Ilustrasi operasi ICE. (ICE/Handout via Reuters)
Jakarta, CB --
Empat warga negara Indonesia yang dilindungi selama
pemerintahan Barack Obama, ditahan oleh Aparat Imigrasi dan Bea Cukai
Amerika Serikat (ICE) pada Senin (8/5) dan akan segera dideportasi.
"KJRI New York sudah mendapatkan akses kekonsuleran. Empat WNI tersebut dalam keadaan baik dan sedang menunggu proses pemulangan. KJRI terus memantau perkembangannya," ujar Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamad Iqbal.
Iqbal mengatakan, keempat WNI itu sebenarnya sudah masuk ke AS sejak 2000 dan meminta suaka yang kemudian ditolak pada 2012. Menurut Iqbal, deportasi ini terkait dengan penolakan suaka tersebut.
Sebagaimana dilansir situs stasiun radio publik New York, WNYC, keempat WNI Kristen itu hijrah dari Indonesia ke AS dengan visa turis untuk menghindari ancaman yang berkaitan dengan agama pada medio 1990-an.
Tak lama setelah itu, tepatnya setelah tragedi 9/11, pemerintahan AS di bawah George W. Bush memberlakukan aturan imigrasi baru, yaitu semua pemegang visa sementara dari negara mayoritas Muslim harus mendaftarkan diri ke pemerintah.
Meski beragama Kristen, keempat WNI ini tak luput dari aturan tersebut. Mereka tetap harus mendaftarkan diri ke lembaga federal.
Namun ternyata, suaka keempat WNI itu ditolak karena aplikasi mereka sudah melewati tenggat waktu, yaitu satu tahun setelah ketibaan di AS.
Kendati demikian, mereka tetap tinggal di New Jersey tanpa status permanen, bekerja serabutan di gudang atau pabrik. Hingga akhirnya pada 2006, ICE melancarkan operasi penggerebekan di sejumlah titik berkumpulnya warga ilegal.
Saat itu, banyak WNI ditahan. Sebagian dari mereka dideportasi, sementara yang lainnya ditahan.
Pada 2009, komunitas Kaper-Dale membuat perjanjian dengan pemerintahan Obama yang akhirnya mengizinkan puluhan orang tetap tinggal di AS di bawah satu masa percobaan dengan nama "perintah supervisi."
Perjanjian itu hanya bertahan hingga 2012 dan proses deportasi kembali dilakukan. Kaper-Dale pun akhirnya mengubah gereja mereka menjadi tempat perlindungan bagi para pengungsi. Mereka menampung keempat WNI tersebut selama 11 bulan.
Kaper-Dale terus mendesak pemerintah untuk bisa menerima kehadiran keempat WNI ini. Mereka mengatakan, keempat WNI ini sudah memberikan banyak sumbangsih bagi lingkungan sekitar.
Sebut saja saat AS dihantam Badai Sandi, salah satu dari keempat WNI tersebut, Harry Pangemanan, membantu membangun kembali 200 rumah.
Lobi Kaper-Dale membuahkan hasil. Pada 2013, pejabat federal mengatakan, keempat WNI itu dapat tetap tinggal di AS selama mereka tidak melakukan tindakan kriminal. Mereka juga diwajibkan bertemu dengan ICE setahun sekali.
Setelah pemerintahan bergulir ke tangan Donald Trump, ada sejumlah perubahan regulasi. Trump bahkan sudah menandatangani perintah eksekutif untuk memperketat imigrasi.
Namun, Iqbal mengatakan bahwa "deportasi ini tidak terkait dengan kebijaksn Presiden Trump."
ICE sendiri tak menjabarkan lebih lanjut alasan penangkapan keempat WNI tersebut. Juru bicara ICE, Lou Martinez, hanya mengatakan bahwa mereka tengah menunggu proses pengadilan.
"KJRI New York sudah mendapatkan akses kekonsuleran. Empat WNI tersebut dalam keadaan baik dan sedang menunggu proses pemulangan. KJRI terus memantau perkembangannya," ujar Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamad Iqbal.
Iqbal mengatakan, keempat WNI itu sebenarnya sudah masuk ke AS sejak 2000 dan meminta suaka yang kemudian ditolak pada 2012. Menurut Iqbal, deportasi ini terkait dengan penolakan suaka tersebut.
Sebagaimana dilansir situs stasiun radio publik New York, WNYC, keempat WNI Kristen itu hijrah dari Indonesia ke AS dengan visa turis untuk menghindari ancaman yang berkaitan dengan agama pada medio 1990-an.
Tak lama setelah itu, tepatnya setelah tragedi 9/11, pemerintahan AS di bawah George W. Bush memberlakukan aturan imigrasi baru, yaitu semua pemegang visa sementara dari negara mayoritas Muslim harus mendaftarkan diri ke pemerintah.
Meski beragama Kristen, keempat WNI ini tak luput dari aturan tersebut. Mereka tetap harus mendaftarkan diri ke lembaga federal.
Namun ternyata, suaka keempat WNI itu ditolak karena aplikasi mereka sudah melewati tenggat waktu, yaitu satu tahun setelah ketibaan di AS.
Kendati demikian, mereka tetap tinggal di New Jersey tanpa status permanen, bekerja serabutan di gudang atau pabrik. Hingga akhirnya pada 2006, ICE melancarkan operasi penggerebekan di sejumlah titik berkumpulnya warga ilegal.
Saat itu, banyak WNI ditahan. Sebagian dari mereka dideportasi, sementara yang lainnya ditahan.
Pada 2009, komunitas Kaper-Dale membuat perjanjian dengan pemerintahan Obama yang akhirnya mengizinkan puluhan orang tetap tinggal di AS di bawah satu masa percobaan dengan nama "perintah supervisi."
Perjanjian itu hanya bertahan hingga 2012 dan proses deportasi kembali dilakukan. Kaper-Dale pun akhirnya mengubah gereja mereka menjadi tempat perlindungan bagi para pengungsi. Mereka menampung keempat WNI tersebut selama 11 bulan.
Kaper-Dale terus mendesak pemerintah untuk bisa menerima kehadiran keempat WNI ini. Mereka mengatakan, keempat WNI ini sudah memberikan banyak sumbangsih bagi lingkungan sekitar.
Sebut saja saat AS dihantam Badai Sandi, salah satu dari keempat WNI tersebut, Harry Pangemanan, membantu membangun kembali 200 rumah.
Lobi Kaper-Dale membuahkan hasil. Pada 2013, pejabat federal mengatakan, keempat WNI itu dapat tetap tinggal di AS selama mereka tidak melakukan tindakan kriminal. Mereka juga diwajibkan bertemu dengan ICE setahun sekali.
Setelah pemerintahan bergulir ke tangan Donald Trump, ada sejumlah perubahan regulasi. Trump bahkan sudah menandatangani perintah eksekutif untuk memperketat imigrasi.
Namun, Iqbal mengatakan bahwa "deportasi ini tidak terkait dengan kebijaksn Presiden Trump."
ICE sendiri tak menjabarkan lebih lanjut alasan penangkapan keempat WNI tersebut. Juru bicara ICE, Lou Martinez, hanya mengatakan bahwa mereka tengah menunggu proses pengadilan.
Credit CNN Indonesia