Seperti diwartakan Aljazirah, Kamis (28/12) sesampainya di
Tunisia, Erdogan dijamu di istana presiden. Dalam kunjungan itu Erdogan
juga bertemu Perdana Menteri Tunusia Youssef Chahed dan Juru Bicara
Parlemen Muhammed al-Nasir.
Kedua negara sepakat untuk bekerjasama dalam empat bidang,
diantaranya ekonomi, pertahanan, perdagangan dan lingkungan.
"Meningkatkan volume perdagangan merupakan prioritas dari agenda ekonomi
kami," kata Erdogan dalam konferensi Pers seperti dikutip Anadolu Agency.
Dalam kunjungannya itu, Erdogan membawa serta sekitar 150 investor
dari Turki untuk menanamkan modal mereka di Tunisia guna membantu
pertumbuhan ekonomi negara. Menurut Menteri Luar Negeri Turki,
perdagangan kedua negara mencapai 820 juta dolar pada 2015 kemarin.
Sementara dalam bidang pertahanan, kedua negara sepakat untuk
mengadakan kerja sama militer. Dalam hal ini, tentara Tunisia nantinya
akan diberikan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan militer di Turki.
Dalam kesempatan itu, kedua kepala negara juga menyempatkan diri
guna membahas isu-isu terkini seperti status Yerusalem. Presiden Tunisia
Beji Caid Essebsi mengatakan, Tunisia dan Turki sama-sama menolak
dengan tegas keputusan sepihak Amerika Serikat yang mengakui kota suci
tersebut sebagai Ibu Kota Israel.
Hubungan antara Turki dan Tunisia terus mengalir sejak revolusi
Tunisia pada 2011 lalu. Peristiwa tersebut menggulingkan pemimpin
Tunisia lama, Zine El Abidine Ben Ali. Sedangkan, kunjungan Erdogan di
kawasan Afrika akan dilanjutkan ke Chad dan Sudan.
Dalam sebuah konferensi pers itu Erdogan juga sempat menyebut jika
Presiden Suriah Bashar al-Assad merupakan teroris yang sebenarnya. Dia
mengatakan, tidak ada tempat bagi al-Assad untuk masa depan Suriah.
Menurutnya, Suriah sangat tidak mungkin bisa maju jika presidennya
adalah al-Assad.
Credit REPUBLIKA.CO.ID