Pada 9 Mei, jet tempur
Sukhoi Su-30 milik Rusia, seraya melakukan manuver aerobatik, memaksa
pesawat pengintai P-8A Poseidon milik AS untuk meninggalkan zona udara
Rusia di atas Laut Hitam. Namun begitu, pakar mengatakan bahwa pilot
Rusia di Su-30 itu tidak berhak memperagakan manuver di dekat pesawat
AS.
Jet tempur Su-30.
Sumber: Mikhail Voskresenskiy/RIA
Novosti
Kode Etik Tertulis dan Tidak Tertulis di Udara
Saat ini, dalam situasi seperti itu, pesawat akan bertindak demikian: mengikuti pesawat asing hingga dekat sayapnya lalu terbang sejajar dengannya, ujar mantan Komandan Aviasi Angkatan Laut Rusia Koljen Vladimir Deyneka kepada RBTH.“Tahun lalu, ada sebuah kejadian di mana jet Su-27 mensimulasikan serangan misil ke pesawat NATO di atas Laut Baltik. Pesawat Rusia itu berhadapan dengan pesawat NATO, menunjukkan misilnya, dan lalu terbang begitu saja. Inilah yang disebut sebagai pengawalan udara. Sang jet tempur menunjukkan bahwa ketika ada aksi agresif, ia siap menyerang,” ujar Dmitry Safonov, analis militer harian Izvestia, kepada RBTH.
Ia ingat saat bomber Tu-95 juga dikawal oleh jet F-16 milik AS saat sedang terbang di dekat Alaska, yang juga menunjukkan bahwa AS juga dapat menggunakan senjata kapan pun jika pesawat Rusia masuk ke zona udara mereka.
“Jika sebuah jet masuk ke zona udara negara lain, ia akan dipaksa mendarat: pesawat lain akan terus mengikutinya. Tapi misil tidak mungkin digunakan karena dapat berbuah Perang Dunia III,” ujar Safonov.
Deyneka mengatakan bahwa Moskow dan Washington memiliki sebuah perjanjian yang dibuat tahun 1972 mengenai pencegahan insiden udara. Perjanjian itu mengatur sejumlah kode etik, seperti apa saja yang diperbolehkan dan apa yang tidak. “Sehingga, seorang pilot yang sedang ditekan oleh pesawat lain harusnya mengerti dalam situasi mana ia punya hak legal untuk merespons supaya tidak memprovokasi terjadinya konflik militer, dan dalam situasi mana ia harus terbang atau mendaratkan pesawatnya,” tutur Deyneka.
Bolehkah Bermanuver Dekat Pesawat Asing?
Pilot Rusia tidak diizinkan untuk melintas di jalur kapal laut atau di jalur pesawat lain di udara, ujar pengamat militer TASS Viktor Litovkin kepada RBTH.“Memperagakan manuver aerobatik di dekat pesawat lain tidaklah lebih dari kesombongan militer. Su-30 yang memiliki kemampuan bermanuver tinggi memberikan pilot kemampuan yang tidak dapat pesawat lain di dunia berikan. Itulah kenapa para pilotnya terkadang menjadi sombong,” ujar Litovkin.
Di saat yang bersamaan, secara teknis pilot Su-30 itu tidak melanggar peraturan apa pun karena ia melaksanakan misi tempurnya.
“Sang pilot ‘mendorong’ pesawat asing keluar daerahnya. Ia tidak kehilangan pesawatnya, tidak memprovokasi terjadinya konflik, dan kembali ke pangkalannya. Itulah tugas utama jet tempur pencegat. Saya tidak tahu pasti apakah pilot-pilot akan diberikan bonus dalam kasus seperti ini, tapi secara umum, itu adalah nilai tambah untuk sang pilot,” ujar Litovkin menambahkan.
Kenapa Militer Rusia dan AS Menyebut Satu Sama Lain ‘Profesional’?
Di tahun-tahun pemerintahan Barack Obama, Rusia dan AS sering mengkritik satu sama lain karena insiden serupa. Namun begitu, Safonov mengatakan bahwa saat ini iklim politik telah berubah, dan situasi militer saat ini tidak lagi memicu amarah di antara militer kedua negara.Sebagai contoh, Juru Bicara Komando Pertahanan Udara Amerika Utara (NORAD) Ashley Peck mengatakan bahwa aksi bomber Rusia di Alaska profesional dan sesuai kode etika di udara.
“Trump menginginkan hubungan kemitraan, sementara pemerintahan Obama menyebut Rusia sebagai ancaman utama perdamaian. Saling tuduh di insiden seperti ini hanya berujung pada penciptaan pandangan yang berkontradiksi di antara kedua negara. Untungnya, sekarang agresi ke satu sama lain telah berkurang,” ujar Safonov.
Credit indonesia.rbth.com