"Dia gadis yang sangat cantik. Semua orang di sekolah mencintainya. Saya berada satu kelas bersamanya sejak kelas satu, dia memiliki karakter yang sangat kuat dan tidak takut mengatakan apa pun yang dia mau," kata Nadin Imad (17), teman Fatima di sebuah sekolah perempuan di Desa Qarawat Bani Zeid.
Sore hari sebelumnya, pada Ahad (7/5), keluarga Hjeiji melakukan aktivitas seperti biasa. Saat itu, Fatima pulang sekolah pada pukul 13.30 dan langsung menemui ibunya.
"Hari itu adalah hari biasa, tidak ada yang aneh. Dia bercerita tentang sekolah, teman, guru, dan kegiatannya. Tapi saya harus mengunjungi dokter, jadi saya meninggalkan rumah. Fatima tidak memberitahu saya dia akan pergi ke Yerusalem untuk mengunjungi keluarga di sana," kata Dareen, dikutip Aljazirah.
Paman Fatima, Salameh Hjeiji mengatakan ia yakin remaja itu telah pergi ke Yerusalem untuk mengunjungi paman dan bibinya. Selain tidak memberitahu keluarga, Fatima juga tidak memiliki izin melewati pos pemeriksaan Israel yang memisahkan Yerusalem dari wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.
Malam itu, seorang anggota keluarga Hjeiji menerima telepon dari DCO, kantor koordinasi militer Palestina-Israel di Tepi Barat. Telepon itu memberitahu Fatima telah ditembak mati oleh polisi paramiliter Israel di dekat Gerbang Damaskus di Yerusalem.
Ayah Fatima, Afeef Hjeiji, kemudian menerima telepon dari seorang pejabat intelijen Israel. Pejabat tersebut memintanya datang ke Yerusalem dan mengidentifikasi tubuh Fatima. Afeef juga diinterogasi oleh petugas intelijen selama tiga jam.
Polisi Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan, Fatima memegang sebuah pisau dan mencoba menyerang petugas paramiliter Israel di dekat pintu masuk. Polisi akhirnya menembak dan menewaskan remaja tersebut.
Pernyataan itu menambahkan, ada sebuah surat yang ditemukan di pakaian Fatima. Surat yang mengutip ayat Alquran itu ditujukan kepada keluarganya, dengan ditambah tulisan 'syahid'.
Akan tetapi ibu Fatima tidak dapat memahami apa yang terjadi pada malam itu. Ia percaya petugas polisi tidak memiliki alasan untuk menembak dan membunuh putrinya.
"Saya tidak pernah membayangkan anak perempuan saya akan melakukan ini. Saya tidak percaya apa yang dikatakan polisi Israel," ungkap Dareen.
Menurut laporan saksi mata yang dikutip oleh media lokal, Fatima berdiri sekitar 10 meter dari petugas polisi saat mereka menembaknya. Petugas polisi dilaporkan terus menembaki remaja tersebut setelah dia terjatuh ke tanah.
Sejak gelombang kekerasan sporadis dimulai pada Oktober 2015, saat Palestina melakukan serangan terhadap orang-orang Israel, sejumlah kelompok hak asasi manusia (HAM) mengemukakan kekhawatiran mereka terhadap pasukan keamanan Israel. Mereka takut pasukan akan menggunakan kekuatan yang berlebihan ketika menghadapi orang-orang Palestina yang dicurigai akan melakukan serangan.
Dalam sebuah penyelidikan yang baru-baru ini diterbitkan, kelompok HAM Israel B'Tselem menemukan ada 101 warga Palestina yang telah dibunuh oleh pasukan keamanan Israel pada 2016. Sebanyak 31 di antaranya adalah anak-anak di bawah umur.
DCI-Palestine (DCIP), sebuah LSM hak asasi anak, mencatat bahwa Fatima adalah anak Palestina ketujuh yang dibunuh oleh pasukan keamanan Israel selama 2017. "Pasukan keamanan Israel secara rutin menggunakan kekuatan yang disengaja terhadap pemuda Palestina. Kekuatan berlebihan seperti itu memberi sinyal persetujuan diam-diam untuk membunuh anak-anak di bawah kekebalan hukum," kata Direktur Program Akuntabilitas di DCIP Ayed Abu Eqtaish.
Fatima adalah anak tertua dari empat bersaudara. Ia merupakan seorang siswa yang senang menulis puisi dan pidato di waktu luangnya, dan juga sangat unggul dalam mata pelajaran matematika. "Dia adalah bagian dari klub siswa berbakat matematika di Ramallah," kata Dareen.
Dareen menggambarkan anaknya sebagai sosok yang tenang, baik hati, dan cukup populer di antara teman-teman sekelasnya. Remaja itu sangat paham politik dan memiliki ambisi bekerja di media setelah menyelesaikan pendidikannya.
"Dia adalah seorang pembicara yang baik dan penulis yang baik. Dia selalu menonton berita karena dia ingin menjadi jurnalis," ungkap Dareen.
Fatima adalah anak ketujuh yang dibunuh Israel hingga Mei 2017.
Credit REPUBLIKA.CO.ID