... pemerintah di Jakarta memperkirakan ada 38 warga Indonesia yang terbang ke Filipina untuk bergabung dengan afiliasi ISIS di sana...
Marawi City, Filipina (CB) - Puluhan gerilyawan asing
bertempur bersama dengan simpatisan kelompok bersenjata ISIS untuk
melawan pasukan pemerintah di wilayah selatan Filipina sepanjang pekan
lalu.
Fenomena ini bukti area bergolak di Filipina itu cepat menjadi pusat tujuan kelompok teroris di Asia.
Seorang sumber intelejen Filipina mengatakan bahwa ada 400-500 petempur di Marawi City, yang terletak di Pulau Mindanao, pada Selasa. DI antara mereka, ada 40 orang yang datang dari luar negeri, termasuk dari negara-negara Timur Tengah.
Sumber yang sama mengungkapkan mereka berasal dari Indonesia, Malaysia, satu orang Pakistan, satu dari Arab Saudi, satu dari Chechnya, seorang Yaman, India, Maroko, dan Turki.
"ISIS tengah menuju kehancuran di Irak dan Suriah, mereka merespon dengan menyebar ke Asia dan wilayah Timur Tengah lain," kata Rohan Gunaratna, pakar keamanan di S. Rajaratnam School of International Studies.
"Salah satu area yang menjadi tujuan mereka adalah Asia Tenggara dengan Filipina sebagai pusatnya," kata dia.
Banyak pejabat di Mindanao yang sudah memperingatkan bahwa kemiskinan, tidak tegaknya hukum, dan konflik perbatasan di area Muslim tersebut akan menjadi lahan subur bagi radikalisme Asia Tenggara, terutama pada saat gerilyawan ISIS terusir dari Irak dan Suriah.
Pertempuran di Marawi City adalah yang pertama di Asia Tenggara di mana ISIS berkonfrontasi langsung dengan pasukan keamanan dalam waktu lama.
Pada tahun lalu, sejumlah petempur ISIS dari Asia Tenggara di Suriah merilis video yang mendesak agar para pengikutnya bergabung dengan perjuangan di wilayah selatan Filipina, alih-alih terbang ke Suriah.
Pakar terorisme lain, Sidney Jones, mengungkap beberapa pesan Telegram yang digunakan oleh pendukung ISIS.
Satu orang pengguna mengaku tengah berada di Marawi City di mana dia menyaksikan tentara "lari seperti babi" dan "darah kotor mereka bercampur dengan mayat sesama."
"Hijrahlah ke Filipina. Pintu telah terbuka," kata seorang pengguna lainnya.
Pertempuran di Marawi City dimulai dengan serangan tentara untuk menangkap Isnilon Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf, sebuah kelompok yang terkenal karena banyak melakukan penculikan dan penyembelihan kepala orang kulit putih.
Abu Sayyaf dan kelompok bersenjata Maute, dua-duanya sudah berbaiat kepada ISIS, bertempur bersama di Marawi City. Mereka membakar sebuah rumah sakit dan sebuah katedral, serta menculik seorang pendeta Katolik.
Menurut sebuah laporan intelejen yang didapatkan Reuters, pemerintah di Jakarta memperkirakan ada 38 warga Indonesia yang terbang ke Filipina untuk bergabung dengan afiliasi ISIS di sana. Sekitar 22 di antara mereka turut bertempur di Marawi City.
Namun demikian, sumber Reuters lain mengatakan bahwa angka sebenarnya bisa melampaui 40 orang.
Sumber dari Densus 88, unit anti-terorisme Indonesia, menyatakan bahwa mereka telah meningkatkan pengawasan di kawasan utara Kalimantan dan Sulawesi untuk mencegah para teroris pergi ke Filipina dengan jalur laut.
Fenomena ini bukti area bergolak di Filipina itu cepat menjadi pusat tujuan kelompok teroris di Asia.
Seorang sumber intelejen Filipina mengatakan bahwa ada 400-500 petempur di Marawi City, yang terletak di Pulau Mindanao, pada Selasa. DI antara mereka, ada 40 orang yang datang dari luar negeri, termasuk dari negara-negara Timur Tengah.
Sumber yang sama mengungkapkan mereka berasal dari Indonesia, Malaysia, satu orang Pakistan, satu dari Arab Saudi, satu dari Chechnya, seorang Yaman, India, Maroko, dan Turki.
"ISIS tengah menuju kehancuran di Irak dan Suriah, mereka merespon dengan menyebar ke Asia dan wilayah Timur Tengah lain," kata Rohan Gunaratna, pakar keamanan di S. Rajaratnam School of International Studies.
"Salah satu area yang menjadi tujuan mereka adalah Asia Tenggara dengan Filipina sebagai pusatnya," kata dia.
Banyak pejabat di Mindanao yang sudah memperingatkan bahwa kemiskinan, tidak tegaknya hukum, dan konflik perbatasan di area Muslim tersebut akan menjadi lahan subur bagi radikalisme Asia Tenggara, terutama pada saat gerilyawan ISIS terusir dari Irak dan Suriah.
Pertempuran di Marawi City adalah yang pertama di Asia Tenggara di mana ISIS berkonfrontasi langsung dengan pasukan keamanan dalam waktu lama.
Pada tahun lalu, sejumlah petempur ISIS dari Asia Tenggara di Suriah merilis video yang mendesak agar para pengikutnya bergabung dengan perjuangan di wilayah selatan Filipina, alih-alih terbang ke Suriah.
Pakar terorisme lain, Sidney Jones, mengungkap beberapa pesan Telegram yang digunakan oleh pendukung ISIS.
Satu orang pengguna mengaku tengah berada di Marawi City di mana dia menyaksikan tentara "lari seperti babi" dan "darah kotor mereka bercampur dengan mayat sesama."
"Hijrahlah ke Filipina. Pintu telah terbuka," kata seorang pengguna lainnya.
Pertempuran di Marawi City dimulai dengan serangan tentara untuk menangkap Isnilon Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf, sebuah kelompok yang terkenal karena banyak melakukan penculikan dan penyembelihan kepala orang kulit putih.
Abu Sayyaf dan kelompok bersenjata Maute, dua-duanya sudah berbaiat kepada ISIS, bertempur bersama di Marawi City. Mereka membakar sebuah rumah sakit dan sebuah katedral, serta menculik seorang pendeta Katolik.
Menurut sebuah laporan intelejen yang didapatkan Reuters, pemerintah di Jakarta memperkirakan ada 38 warga Indonesia yang terbang ke Filipina untuk bergabung dengan afiliasi ISIS di sana. Sekitar 22 di antara mereka turut bertempur di Marawi City.
Namun demikian, sumber Reuters lain mengatakan bahwa angka sebenarnya bisa melampaui 40 orang.
Sumber dari Densus 88, unit anti-terorisme Indonesia, menyatakan bahwa mereka telah meningkatkan pengawasan di kawasan utara Kalimantan dan Sulawesi untuk mencegah para teroris pergi ke Filipina dengan jalur laut.
Credit antaranews.com