Jumat, 06 Oktober 2017

Sempat 9 Kali Berganti Nama, Inilah Nama Angkatan Bersenjata Indonesia Sebelum Menjadi TNI


Sempat 9 Kali Berganti Nama, Inilah Nama Angkatan Bersenjata Indonesia Sebelum Menjadi TNI
Puspen TNI/Kolonel Inf Bedali Harefa, S.H
BERSAMA RAKYAT TNI KUAT - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo didampingi Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Mulyono, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Supandi dan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, meninjau Gladi Bersih Upacara Parade dan Defile Peringatan HUT Ke-72 TNI Tahun 2017 di Dermaga Indah Kiat Cilegon, Provinsi Banten, Selasa (3/10/2017). (PUSPEN TNI/


CB, JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia (TNI) merayakan hari jadinya yang ke-72 pada tanggal 5 Oktober tahun 2017 ini.
TNI sendiri adalah buah dari perlawanan masyarakat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman jajahan yang akan dilakukan kembali oleh Belanda.
Sebelum menjadi TNI, nama angkatan bersenjata Indonesia sempat 9 kali berganti nama.

Tahukah Anda nama-nama dan alasan pergantian nama tersebut? Mari simak penjelasan berikut.
Pertama, pemerintah pada awalnya membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai pertahanan awal pasca proklamasi kemerdekaan.
Dua anggota PPKI yakni Abikoesno Tjokrosoejoso dan Otto Iskandardinata diyakini sebagai pihak yang mengusulkan dibentuknya organisasi tersebut dalam sidang PPKI.
Tepatnya pada tanggal 23 Agustus 1945, BKR dibentuk dan beranggotakan para pemuda Indonesia yang sebelumnya mendapat pendidikan militer sebagai tentara Pembela Tanah Air (PETA), HEIHO, KNIL, dan organisasi tentara lainnya.

Tak berselang lama, melalui Maklumat Pemerintah, BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945.
Perubahan kembali terjadi tatkala nama Tentara Keamanan Rakyat dirubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat mulai tanggal 8 Januari 1946.

Tentara Keselamatan Rakyat menjadi nama keempat yang disandang angkatan bersenjata Indonesia.
Namun, untuk memperbaiki susunan organisasi yang sesuai dasar militer internasional, pada 26 Januari 1946 Tentara Keselamatan Rakyat berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Usai kemerdekaan, Indonesia terus berupaya mengembangkan tentara bersenjatanya untuk mempertahankan kemerdekaan akibat banyaknya upaya dari sekutu untuk kembali menjajah.

Untuk mendukung langkah itu, Presiden Sukarno kemudian mendirikan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada tanggal 3 Juni 1947.
TNI pada masa itu merupakan gabungan dari dua kekuatan bersenjata yakni TRI sebagai tentara reguler dengan organisasi perjuangan rakyat lainnya.
TNI pun menjadi kekuatan baru Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan politik dan militer dari dalam dan luar negeri.
Tantangan dari dalam negeri dihadapi TNI ketika golongan komunis berusaha menempatkan TNI dibawah pengaruh mereka. Hal itu coba dilakukan golongan komunis melalui Biro Perjuangan, dan TNI-masyarakat.
Selain itu, TNI juga menghadapi beberapa pemberontakan dan pergolakan bersenjata di beberapa daerah yang berpotensi mengancam integritas nasional.
Pemberontakan itu terjadi tatkala PKI melakukan pemberontakan di Madiun, serta pemberontakan Darul Islam (DI) di Jawa Barat.
Di saat yang sama, TNI juga mendapatkan tekanan dari luar negeri yakni ketika menghadapi Agresi Militer Belanda.

Sadar akan keterbatasan TNI dalam menghadapi Agresi Militer Belanda yang memiliki persenjataan modern, maka bangsa Indonesia melaksanakan Perang Rakyat Semesta.
Perang Rakyat Semesta adalah gabungan segenap kekuatan TNI dan masyarakat serta sumber daya nasional yang dikerahkan serentak untuk menghadapi agresi tersebut.
Dengan demikian, integritas dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dapat dipertahankan oleh kekuatan TNI bersama rakyat.

Kemudian sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), pada akhir tahun 1949 dibentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS).
Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan TNI dan KNIL dengan TNI sebagai intinya, dibentuk untuk menandai berdirinya RIS.
Akan tetapi, pembubaran RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 serta kembalinya Indonesia pada bentuk Negara kesatuan menimbulkan pergantian pula pada APRIS. APRIS pun berganti nama menjadi Angkatan Perang RI (APRI).
Upaya menyatukan organisasi angkatan perang dan Kepolisian Negara menjadi organisasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada tahun 1962 merupakan bagian yang penting dari sejarah TNI pada dekade tahun enampuluhan.
Alasan penyatuan kekuatan Angkatan Bersenjata di bawah satu komando itu adalah dapat tercapainya efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan peran angkatan bersenjata.
Selain itu diharapkan pula, penyatuan ini akan membuat angkatan bersenjata tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan kelompok politik tertentu.
Namun hal tersebut menghadapi tantangan dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

PKI sebagai bagian dari komunisme internasional berupaya menanamkan pengaruhnya ke dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia termasuk ke dalam tubuh ABRI melalui penyusupan dan pembinaan khusus, serta memanfaatkan pengaruh Presiden/Panglima Tertinggi ABRI untuk kepentingan politiknya.
Puncak dari upaya PKI yakni terjadinya kudeta terhadap pemerintah dalam peristiwa G30S/PKI. Hal itu mengakibatkan bangsa Indonesia berada dalam situasi yang sangat kritis.
Dalam kondisi tersebut ABRI berhasil mengatasi situasi kritis dengan menggagalkan kudeta serta menumpas kekuatan pendukungnya bersama-sama dengan masyarakat Indonesia.

Pada tahun 1998, terjadi perubahan situasi politik di Indonesia. Perubahan tersebut ternyata berpengaruh pada keberadaan ABRI di Indonesia.
Tercatat mulai dari tanggal 1 April 1999, TNI dan Polri secara resmi dipisah menjadi dua institusi yang berdiri sendiri-sendiri.
Perubahan itu juga mengembalikan nama ABRI menjadi TNI, yakni perubahan nama terakhir dari angkatan bersenjata Indonesia.
Meski nama TNI baru diberikan pada tanggal 3 Juni 1947, hari lahirnya TNI diperingati setiap 5 Oktober, sama seperti ketika Maklumat Pemerintah mengubah nama BKR menjadi TKR.


Dirgahayu TNI.






Credit  tribunnews.com