Di bawah arahan para pemain profesional dari grup Adelindo Angklung pimpinan Ferry Chandra itu, para mahasiswa tersebut juga menyajikan lagu-lagu lain, seperti Manuk Dadali, Madu dan Racun, sampai We are the Champions.
Salah satu panitia festival, Siti Maesaroh menuturkan bahwa instrumen musik dari Tanah Sunda ini memenuhi misi dari Flinders University Multicultural Festival sebagai jembatan dan ruang bersama untuk bertemu dan saling berinteraksi.
"Angklung menjadi media yang sangat efektif untuk mempertemukan para pelajar internasional dengan keragaman bangsa, budaya, dan agamanya," ujarnya dalam surat elektronik, Jumat (15/5/2015).
Perempuan yang akrab disapa Site ini memaparkan, para pelajar Flinders dari Australia, Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika dalam festival yang diselenggarakan Flinders University Student Association (FUSA) itu berusaha untuk mendemonstrasikan kekhasan budaya masing-masing, baik musik, nyanyian, tarian, permainan, maupun makanan masing-masing negara.
"Dalam kesempatan itu, selama tiga hari perwakilan Indonesia selain menampilkan angklung dan juga tari Bali, Saman, Yospan, Tor Tor, Jaipong, rebana, dan pencak silat. Makanan Indonesia, seperti rendang, bakso, bakwan, dan risol juga dijajakan," imbuh mahasiswi yang sedang menempuh program master kajian disabilitas itu.
Beberapa mahasiswa asing yang turut memainkan angklung tersebut merasa senang bisa berpartisipasi dalam festival multikultural di kampus Flinders yang dilaksanakan pada 13 sampai 15 Mei tersebut. "Cantik, harmonis, dan saya langsung jatuh cinta pada angklung," ucap Soira Tamang, mahasiswi berkebangsaan Bhutan saat meluapkan perasaannya sambil memeluk angklung.
Kekaguman yang sama juga dialami oleh Shizuka Nakagawa yang mengenakan baju khas Jepangnya. "Amazing! Saya bahagia luar biasa bisa bersama-sama teman dan mahasiswa lainnya memainkan alat musik dari bambu ini," tuturnya.
Credit Okezone