CB, Jakarta - Rusia dan Arab Saudi mencapai
kesepakatan pada bulan September untuk meningkatkan produksi minyak
untuk meredam kenaikan harga minyak dunia, setelah Amerika Serikat
mengeluh tingginya harga minyak dunia akibat sanksi minyak Iran.
Presiden AS Donald Trump telah menyalahkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk harga minyak mentah yang semakin tinggi dan menyerukan untuk meningkatkan produksi guna menurunkan biaya bahan bakar sebelum pemilihan kongres AS pada 6 November.
DIlaporkan Reuters, 4 Oktober 2018, pokok kesepatan adalah bagaimana Rusia dan Arab Saudi memutuskan kebijakan produksi minyak secara bilateral, sebelum berkonsultasi dengan anggota OPEC yang lain.
Sumber terkait mengatakan Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih, dan Menteri Energi dari Rusia, Alexander Novak, setuju selama serangkaian pertemuan untuk meningkatkan produksi dari September hingga Desember karena minyak mentah menuju angka US$ 80 (Rp 1,21 juta) per barel, yang sekarang menembus US$ 85 (Rp 1,28) lebih per barel.
Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih, selama upacara pembukaan perdana Komite Pengawasan Menteri OPEC di Aljazair, 23 September 2018. [REUTERS / Ramzi Boudina / File Photo]
"Rusia dan Arab Saudi setuju untuk menambah barel ke pasar secara diam-diam dengan pandangan, langkah ini tidak terlihat seperti mereka bertindak atas perintah Trump untuk memompa lebih banyak minyak," kata salah satu sumber.
Awalnya, kedua negara berharap untuk mengumumkan peningkatan keseluruhan 500.000 barel per hari (bpd) dari OPEC yang dipimpin Arab Saudi dan negara non-OPEC Rusia pada pertemuan para menteri minyak di Aljazair pada akhir September.
Tetapi dengan oposisi dari beberapa di OPEC, termasuk Iran yang terkena sanksi AS, mereka memutuskan untuk menunda keputusan resmi sampai pertemuan penuh OPEC pada Desember.
Eksekutif di perusahaan minyak dan gas terbesar dunia berada di bawah tekanan untuk menambah cadangan dan menghentikan penurunan produksi minyak mentah setelah bertahun-tahun penghematan.
Sementara produksi minyak Rusia naik menjadi 11,36 juta barel per hari (bph) pada September dan melampaui rekor tertinggi 11,247 juta bph pada Oktober 2016, ungkap Kementerian Energi Rusia, seperti dikutip dari Russia Today. Rekor sebelumnya berfungsi sebagai dasar Rusia untuk kesepakatan dengan OPEC untuk mengurangi produksi.
Peningkatan output minyak Rusia terjadi karena produksi yang lebih tinggi dari Rosneft dan proyek-proyek yang dipimpin asing seperti Sakhalin-1. Berita itu muncul pada saat sanksi AS terhadap Iran akan mulai berlaku pada awal November, dan Teheran kemungkinan akan kehilangan hingga 1,5 juta bpd ekspornya di luar negeri.
Sejak pertemuan di Aljazair, Arab Saudi berencana untuk meningkatkan produksi sekitar 200.000 barel per hari hingga 300.000 barel per hari dari September untuk membantu mengisi kuota yang kosong dari produksi Iran karena sanksi.
Kilang minyak Aramco di dekat Khurais, Riyadh, Saudi Arabia REUTERS/Ali Jarekji
Iran menuduh Arab Saudi dan Rusia melanggar kesepakatan OPEC tentang pengurangan produksi dengan memproduksi lebih banyak minyak mentah, menambahkan bahwa kedua negara itu tidak akan dapat memproduksi minyak yang cukup untuk menutupi penurunan ekspor Iran.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Rabu mengatakan pihaknya dapat meningkatkan produksi sebesar 200.000 hingga 300.000 barel per hari untuk mengatasi kemungkinan kekurangan bahan bakar sementara Falih mengatakan Arab Saudi akan meningkatkan produksi lebih lanjut pada November dari 10,7 juta barel per hari.
"Ekspor minyak mentah Iran jauh lebih rendah dan pelaku pasar prihatin terhadap defisit pasar yang luas pada kuartal ini," kata Giovanni Staunovo, analis di bank Swiss UBS.
"Untuk menutupi kerugian tersebut, Arab Saudi, Rusia dan negara-negara Teluk lainnya meningkatkan produksi minyak, tetapi ini akan menurunkan kapasitas cadangan global minyak ke level terendah selama 10 tahun terakhir," tambahnya.
Presiden AS Donald Trump telah menyalahkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk harga minyak mentah yang semakin tinggi dan menyerukan untuk meningkatkan produksi guna menurunkan biaya bahan bakar sebelum pemilihan kongres AS pada 6 November.
DIlaporkan Reuters, 4 Oktober 2018, pokok kesepatan adalah bagaimana Rusia dan Arab Saudi memutuskan kebijakan produksi minyak secara bilateral, sebelum berkonsultasi dengan anggota OPEC yang lain.
Sumber terkait mengatakan Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih, dan Menteri Energi dari Rusia, Alexander Novak, setuju selama serangkaian pertemuan untuk meningkatkan produksi dari September hingga Desember karena minyak mentah menuju angka US$ 80 (Rp 1,21 juta) per barel, yang sekarang menembus US$ 85 (Rp 1,28) lebih per barel.
Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih, selama upacara pembukaan perdana Komite Pengawasan Menteri OPEC di Aljazair, 23 September 2018. [REUTERS / Ramzi Boudina / File Photo]
"Rusia dan Arab Saudi setuju untuk menambah barel ke pasar secara diam-diam dengan pandangan, langkah ini tidak terlihat seperti mereka bertindak atas perintah Trump untuk memompa lebih banyak minyak," kata salah satu sumber.
Awalnya, kedua negara berharap untuk mengumumkan peningkatan keseluruhan 500.000 barel per hari (bpd) dari OPEC yang dipimpin Arab Saudi dan negara non-OPEC Rusia pada pertemuan para menteri minyak di Aljazair pada akhir September.
Tetapi dengan oposisi dari beberapa di OPEC, termasuk Iran yang terkena sanksi AS, mereka memutuskan untuk menunda keputusan resmi sampai pertemuan penuh OPEC pada Desember.
Eksekutif di perusahaan minyak dan gas terbesar dunia berada di bawah tekanan untuk menambah cadangan dan menghentikan penurunan produksi minyak mentah setelah bertahun-tahun penghematan.
Sementara produksi minyak Rusia naik menjadi 11,36 juta barel per hari (bph) pada September dan melampaui rekor tertinggi 11,247 juta bph pada Oktober 2016, ungkap Kementerian Energi Rusia, seperti dikutip dari Russia Today. Rekor sebelumnya berfungsi sebagai dasar Rusia untuk kesepakatan dengan OPEC untuk mengurangi produksi.
Peningkatan output minyak Rusia terjadi karena produksi yang lebih tinggi dari Rosneft dan proyek-proyek yang dipimpin asing seperti Sakhalin-1. Berita itu muncul pada saat sanksi AS terhadap Iran akan mulai berlaku pada awal November, dan Teheran kemungkinan akan kehilangan hingga 1,5 juta bpd ekspornya di luar negeri.
Sejak pertemuan di Aljazair, Arab Saudi berencana untuk meningkatkan produksi sekitar 200.000 barel per hari hingga 300.000 barel per hari dari September untuk membantu mengisi kuota yang kosong dari produksi Iran karena sanksi.
Kilang minyak Aramco di dekat Khurais, Riyadh, Saudi Arabia REUTERS/Ali Jarekji
Iran menuduh Arab Saudi dan Rusia melanggar kesepakatan OPEC tentang pengurangan produksi dengan memproduksi lebih banyak minyak mentah, menambahkan bahwa kedua negara itu tidak akan dapat memproduksi minyak yang cukup untuk menutupi penurunan ekspor Iran.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Rabu mengatakan pihaknya dapat meningkatkan produksi sebesar 200.000 hingga 300.000 barel per hari untuk mengatasi kemungkinan kekurangan bahan bakar sementara Falih mengatakan Arab Saudi akan meningkatkan produksi lebih lanjut pada November dari 10,7 juta barel per hari.
"Ekspor minyak mentah Iran jauh lebih rendah dan pelaku pasar prihatin terhadap defisit pasar yang luas pada kuartal ini," kata Giovanni Staunovo, analis di bank Swiss UBS.
"Untuk menutupi kerugian tersebut, Arab Saudi, Rusia dan negara-negara Teluk lainnya meningkatkan produksi minyak, tetapi ini akan menurunkan kapasitas cadangan global minyak ke level terendah selama 10 tahun terakhir," tambahnya.
Credit tempo.co