Foto sebuah bangunan yang hancur di kompleks bandara Donetsk, Ukraina - AFP / VASILY MAXIMOV
Dari periode Desember 2014 hingga Februari 2015, badan hak asasi manusia PBB melaporkan adanya ratusan korban tewas dari kalangan prajurit dan warga sipil di Donetsk dan Debaltseve. Sebulan lalu, kota strategis Debaltseve direbut separatis pro Rusia dari pemerintah Ukraina.
Meski Rusia membantah pasukannya terlibat peperangan di Ukraina, PBB menyebut sejumlah laporan kredibel menunjukkan pasokan persenjataan berat dan pejuang asing berdatangan dari arah Rusia.
"Kenyataan ini memperkuat kapasitas pasukan separatis untuk melawan pemerintah dan melancarkan operasi di sejumlah daerah, termasuk di sekitar bandara Donetsk, Mariupol dan Debaltseve," tulis laporan PBB, seperti diwartakan Associated Press, Senin (2/3/2015).
Kepala Ham PBB Zeid Raad al-Hussein mengatakan banyak warga yang tetap tinggal di wilayah konflik "karena takut ditembak mati jika berusaha melarikan diri."
"Banyak dari mereka tetap tinggal untuk melindungi anak-anak, anggota keluarga lain atau properti masing-masing. Sebagian dari mereka juga terpaksa tinggal dan tak bisa pergi," tutur Zeid.
Konflik di timur Ukraina ini juga diklaim PBB meningkatkan risiko terjadinya perdagangan perempuan dari Ukraina.
Zeid meminta semua pihak untuk menghormati gencatan senjata dan perjanjian terbaru yang ditandatangani di Minsk, Belarusia. Dalam perjanjian itu, kubu pemerintah Ukraina dan separatis harus sama-sama menarik persenjataan berat dari garis depan.
Credit Metrotvnews.com