Seperti dilansir Anadolu, Rabu (20/12), Yildirim
mengatakan Turki telah melakukan yang terbaik untuk membantu orang-orang
Rohingya yang berlindung di Bangladesh. "Sudah saatnya mengubah isu
Rohingya ini menjadi sebuah kampanye internasional," kata Yildirim.
Yildirim, didampingi oleh Wakil Perdana Menteri Turki Bekir Bozdag
dan Menteri Kebijakan Sosial Fatma Betul Sayan Kaya, memberikan bantuan
kepada Rohingya. Ia memberi makanan dan mainan untuk anak-anak.
"Panggilan saya ke dunia Muslim dan selebihnya adalah bahwa ini
adalah akhir dari kemanusiaan. Jika Anda tidak bekerja sekarang, kapan
Anda akan bekerja untuk kemanusiaan?," tambahnya
Ia berharap negara-negara Muslim lebih memperhatikan situasi yang
dialami Rohingya. Seperti mengirim bantuan, dan memperluas kerja sama
dengan pihak berwenang Bangladesh sesegera mungkin.
Yildirim mengatakan, kunjungannya ke kamp-kamp tersebut merupakan
bagian dari upaya untuk menarik perhatian masyarakat internasional
terhadap isu Rohingya dan juga untuk melihat langsung derita yang
dialami Rohingya.
Dia menegaskan Ankara sedang dalam pembicaraan dengan Dhaka untuk
memperbaiki kondisi pengungsi Rohingya dan telah meminta Pemerintah
Bangladesh untuk menyediakan area untuk membangun tempat penampungan
permanen bagi para pengungsi tersebut.
"Tapi solusi terakhir adalah memastikan mereka kembali ke tanah air mereka," katanya.
Yildirim juga mengomentari sebuah kesepakatan pemulangan Rohingya
yang ditandatangani 23 November antara Bangladesh dan Myanmar. Ia
berharap kesepakatan antara Bangladesh dan Myanmar dapat terlaksana
dengan baik. Ia berjanji akan terus menyoroti krisis Rohingya di kancah
internasional.
Dia mengatakan wilayah Rakhine di Myanmar adalah tanah orang
Rohingya dan hak Rohingya untuk kembali ke negara tersebut tanpa
hambatan apapun.
Perdana menteri Turki ini juga mengunjungi sebuah rumah sakit di
bawah konstruksi di kamp Balukhali di daerah tersebut. Dia menyerahkan
dua ambulans ke otoritas Bangladesh untuk digunakan oleh Rohingya.
Sebagai bagian dari kunjungannya, Yildirim berbicara dengan pengungsi
Rohingya dan mendengarkan penderitaan dan harapan mereka.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
10 jenazah ditemukan di kuburan massal di Rakhine
Yangon (CB) - Otoritas Myanmar menemukan 10 jenazah yang
dikubur dalam satu kuburan massal di pinggiran sebuah desa di Negara
Bagian Rakhine menurut warta surat kabar yang dikelola militer, Myawady,
Selasa (19/12), sehari setelah militer menyatakan meluncurkan
penyelidikan di tempat itu.
Sekitar 650.000 warga Muslim Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar dan mencari perlindungan di negara tetangga Bangladesh, dalam beberapa bulan belakangan setelah penindakan keras pasukan keamanan Myanmar dalam menanggapi serangan gerilyawan.
Kelompok pemantau hak asasi manusia menuduh pasukan pemerintah melakukan kekejaman, termasuk pembunuhan, pemerkosaan massal dan pembakaran selama tindakan keras tersebut. Amerika Serikat mengatakan tindakan pasukan Myanmar itu adalah sebuah upaya "pembersihan etnis".
Militer Myanmar mengatakan bahwa hasil investigasi internal yang mereka lakukan membuktikan bahwa pasukan keamanan bebas dari segala tuduhan kejahatan.
Satu tim yang meliputi polisi, pemerintah setempat, hakim dan dokter telah memeriksa lokasi makam di Desa Inn Din, sekitar 50 kilometer sebelah utara ibu kota negara bagian Sittwe pada Selasa, dan menemukan 10 jasad orang tak dikenal menurut siaran Myawady.
"Kelompok tersebut melanjutkan proses penyelidikan guna menemukan kebenaran," kata laporan tersebut. Militer tidak segera dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan lebih lanjut.
Penemuan sebuah kuburan massal di dekat pemakaman desa tersebut diumumkan dalam pernyataan di laman Facebook resmi kepala komando tentara pada Senin.
Desa tersebut berada di wilayah Maungdaw, salah satu daerah yang paling buruk terdampak kekerasan yang telah mendorong pejabat tinggi hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menuduh pasukan keamanan Myanmar telah melakukan genosida terhadap Rohingya.
Pasukan bersenjata Myanmar melancarkan apa yang mereka sebut sebagai operasi pembersihan di Rakhine utara setelah gerilyawan Rohingya menyerang 30 pos polisi dan sebuah pangkalan militer pada 25 Agustus. Rakhine utara merupakan daerah di mana banyak warga Muslim minoritas tinggal tanpa memiliki kewarganegaraan.
Pemimpin masyarakat Myanmar, Aung San Suu Kyi, telah mendapat banyak kritik internasional karena dinilai gagal berbuat lebih banyak untuk melindungi warga Rohingya.
Pemerintah sipil, yang tidak memiliki kendali atas militer, menyatakan bahwa tentara mereka telah melakukan operasi melawan pemberontakan secara sah sesuai hukum. Mereka berjanji menyelidiki tuduhan kekerasan di Rakhine jika terdapat bukti, demikian menurut siaran kantor berita Reuters.
Sekitar 650.000 warga Muslim Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar dan mencari perlindungan di negara tetangga Bangladesh, dalam beberapa bulan belakangan setelah penindakan keras pasukan keamanan Myanmar dalam menanggapi serangan gerilyawan.
Kelompok pemantau hak asasi manusia menuduh pasukan pemerintah melakukan kekejaman, termasuk pembunuhan, pemerkosaan massal dan pembakaran selama tindakan keras tersebut. Amerika Serikat mengatakan tindakan pasukan Myanmar itu adalah sebuah upaya "pembersihan etnis".
Militer Myanmar mengatakan bahwa hasil investigasi internal yang mereka lakukan membuktikan bahwa pasukan keamanan bebas dari segala tuduhan kejahatan.
Satu tim yang meliputi polisi, pemerintah setempat, hakim dan dokter telah memeriksa lokasi makam di Desa Inn Din, sekitar 50 kilometer sebelah utara ibu kota negara bagian Sittwe pada Selasa, dan menemukan 10 jasad orang tak dikenal menurut siaran Myawady.
"Kelompok tersebut melanjutkan proses penyelidikan guna menemukan kebenaran," kata laporan tersebut. Militer tidak segera dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan lebih lanjut.
Penemuan sebuah kuburan massal di dekat pemakaman desa tersebut diumumkan dalam pernyataan di laman Facebook resmi kepala komando tentara pada Senin.
Desa tersebut berada di wilayah Maungdaw, salah satu daerah yang paling buruk terdampak kekerasan yang telah mendorong pejabat tinggi hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menuduh pasukan keamanan Myanmar telah melakukan genosida terhadap Rohingya.
Pasukan bersenjata Myanmar melancarkan apa yang mereka sebut sebagai operasi pembersihan di Rakhine utara setelah gerilyawan Rohingya menyerang 30 pos polisi dan sebuah pangkalan militer pada 25 Agustus. Rakhine utara merupakan daerah di mana banyak warga Muslim minoritas tinggal tanpa memiliki kewarganegaraan.
Pemimpin masyarakat Myanmar, Aung San Suu Kyi, telah mendapat banyak kritik internasional karena dinilai gagal berbuat lebih banyak untuk melindungi warga Rohingya.
Pemerintah sipil, yang tidak memiliki kendali atas militer, menyatakan bahwa tentara mereka telah melakukan operasi melawan pemberontakan secara sah sesuai hukum. Mereka berjanji menyelidiki tuduhan kekerasan di Rakhine jika terdapat bukti, demikian menurut siaran kantor berita Reuters.
Credit antaranews.com