Ilustrasi Dewan Keamanan PBB. (Reuters/Mike Segar)
"Panel yakin Republik Arab Suriah bertanggung jawab atas perilisan sarin di Khan Sheikhun pada 4 April 2017," demikian laporan rahasia kepada Dewan Keamanan PBB yang diperoleh AFP.
Dalam laporan tersebut, panel gabungan PBB dan Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) itu juga menyatakan, berdasarkan sejumlah bukti, mereka menemukan "skenario kuat" bahwa "sarin itu dikeluarkan melalui bom udara yang dijatuhkan dari sebuah pesawat."
Panel yang dikenal dengan nama Mekansime Penyelidikan Gabungan (JIM) ini menerima laporan intelijen dari Perancis dan Amerika Serikat bahwa pasukan Suriah itu menggunakan pesawat Su-22 dari pangkalan Shayrat, kemudian melancarkan enam serangan di Khan Sheikhun.
Para penyelidik ahli itu kemudian mewawancarai seorang pilot Suriah yang mengendalikan Su-22 itu, tapi dia menampik penggunaan senjata kimia dalam misi pada 4 April itu.
Tak lama setelah itum JIM menyatakan bahwa mereka memang tak bisa mengonfirmasi bahwa awak Su-22 itu yang melakukan serangan, tapi mereka yakin pesawat Suriah berada "sangat dekat" dengan Khan Sheikhun ketika insiden terjadi.
Akibat serangan tersebut, lebih dari 87 orang tewas di kota kekuasaan oposisi Suriah itu. Serangan ini pun dikecam oleh banyak pihak, termasuk Amerika Serikat yang akhirnya memutuskan untuk melancarkan serangan rudal ke pangkalan militer Suriah.
Setelah laporan ini dirilis, Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, pun meminta DK PBB mengirimkan "pesan jelas" bahwa penggunaan senjata kimia tidak dapat ditoleransi.
"Dewan keamanan harus mengirimkan pesan tegas bahwa penggunaan senjata kimia oleh siapa pun tidak akan ditoleransi, dan harus benar-benar mendukung pekerjaan penyelidik imparsial. Negara-negara yang gagal melakukan itu tak lebih baik dari diktator atau teroris yang menggunakan senjata buruk ini," katanya.
Laporan ini disampaikan hanya berselang dua hari setelah Rusia sebagai sekutu Assad memveto resolusi DK PBB untuk memperpanjang misi penyelidikan ini.
Sebelumnya, Rusia juga memveto upaya AS, Inggris, dan Perancis untuk menjatuhkan sanksi atas Suriah setelah panel menetapkan bahwa pasukan rezim meluncurkan serangan klorin ke desa-desa oposisi pada 2014 dan 2015.
Kini, Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, pun meminta Rusia untuk berhenti melindungi Suriah agar negara itu tidak melakukan tindakan serupa di kemudian hari.
"Saya mendesak Rusia untuk berhenti melindungi sekutu menjijikannya dan mempertahankan komitmennya untuk memastikan bahwa senjata kimia tak digunakan lagi," ucap Johnson.
Credit cnnindonesia.com