Senin, 04 Desember 2017

Yordania Siapkan Pertemuan Darurat Terkait Yerusalem



Polisi Israel berjaga di luar kompleks Masjid Al Aqsha di Kota Tua Yerusalem.
Polisi Israel berjaga di luar kompleks Masjid Al Aqsha di Kota Tua Yerusalem.


CB, AMMAN -- Yordania telah memulai persiapan mengadakan pertemuan darurat Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengenai Yerusalem. Pertemuan ini akan diadakan sebelum Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Seorang pejabat senior pemerintah AS pada Jumat (1/12) lalu mengatakan Trump kemungkinan akan membuat pernyataan kontroversial tersebut dalam sebuah pidato pada Rabu (6/12). Pengakuan terhadap Yerusalem akan membalikkan kebijakan lama Amerika dan mungkin akan mengobarkan ketegangan di Timur Tengah.
 
Yordania akan mengundang anggota kedua lembaga tersebut untuk bersidang jika pengakuan tersebut diperpanjang. Mereka akan membahas cara menangani konsekuensi dari keputusan semacam itu yang dapat menimbulkan kekhawatiran.
 
"Hal ini pada akhirnya dapat menghambat semua upaya perdamaian dan pasti akan provokatif bagi negara-negara Arab dan Muslim serta masyarakat Muslim di seluruh Barat," kata seorang diplomat Yordania, secara anonim.
 
"Tidak ada masalah yang bisa menggerakkan orang Arab dan Muslim secara serentak seperti masalah Yerusalem," tambah dia.
 
Dinasti Hashemite Raja Abdullah adalah penjaga tempat suci umat Islam di Yerusalem sehingga Amman peka terhadap perubahan status kota yang disengketakan itu. Para pejabat khawatir langkah tersebut dapat memicu kekerasan di wilayah Palestina dan tumpah ke Yordania. Yordania merupakan sebuah negara tempat keturunan pengungsi Palestina tinggal setelah pembentukan Israel pada 1948.
 
"Gelombang kemarahan yang luar biasa akan menyebar ke seluruh dunia Arab dan Muslim," kata sumber diplomatik regional lainnya. Ketegangan di kompleks Al Aqsha, situs tersuci ketiga umat Islam di Yerusalem, awal tahun ini juga memicu kerusuhan.
 
Orang-orang Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka. Masyarakat internasional juga tidak mengakui klaim Israel atas kota yang telah menjadi tempat suci bagi agama Yahudi, Muslim, dan Kristen.
 
Yordania kehilangan Yerusalem Timur dan Tepi Barat oleh Israel selama perang Arab-Israel pada 1967. Yordania mengatakan nasib kota ini hanya boleh diputuskan pada penyelesaian akhir.
 
Raja Abdullah memperingatkan dampak dari langkah Trump. Trump awal tahun ini mengatakan dia terbuka terhadap solusi baru untuk mencapai perdamaian Timur Tengah, bahkan jika negara Palestina tidak dibentuk.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Palestina Serukan Liga Arab dan OKI Selamatkan Yerusalem


Yerusalem
Yerusalem


CB, YERUSALEM -- Menteri Luar Negeri Palestina Riad al-Maliki pada Ahad (3/12) mendesak Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) segera menggelar rapat untuk membahas situasi politik terkini di Yerusalem. Seruan tersebut ia sampaikan menyusul laporan yang menyebutkan bahwa Presiden AS Donald Trump kini sedang bersiap untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Kementerian Luar Negeri Palestina lewat pernyataan resminya mengungkapkan, al-Maliki belum lama ini telah melakukan komunikasi via sambungan telepon dengan pemimpin Liga Arab Ahmad Abul Ghait dan Sekretaris Jenderal OKI Yusuf al-Utsaimin. Kepada mereka berdua, al-Maliki meminta agar Liga Arab dan OKI segera mengadakan pertemuan darurat untuk menolak rencana AS terkait masa depan Yerusalem.

Al-Maliki memperingatkan bahwa langkah AS (mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel) itu bakal menimbulkan konsekuensi serius dan akan meledakkan situasi politik di wilayah Palestina dan wilayah sekitarnya, tulis Kemenlu Palestina lewat pernyataan yang dilansirlaman Wworld Bulletin, Ahad (3/12).

Status Yerusalem sendiri sampai hari ini masih menjadi inti persoalan utama konflik antara Israel dan Palestina. Pasalnya, masyarakat Palestina menginginkan Yerusalem Timur yang saat ini sedang diduduki Israel menjadi ibu kota Palestina. Sementara, selama musim Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) AS tahun lalu, Trump telah berjanji untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, sebagai bentuk pengakuannya terhadap kepimilikan kota itu oleh Israel.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID



Bahayanya Jika AS Akui Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel


Yerusalem
Yerusalem


CB, KAIRO -- Liga Arab (AL) pada Ahad (3/12) memperingatkan mengenai konsekuensi berbahaya jika Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

"Jika dilaksanakan, itu akan menandai perubahan pendirian bersejarah Washington yang memandang kota suci tersebut sebagai kota Palestina yang diduduki dan bagian tak terpisahkan tanah Palestina yang diduduki," kata Saeed Abu-Ali, Asisten Sekretaris Jenderal AL untuk Tanah Arab dan Palestina yang Diduduki, di dalam satu pernyataan.

Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah media AS pada Jumat (1/12) melaporkan Presiden AS Donald Trump sedang mempertimbangkan untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan mungkin mengeluarkan satu pengumuman pada Rabu.

Trump berikrar selama kampanye presidennya untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem, kota suci yang menjadi sengketa dan diinginkan oleh rakyat Palestina sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

Abu-Ali, Senin pagi, mengatakan pengakuan AS semacam itu akan memberi Israel lampu hijau untuk melanjutkan pelanggarannya atas semua resolusi internasional dan pendudukannya atas tanah Palestina. Ia mendesak Washington agar bertindak sebagai "penengah yang tak memihak" dalam proses perdamaian.

Selama dua hari belakangan, Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah mengadakan kontak dengan dan berusaha memperoleh dukungan dari para pemimpin Arab serta Barat, dan memperingatkan potensi dampak yang menghancurkan dari pemindahan Kedutaan Besar AS.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID