Selasa, 03 Maret 2015

Filipina Rebut Markas BIFF, Empat WNI Ditemukan


Filipina Rebut Markas BIFF, Empat WNI Ditemukan  
Operasi polisi Filipina berubah menjadi pertempuran dengan militan Pejuang Kebebasan Islami Bangsamoro, atau BIFF. Sebanyak 44 petugas kepolisian tewas, sementara 12 lainnya terluka.(Ilustrasi/Getty Images/Jeoffrey Maitem)
 
 
Manila, CB -- Pasukan militer Filipina menyita markas Pejuang Kebebasan Islam Bangsamoro (BIFF), dan pabrik bom di selatan Filipina, pada Senin (2/3).

Diberitakan Reuters, arteleri terlihat mengepung markas BIFF di pulau selatan Mindanao, dekat dengan lokasi bentrok antara polisi, BIFF, dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF), yang menewaskan 44 pasukan komando polisi pada bulan Januari.

"Pasukan kami menangkap sebuah markas musuh," kata juru bicara militer Kolonel Restituto Padilla dalam konferensi pers di Manila, dikutip dari Reuters, Senin (2/3).

"Daerah ini menghasilkan banyak bahan pembuat bom. Para pemberontak melarikan diri, dan tercerai menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil," kata Padilla melanjutkan.

Sementara, juru bicara kelompok pemberontak tidak bersedia untuk memberikan komentar terkait hal ini.

Di dalam markas tersebut, petugas keamanan menyita sejumlah karung berisi amonium nitrat, mortir kering, bahan peledak, kabel dan material lainnya yang digunakan sebagai peluru.

Padilla menyatakan bahwa para tentara juga mendeteksi lima orang asing di daerah tersebut, yaitu seorang warga Arab dan empat orang Indonesia.

"Kami menerima laporan lima militan asing tersebut merupakan anggota al-Qaidah, telah mengajarkan kepada para pemberontak teknik pembuatan bom terbaru," katanya.

"Mereka bersama dengan BIFF," kata Padilla menambahkan.

Dalam bentrokan yang terjadi pada 25 Januari lalu, pasukan komando polisi menyelinap ke daerah pemberontak untuk menangkap Zulkifli bin Hir, alias Marwan, seorang pembuat bom untuk kelompok militan Al-Qaidah.

Marwan, salah satu tersangka yang berada di balik serangan bom Bali II, merupakan salah satu anggota militan yang telah lama diburu Amerika Serikat. Bahkan, kepala Marwan dikabarkan seharga US$5 juta.

Marwan kemudian dikonfirmasi telah tewas dalam bentrokan tersebut. Meskipun tak sempat mengevakuasi jenazah Marwan, petugas keamanan Filipina menyatakan mempunyai foto jenazah Marwan dan memotong sejumlah jarinya untuk dijadikan bukti.

Namun, misi tersebut berubah menjadi bentrokan ketika anggota polisi Angkatan Khusus disergap oleh pasukan gabungan MILF dan BIFF.

Para pakar menilai insiden ini merupakan ujian terberat bagi Presiden Benigno Aquino dalam lima tahun menjabat. Insiden ini juga menimbulkan keraguan pada proses perdamaian yang tengah diusung oleh pemerintah dan MILF.

Aquino berjanji akan memberikan otonomi daerah kepada MILF di wilayah selatan, yang dipenuhi penduduk keturunan Bangsamoro yang mayoritas Muslim, berbeda dengan daerah lainnya di Filipina yang mayoritas Kristen.

Namun, bentrokan di awal Januari tersebut telah menyebabkan Senat dan DPR Filipina menangguhkan eraturan perundang-undangan untuk daerah otonomi tersebut, beserta dengan Undang-Undang Dasar Bangsamoro.

Anggota parlemen, uskup, kelompok masyarakat sipil dan aktivis telah menyerukan Presiden Aquino untuk mengundurkan diri setelah dia membiarkan seorang jenderal polisi yang sedang dibebastugaskan untuk merencanakan dan melaksanakan misi menangkap Marwan dan rekannya, Abdul Basit Usman.


Credit  CNN Indonesia