MARAWI
- Filipina mengerahkan helikopter tempur dan pasukan khusus untuk
mengusir pemberontak yang terkait dengan ISIS di kota Marawi yang
terkepung pada hari Kamis. Pemerintah mengambil langkah militer tersebut
setelah upaya untuk mengendalikan kembali kota itu mendapat perlawanan
berat.
Pasukan darat bersembunyi di balik tembok dan kendaraan lapis baja dan terlibat baku tembak dengan kelompok pejuang Maute. Mereka menembaki tempat-tempat tinggi yang menjadi tempat persembunyian kelompok militan yang telah menguasai kota Marawi di pulau Mindanao selama dua hari terakhir.
Sementara itu helikopter mengitari kota tersebut, menembaki posisi pemberontak Maute dengan senapan mesin. Militer mencoba untuk mengusir mereka dari sebuah jembatan vital untuk merebut kembali Marawi. Marawi adalah kota berpenduduk mayoritas Muslim dengan jumlah 200 ribu orang. Kelompok pejuang Maute telah membakar dan menguasai sebuah sekolah, penjara, katedral dan menculik selusin sandera.
"Kami menghadapi kemungkinan 30 sampai 40 yang tersisa dari kelompok teroris setempat," kata Jo-Ar Herrera, juru bicara Resimen Infantri Pertama militer.
"Militer sedang melakukan operasi bedah yang tepat untuk menghalau mereka. Situasinya sangat lancar dan gerakannya dinamis karena kami ingin mengimbangi dan mengungguli mereka," jelasnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (25/5/2017).
Pertempuran dengan kelompok Maute, yang telah berjanji setia kepada ISIS, dimulai pada Selasa siang saat sebuah serangan yang gagal oleh pasukan keamanan di salah satu tempat persembunyian kelompok tersebut. Serangan itu berubah menjadi menjadi kekacauan.
Gejolak itu adalah perang terakhir bagi Presiden Rodrigo Duterte yang menyampaikan ancamannya untuk memberlakukan darurat militer di Mindanao, pulau terbesar kedua di negara itu, untuk menghentikan penyebaran Islam radikal.
ISIS mengaku bertanggung jawab atas aktivitas Maute melalui kantor berita Amaq.
Sedikitnya 21 orang terdiri dari tujuh tentara, 13 pemberontak dan seorang warga sipil telah terbunuh. Para pemimpin agama mengatakan militan menggunakan orang-orang Kristen yang disandera selama pertempuran sebagai tameng manusia.
Gedung Putih mengutuk kelompok Maute sebagai teroris pengecut dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Amerika Serikat (AS), sebagai sekutu, bangga dengan Filipina. AS akan terus mendukung perjuangannya melawan ekstremisme.
Pasukan darat bersembunyi di balik tembok dan kendaraan lapis baja dan terlibat baku tembak dengan kelompok pejuang Maute. Mereka menembaki tempat-tempat tinggi yang menjadi tempat persembunyian kelompok militan yang telah menguasai kota Marawi di pulau Mindanao selama dua hari terakhir.
Sementara itu helikopter mengitari kota tersebut, menembaki posisi pemberontak Maute dengan senapan mesin. Militer mencoba untuk mengusir mereka dari sebuah jembatan vital untuk merebut kembali Marawi. Marawi adalah kota berpenduduk mayoritas Muslim dengan jumlah 200 ribu orang. Kelompok pejuang Maute telah membakar dan menguasai sebuah sekolah, penjara, katedral dan menculik selusin sandera.
"Kami menghadapi kemungkinan 30 sampai 40 yang tersisa dari kelompok teroris setempat," kata Jo-Ar Herrera, juru bicara Resimen Infantri Pertama militer.
"Militer sedang melakukan operasi bedah yang tepat untuk menghalau mereka. Situasinya sangat lancar dan gerakannya dinamis karena kami ingin mengimbangi dan mengungguli mereka," jelasnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (25/5/2017).
Pertempuran dengan kelompok Maute, yang telah berjanji setia kepada ISIS, dimulai pada Selasa siang saat sebuah serangan yang gagal oleh pasukan keamanan di salah satu tempat persembunyian kelompok tersebut. Serangan itu berubah menjadi menjadi kekacauan.
Gejolak itu adalah perang terakhir bagi Presiden Rodrigo Duterte yang menyampaikan ancamannya untuk memberlakukan darurat militer di Mindanao, pulau terbesar kedua di negara itu, untuk menghentikan penyebaran Islam radikal.
ISIS mengaku bertanggung jawab atas aktivitas Maute melalui kantor berita Amaq.
Sedikitnya 21 orang terdiri dari tujuh tentara, 13 pemberontak dan seorang warga sipil telah terbunuh. Para pemimpin agama mengatakan militan menggunakan orang-orang Kristen yang disandera selama pertempuran sebagai tameng manusia.
Gedung Putih mengutuk kelompok Maute sebagai teroris pengecut dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Amerika Serikat (AS), sebagai sekutu, bangga dengan Filipina. AS akan terus mendukung perjuangannya melawan ekstremisme.
Credit sindonews.com