Duterte mengatakan, insiden ini
terjadi di dekat kota Marawi ketika militer sedang melakukan operasi
pemberangusan teroris. (Reuters/Erik De Castro)
Jakarta, CB --
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, melaporkan bahwa
kelompok militan di bagian selatan negaranya memenggal kepala
kepolisian setempat.
Duterte mengatakan, insiden ini terjadi di dekat kota Marawi ketika militer sedang melakukan operasi pemberangusan teroris.
"Kepala kepolisian di Malabang tengah dalam perjalan pulang dan tiba-tiba dicegat oleh teroris. Saya pikir, saat itu juga mereka memenggal kepalanya," tutur Duterte dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (24/5).
Insiden ini terjadi bertepatan dengan keputusan Duterte mengumumkan status darurat militer di kawasan Mindanao setelah tiga anggota pasukan keamanan tewas saat bentrok di tempat persembunyian pemberontak Maute di Marawi, Selasa (24/5).
Pertarungan di kota berpenduduk 200 ribu itu meletus saat Angkatan bersenjata Filipina menyerbu sebuah rumah yang diyakini merupakan tempat persembunyian Isnilon Hapilon, pemimpin kelompok Abu Sayyaf.
Lebih dari 100 militan bersenjata terlibat bentrokan dengan militer dalam operasi ini. Beberapa di antara mereka membakar bangunan dan melakukan sejumlah taktik lainnya untuk mengecoh aparat.
Menurut sejumlah pejabat lokal, sejak bentrokan mencuat, ribuan warga sipil berangsur-angsur meninggalkan Marawi.
Otoritas menuturkan, operasi militer di Mindanao selama ini dilakukan guna memerangi Abu Sayyaf dan Maute.
Namun, pertempuran sporadis tetap meluas, menunjukkan kemampuan kelompok militan dalam menebar teror dan menimbulkan kehancuran.
Duterte pun sudah berulang kali mengatakan bahwa darurat militer merupakan cara tepat untuk memberangus militan dan mencegah ekstremisme serta radikalisme menyebar di negaranya.
Duterte mengatakan, insiden ini terjadi di dekat kota Marawi ketika militer sedang melakukan operasi pemberangusan teroris.
"Kepala kepolisian di Malabang tengah dalam perjalan pulang dan tiba-tiba dicegat oleh teroris. Saya pikir, saat itu juga mereka memenggal kepalanya," tutur Duterte dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (24/5).
Insiden ini terjadi bertepatan dengan keputusan Duterte mengumumkan status darurat militer di kawasan Mindanao setelah tiga anggota pasukan keamanan tewas saat bentrok di tempat persembunyian pemberontak Maute di Marawi, Selasa (24/5).
Pertarungan di kota berpenduduk 200 ribu itu meletus saat Angkatan bersenjata Filipina menyerbu sebuah rumah yang diyakini merupakan tempat persembunyian Isnilon Hapilon, pemimpin kelompok Abu Sayyaf.
Lebih dari 100 militan bersenjata terlibat bentrokan dengan militer dalam operasi ini. Beberapa di antara mereka membakar bangunan dan melakukan sejumlah taktik lainnya untuk mengecoh aparat.
Menurut sejumlah pejabat lokal, sejak bentrokan mencuat, ribuan warga sipil berangsur-angsur meninggalkan Marawi.
Otoritas menuturkan, operasi militer di Mindanao selama ini dilakukan guna memerangi Abu Sayyaf dan Maute.
Namun, pertempuran sporadis tetap meluas, menunjukkan kemampuan kelompok militan dalam menebar teror dan menimbulkan kehancuran.
Duterte pun sudah berulang kali mengatakan bahwa darurat militer merupakan cara tepat untuk memberangus militan dan mencegah ekstremisme serta radikalisme menyebar di negaranya.
Credit CNN Indonesia