upaya damai antara Israel dan Palestina.
“Presiden Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut yang bisa mengancam proses perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan dan dunia,” kata Rdainah, sebagaimana dikutip Reuters.
Isu pemindahan kedubes AS ini menjadi sorotan luas karena selama ini, Israel dan Palestina saling klaim Yerusalem sebagai ibu kota masing-masing negara.
Israel merebut Yerusalem saat perang Timur Tengah pada 1967 silam. Mereka kemudian mencaplok daerah tersebut, tapi tak diakui oleh masyarakat internasional.
Sebagian besar negara di dunia menganggap status akhir Yerusalem merupakan masalah kunci untuk menyelesaikan negosiasi damai dengan Palestina.
Meski demikian, pada Oktober 1995, Kongres AS meloloskan hukum untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan mengesahkan pendanaan pemindahan kantor kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun hingga saat ini, tak ada satu pun presiden AS yang menerapkan hukum itu.
Credit CNN Indonesia
Trump Telepon Abbas Ingin Pindahkan Kedubes AS di Israel ke Yerusalem
WASHINGTON
- Presiden Donald Trump menelepon Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada
hari Selasa waktu Washington bahwa dia bermaksud untuk memindahkan
Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Israel dari Tel Aviv ke
Yerusalem.
Trump, menurut seorang pejabat senior AS, berencana mengumumkan pengakuan Washington bahwa Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel pada hari Rabu (6/12/2017).
”Presiden Mahmoud Abbas menerima telepon dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump di mana dia (Trump) memberi tahu presiden tentang niatnya untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem,” kata juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah.
Abu Rdainah tidak merinci apakah Trump juga berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Raja Yordania Abdullah soal langkah AS tersebut.
“Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut mengenai proses perdamaian, keamanan dan stabilitas wilayah dan dunia,” ujar Abu Rdainah, seperti dikutip Reuters.
Menteri Intelijen Israel, Israel Katz, yang bertemu dengan para pejabat AS di Washington pekan lalu, mengatakan kepada Army Radio, bahwa Yerusalem akan diakui sebagai Ibu Kota Israel. ”Kesan saya adalah bahwa presiden akan mengakui Yerusalem, ibu kota abadi orang-orang Yahudi selama 3.000 tahun, sebagai ibu kota negara Israel,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah Israel sedang mempersiapkan gelombang kekerasan jika Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dia berujar; ”Kami sedang mempersiapkan setiap pilihan. Apa pun itu selalu bisa meletus. Jika Abu Mazen (Presiden Palestina Mahmoud Abbas) akan memimpin ke arah itu, maka dia akan membuat kesalahan besar.”
Sementara itu, Turki mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Yahudi itu.
”Trump, Yerusalem adalah garis merah umat Islam,” kata Presiden Turki Tayyip Erdogan dalam sebuah pertemuan parlemen Partai AK, partai berkuasa di Turki.
”Ini bisa sampai sejauh pemutusan hubungan Turki dengan Israel. Saya memperingatkan Amerika Serikat untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini.”
Tapi, Katz melalui Twitter menolak ancaman Erdogan. ”Kami tidak menerima perintah atau menerima ancaman dari presiden Turki,” tulis dia.
Trump, menurut seorang pejabat senior AS, berencana mengumumkan pengakuan Washington bahwa Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel pada hari Rabu (6/12/2017).
”Presiden Mahmoud Abbas menerima telepon dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump di mana dia (Trump) memberi tahu presiden tentang niatnya untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem,” kata juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah.
Abu Rdainah tidak merinci apakah Trump juga berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Raja Yordania Abdullah soal langkah AS tersebut.
“Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut mengenai proses perdamaian, keamanan dan stabilitas wilayah dan dunia,” ujar Abu Rdainah, seperti dikutip Reuters.
Menteri Intelijen Israel, Israel Katz, yang bertemu dengan para pejabat AS di Washington pekan lalu, mengatakan kepada Army Radio, bahwa Yerusalem akan diakui sebagai Ibu Kota Israel. ”Kesan saya adalah bahwa presiden akan mengakui Yerusalem, ibu kota abadi orang-orang Yahudi selama 3.000 tahun, sebagai ibu kota negara Israel,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah Israel sedang mempersiapkan gelombang kekerasan jika Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dia berujar; ”Kami sedang mempersiapkan setiap pilihan. Apa pun itu selalu bisa meletus. Jika Abu Mazen (Presiden Palestina Mahmoud Abbas) akan memimpin ke arah itu, maka dia akan membuat kesalahan besar.”
Sementara itu, Turki mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Yahudi itu.
”Trump, Yerusalem adalah garis merah umat Islam,” kata Presiden Turki Tayyip Erdogan dalam sebuah pertemuan parlemen Partai AK, partai berkuasa di Turki.
”Ini bisa sampai sejauh pemutusan hubungan Turki dengan Israel. Saya memperingatkan Amerika Serikat untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini.”
Tapi, Katz melalui Twitter menolak ancaman Erdogan. ”Kami tidak menerima perintah atau menerima ancaman dari presiden Turki,” tulis dia.
Credit sindonews.com
Telepon Raja Yordania, Trump Tegaskan Pindahkan Kedubes AS ke Yerusalem
AMMAN
- Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dilaporkan telah
melakukan percakapan telepon dengan pemimpin Yordania, Raja Abdullah II
untuk membahas mengenai Yerusalem. Dalam panggilan telepon itu, Trump
memastikan akan memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke
Yerusalem.
Menurut keterangan Istana Raja Yordania, dalam pembicaraan yang berlangsung semalam itu, Trump menyampaikan maksud untuk melanjutkan keputusan memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem. Langkah ini ditentang keras oleh Raja Abdullah.
"Raja Abdullah menuturkan, keputusan tersebut akan memiliki dampak berbahaya terhadap stabilitas dan keamanan kawasan, dan akan menghalangi usaha AS untuk melanjutkan perundingan damai Arab-Israel. Ini juga akan mengobarkan perasaan Muslim dan Kristen," bunyi pernyataan Istana Yordania, seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12).
Trump memang dikabarkan akan mengumumkan apakah dia akan memindahkan kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem pada pekan ini. Pemindahan ini sama dengan pengakuan bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel.
Yordania sendiri sebelumnya mewanti-wanti AS mengenai rencana pemindahan kedubes tersebut. Menurut Amman, pemindahan, yang berarti pengakuan tersebut akan menimbulkan konsekuensi yang amat serius.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi kepada Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, saat keduanya berbicara melalui telepon menegaskan bahwa sangat penting untuk mempertahankan status Yerusalem guna menghindari terjadinya ketegangan lebih lanjut.
Hal serupa juga dilontarkan oleh Turki. Wakil Perdana Menteri Turki, Bekir Bozdag menuturkan jika akhirnya AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, maka hal ini akan menimbulkan bencana di kawasan. Menurut Ankara, konflik baru akan muncul di kawasan yang sudah subur akan konflik tersebut.
Dia lalu menegaskan status Yerusalem telah ditentukan oleh kesepakatan internasional, dan bahwa pelestarian akan hal itu penting untuk perdamaian di wilayah tersebut.
Menurut keterangan Istana Raja Yordania, dalam pembicaraan yang berlangsung semalam itu, Trump menyampaikan maksud untuk melanjutkan keputusan memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem. Langkah ini ditentang keras oleh Raja Abdullah.
"Raja Abdullah menuturkan, keputusan tersebut akan memiliki dampak berbahaya terhadap stabilitas dan keamanan kawasan, dan akan menghalangi usaha AS untuk melanjutkan perundingan damai Arab-Israel. Ini juga akan mengobarkan perasaan Muslim dan Kristen," bunyi pernyataan Istana Yordania, seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12).
Trump memang dikabarkan akan mengumumkan apakah dia akan memindahkan kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem pada pekan ini. Pemindahan ini sama dengan pengakuan bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel.
Yordania sendiri sebelumnya mewanti-wanti AS mengenai rencana pemindahan kedubes tersebut. Menurut Amman, pemindahan, yang berarti pengakuan tersebut akan menimbulkan konsekuensi yang amat serius.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi kepada Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, saat keduanya berbicara melalui telepon menegaskan bahwa sangat penting untuk mempertahankan status Yerusalem guna menghindari terjadinya ketegangan lebih lanjut.
Hal serupa juga dilontarkan oleh Turki. Wakil Perdana Menteri Turki, Bekir Bozdag menuturkan jika akhirnya AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, maka hal ini akan menimbulkan bencana di kawasan. Menurut Ankara, konflik baru akan muncul di kawasan yang sudah subur akan konflik tersebut.
Dia lalu menegaskan status Yerusalem telah ditentukan oleh kesepakatan internasional, dan bahwa pelestarian akan hal itu penting untuk perdamaian di wilayah tersebut.
Credit sindonews.com
Terkait Status Yerusalem, Trump Telefon Pemimpin Negara-Negara Arab
Presiden AS Donald Trump diingatkan bahwa pengumuman terkait Yerusalem dapat berakibat fatal (Foto: Mike Segar/Reuters)
WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berupaya memenuhi janji kampanyenya untuk memindahkan Kedutaan Besar di Israel ke Yerusalem. Langkah tersebut sudah pasti memunculkan reaksi negatif dari sekutu-sekutu Negeri Paman Sam di Timur Tengah, seperti Arab Saudi.
Seorang pejabat senior AS menerangkan, Trump diyakini akan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Meski demikian, pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem akan ditunda hingga enam bulan ke depan. Untuk itu, Trump sudah memberi tahu para pemimpin negara-negara Arab.
Dilansir Reuters, Rabu (6/12/2017), Presiden Trump disebut sudah menelefon Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, Raja Abdullah dari Yordania, Presiden Mesir Abdel Fattah el Sisi, dan Raja Salman bin Abdulaziz dari Kerajaan Arab Saudi. Sang presiden juga sempat berbicara dengan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu.
Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders mengatakan, Presiden Trump akan menyampaikan pidato terkait rencana pengakuan Yerusalem itu pada siang waktu setempat.
Kabar pemberitahuan Trump terhadap negara-negara Arab itu dikonfirmasi oleh juru bicara Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rdainah. Dalam perbincangan tersebut, Abbas mengingatkan Trump akan konsekuensi berbahaya terhadap proses perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan serta dunia.
Sementara itu, Kerajaan Yordania yang mengelola situs suci umat Islam di Yerusalem, menyatakan bahwa pemindahan Kedubes itu akan berakibat fatal bagi kawasan. Pemindahan juga akan mengganggu upaya AS dalam mendorong perundingan damai Israel-Palestina.
Adapun Kerajaan Arab Saudi mengatakan bahwa pengumuman status Yerusalem itu akan memicu kemarahan Muslim di seluruh dunia.
Credit okezone.com