Jumat, 06 Oktober 2017

Myanmar Tuding ARSA Bakar Desa Rohingya di Rakhine


Myanmar Tuding ARSA Bakar Desa Rohingya di Rakhine 
Ilustrasi rumah Rohingya di Rakhine. (Reuters/Soe Zeya Tun)

Jakarta, CB -- Militer Myanmar menuding kelompok bersenjata Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) kembali membakar sejumlah perumahan di Rakhine selama beberapa hari terakhir untuk memperbesar eksodus pengungsi ke Bangaldesh.

"Militan ARSA mendesak orang untuk lari dari desa Rohingya ke Bangladesh," bunyi pernyataan kantor panglima militer Myanmar, Min Aung Hlaing, sebagaimana dikutip AFP.

Menurut kantor Hlaing, ARSA membakar sedikitnya tujuh rumah di desa Rohingya pada Rabu (4/10) dini hari.


Kantor Hlaing menyatakan, pasukan keamanan "yang bekerja sesuai hukum" di Mi Chaung Zay, kota Buthidaung, justru membantu warga desa memadamkan api yang merebak sekitar pukul 02.40 dini hari.


Pernyataan itu dilontarkan Myanmar untuk membantah tudingan bahwa aparatnya yang menyebabkan terjadinya peningkatan gelombang pengungsi ke Bangladesh hingga mencapai 5.000 orang per hari dalam beberapa waktu terakhir.

Sejumlah pengungsi Rohingya yang baru tiba di Bangladesh menuding militer Myanmar kembali mengintimidasi dengan membakar rumah-rumah di Rakhine dalam beberapa waktu terakhir.

Sejak bentrokan antara militer dan ARSA memanas pada 25 Agustus lalu, lebih dari 500 ribu Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Sedikitnya 1.000 orang, terutama Rohingya, dilaporkan tewas dalam krisis ini.

Kesaksian dari para pengungsi Rohingya di Bangladesh dan temuan sejumlah kelompok HAM sejauh ini mengindikasikan adanya penyiksaan hingga pembakaran desa-desa Rohingya yang dilakukan secara sistematis oleh militer Myanmar.
Namun, militer membantah seluruh tudingan itu dan dengan konsisten menuduh ARSA lah yang melakukan penyerangan hingga pembakaran rumah-rumah tersebut.

Myanmar menuduh ARSA melakukan aksinya untuk menggalang perhatian global dan bisa membentuk negara sendiri di wilayah itu. Di sisi lain, ARSA mengklaim bahwa aksinya bertujuan untuk menuntut hak bagi Rohingya yang selama ini tertindas di Myanmar.

Sejauh ini, temuan kelompok HAM dan klaim pemerintah Myanmar tersebut belum bisa diverifikasi secara independen karena sulitnya akses ke Rakhine yang dikontrol ketat oleh militer.





Credit  cnnindonesia.com