Senin, 04 Desember 2017

Gara-Gara AS, Perundingan Damai Palestina Terancam Hancur


Gara-Gara AS, Perundingan Damai Palestina Terancam Hancur
Suasana di Kota Tua Yerusalem (Foto: REUTERS/Amir Cohen)



Jakarta, CB -- Berbagai reaksi bermunculan setelah tersiarnya kabar bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengumumkan pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Reaksi negatif muncul dari Palestina. Segala upaya damai diyakini bakal berantakan.

Hanan Ashrawi, anggota komite pelaksana Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), pengakuan itu bakal menyingkapkan posisi Amerika Serikat yang sangat sepihak dan bias.

“Itu akan menghancurkan total peluang perdamaian, atau apapun peranan Amerika dalam upaya pencapaian perdamaian," ujar dia. “Mereka mengirim pesan yang jelas ke seluruh dunia: Sudah selesai!”


Ahmed Yousef, penasihat Ismail Haniya, pemimpin kelompok militan Palestina Hamas, juga mengkritisi rencana tersebut. “Saya tidak mengerti mengapa dia (Trump) ingin memusuhi lebih dari satu miliar Muslim di seluruh dunia," katanya.

Trump, menurut analis, juga akan mendapat serangan balik yang kuat, terutama dari dunia Arab. “Bagi orang-orang Palestina, ini akan dianggap membagi kue sambil menegosiasikannya,” kata Ofer Zalzberg, analis International Crisis Group yang berbasis di Yerusalem.

Ashrawi memperingatkan bahwa hal itu dapat menimbulkan dampak yang tidak mudah ditanggung, termasuk kekerasan. “Bagi orang-orang yang mencari alasan, ini akan menjadi alasan yang siap pakai,” ujar Ashrawi.

Adapun proses perundingan damai Israel-Palestina saat ini sedang menunggu proposal dari pemerintahan Trump untuk memulai kembali perundingan damai tersebut. Pertemuan baru-baru ini di Riyadh, antara putra mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman dan menantu Trump, Jared Kushner, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, telah menimbulkan spekulasi bahwa Trump dan Pangeran Salman, sedang mendorong sebuah rencana.

Tapi kalau Trump berkukuh mengambil sikap mengakui ibu kota Isreal itu, hanya akan melukai proses damai yang dilakukan. Tensi di Yerusalem pun bakal meninggi lagi. 

Pejabat Palestina telah mengeluarkan peringatan. Hamas di Gaza telah menyerukan pemuda untuk turun ke jalan. Langkah Trump diyakini hanya bakal melahirkan sentimen  antiAmerika.

Hamas menyerukan intifada baru jika Trump jadi mengambil keputusan itu. PM Abbas juga diminta untuk keluar dari proses perundingan damai. “Sebab Amerika tidak menghasilkan apapun untuk mereka,” tutur Ali Barakeh, perwakilan Hamas di Lebanon, seperti dikutip New York Times.

Presiden Trump sendiri, seperti disebut CNN, paling cepat akan mengumumkan sikap AS pada Selasa (5/12). Disebutkan, Trump akan mempertahankan Kedutaan Besar AS di Tel Aviv untuk enam bulan ke depan. Namun, pemerintahannya akan memindahkan misi diplomatiknya ke Yerusalem.

Sumber CNN yakin bahwa Trump akan mencoba memperlunak pengumumannya bagi Palestina, dengan menyebutkan hanya Yerusalem Barat yang menjadi Ibu Kota Israel. Sedang Yerusalem Timur tetap ingin diklaim Palestina sebagai pusat pemerintahannya.

Para Presiden pendahulu Trump sudah lama berjanji memindahkan kedubes mereka ke Yerusalem. Namun, situasi di sana terlalu kompleks dan dikhawatirkan dampak besar yang terjadi.

Undang-Undang Kedutaan Besar AS di Yerusalem tahun 1995 sudah memutuskan bahwa kedutaan besar AS harus dipindahkan ke Yerusalem atau negara akan berhadapan dengan pinalti keuangan yaitu kehilangan separuh dana Kementerian Luar Negeri untuk mengakuisisi dan merawat bangunan milik AS di luar negeri.

Setiap enam bulan, para presiden menandatangani surat pengecualian untuk menghindari pinalti ini.




Credit  CNN Indonesia


Abbas Ingatkan Pemimpin Dunia Soal Bahaya Pernyataan Trump


Masjidil Haram Yerusalem
Masjidil Haram Yerusalem


CB, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas berusaha mengumpulkan dukungan diplomatik di menit-menit terakhir untuk membujuk Presiden AS Donald Trump agar tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Trump dikabarkan akan mengumumkan pernyataan kontroversial itu dalam sebuah pidato pekan ini.

Menurut seorang juru bicara, Abbas mengadakan serangkaian panggilan telepon pada Ahad (3/12) dengan para pemimpin dunia. Ia menjelaskan bahaya dari keputusan Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Langkah Amerika yang terkait dengan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, atau memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem, merupakan ancaman bagi masa depan proses perdamaian dan tidak dapat diterima oleh orang-orang Palestina, Arab, dan internasional," ujar Abbas, dikutip The Guardian.

Seruan Abbas sejauh ini telah disampaikan ke sejumlah pemimpin Arab, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Abbas khawatir seruan Palestina tidak akan dipertimbangkan oleh Gedung Putih.

Kantor berita Turki, Anadolu, melaporkan Erdogan mengatakan kepada Abbas, negara Palestina yang merdeka harus memiliki Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Abbas juga mengatakan akan mengupayakan pertemuan dengan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Liga Arab untuk membahas masalah tersebut.

Yordania, Presiden Liga Arab saat ini, akan mengundang anggota OKI dan Liga Arab untuk bersidang jika pengakuan AS terhadap Yerusalem diperpanjang. Mereka akan membahas cara-cara untuk menghadapi konsekuensi dari keputusan semacam itu yang akan menimbulkan kekhawatiran.

"Hal ini pada akhirnya dapat menghambat semua upaya perdamaian dan memiliki risiko yang sangat tinggi untuk memprovokasi negara-negara Arab dan Muslim, serta komunitas Muslim di Barat," kata seorang diplomat Yordania.

Trump mungkin akan mengakui Yerusalem secara sepihak saat ia tengah mempertimbangkan apakah akan memperpanjang pengabaian pemindahan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, selama enam bulan. Yerusalem selama ini diharapkan dapat menjadi ibu kota negara Palestina yang merdeka di masa depan.

Batas waktu Trump untuk menandatangani pengabaian pemindahan itu jatuh pada Senin (4/12). Namun menantu sekaligus penasihatnya, Jared Kushner, pada Ahad (3/12) malam mengatakan Trump masih belum memutuskan apa yang harus dilakukan.

Kushner mengatakan presiden Trump masih mempertimbangkan sejumlah fakta. Ia berbicara untuk pertama kalinya di depan publik tentang perannya dalam proses perdamaian Timur Tengah, di Forum Saban di Washington.

Pekan lalu, Gedung Putih telah mendapat peringatan dari pejabat kebijakan luar negeri dan pejabat keamanan AS mengenai risiko terhadap diplomasi dan keamanan AS di wilayah itu jika memindahkan kedutaan.

Berbicara kepada Fox News pada Ahad (3/12), Penasihat Keamanan Nasional Trump, HR McMaster, mengatakan ia telah mempresentasikan kepada Trump sejumlah opsi mengenai masalah ini.

"Ada beberapa opsi terkait perpindahan kedutaan di masa depan, yang menurut saya bisa Anda gunakan untuk mendapatkan momentum menuju kesepakatan damai, dan sebuah solusi yang sesuai untuk Israel dan Palestina," kata McMaster.






Credit  REPUBLIKA.CO.ID