NEW YORK
- Lebih dari 100 negara menentang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald
Trump. Mereka memilih resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan agar AS
untuk membatalkan pengakuannya atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Sebelumnya, Trump mengancam akan memotong bantuan keuangan negara-negara yang memberikan dukungan terhadap resolusi tersebut. Sebanyak 128 negara mendukung resolusi, sembilan menentang dan 35 abstain.
Ancaman Trump tampaknya memiliki dampak, dengan lebih banyak negara memilih abstain dan menolak resolusi tersebut daripada biasanya terkait dengan resolusi yang berhubungan dengan Palestina. Meskipun demikian, Washington mendapati dirinya terisolasi di panggung dunia karena banyak sekutu Barat dan Arabnya memilih tindakan tersebut.
Menjelang pemungutan suara, AS mengatakan bahwa mereka jadi sasaran tembak di Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait Yerusalem, yang menampung situs suci umat Muslim, Yahudi dan Kristen.
"Amerika Serikat akan mengingat hari ini di mana ia dipilih untuk diserang di Majelis Umum karena tindakan kita menjalankan hak kita sebagai sebuah negara yang berdaulat," Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan kepada Majelis Umum PBB yang beranggota 193 negara.
"Kami akan mengingatnya ketikan kami sekali lagi dipanggil untuk memberika kontribusi besar bagi dunia untuk PBB, dan begitu banyak negara datang memanggil kami, seperti yang sering mereka lakukan, untuk membayar lebih dan menggunakan pengaruh kami untuk keuntungan mereka," tuturnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (22/12/2017).
Awal bulan ini, Trump membalikkan kebijakan Washington selama beberapa dekade dengan mengumumkan bahwa AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan akan memindahkan kedutaannya di sana.
Status Yerusalem adalah salah satu hambatan paling kuat dalam kesepakatan damai antara Israel dan Palestina, yang sangat marah atas tindakan Trump. Masyarakat internasional tidak mengakui kedaulatan Israel atas kota ini.
Pemungutan suara tersebut diminta atas permintaan negara-negara Arab dan Muslim. AS, yang mendukung sekutunya Israel, memveto resolusi tersebut pada hari Senin di Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara.
Sebanyak 14 anggota Dewan Keamanan memilih resolusi yang dibuat oleh Mesir, yang tidak secara khusus menyebutkan AS atau Trump namun mengungkapkan penyesalan mendalam atas keputusan baru-baru ini mengenai status Yerusalem.
Jelang pemungutan suara, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai rumah kebohongan.
"Negara Israel benar-benar menolak pemungutan suara ini, bahkan sebelum persetujuan (resolusi)," kata Netanyahu dalam sebuah pidato di kota pelabuhan Asdod.
Sebelumnya, Trump mengancam akan memotong bantuan keuangan negara-negara yang memberikan dukungan terhadap resolusi tersebut. Sebanyak 128 negara mendukung resolusi, sembilan menentang dan 35 abstain.
Ancaman Trump tampaknya memiliki dampak, dengan lebih banyak negara memilih abstain dan menolak resolusi tersebut daripada biasanya terkait dengan resolusi yang berhubungan dengan Palestina. Meskipun demikian, Washington mendapati dirinya terisolasi di panggung dunia karena banyak sekutu Barat dan Arabnya memilih tindakan tersebut.
Menjelang pemungutan suara, AS mengatakan bahwa mereka jadi sasaran tembak di Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait Yerusalem, yang menampung situs suci umat Muslim, Yahudi dan Kristen.
"Amerika Serikat akan mengingat hari ini di mana ia dipilih untuk diserang di Majelis Umum karena tindakan kita menjalankan hak kita sebagai sebuah negara yang berdaulat," Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan kepada Majelis Umum PBB yang beranggota 193 negara.
"Kami akan mengingatnya ketikan kami sekali lagi dipanggil untuk memberika kontribusi besar bagi dunia untuk PBB, dan begitu banyak negara datang memanggil kami, seperti yang sering mereka lakukan, untuk membayar lebih dan menggunakan pengaruh kami untuk keuntungan mereka," tuturnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (22/12/2017).
Awal bulan ini, Trump membalikkan kebijakan Washington selama beberapa dekade dengan mengumumkan bahwa AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan akan memindahkan kedutaannya di sana.
Status Yerusalem adalah salah satu hambatan paling kuat dalam kesepakatan damai antara Israel dan Palestina, yang sangat marah atas tindakan Trump. Masyarakat internasional tidak mengakui kedaulatan Israel atas kota ini.
Pemungutan suara tersebut diminta atas permintaan negara-negara Arab dan Muslim. AS, yang mendukung sekutunya Israel, memveto resolusi tersebut pada hari Senin di Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara.
Sebanyak 14 anggota Dewan Keamanan memilih resolusi yang dibuat oleh Mesir, yang tidak secara khusus menyebutkan AS atau Trump namun mengungkapkan penyesalan mendalam atas keputusan baru-baru ini mengenai status Yerusalem.
Jelang pemungutan suara, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai rumah kebohongan.
"Negara Israel benar-benar menolak pemungutan suara ini, bahkan sebelum persetujuan (resolusi)," kata Netanyahu dalam sebuah pidato di kota pelabuhan Asdod.
Credit sindonews.com