Kamis, 08 September 2016

AS Tawarkan Penjualan Senjata Senilai US$155 Miliar ke Saudi

 
AS Tawarkan Penjualan Senjata Senilai US$155 Miliar ke Saudi  
Ilustrasi militer Arab Saudi (Reuters/Saudi Press Agency)
 
Jakarta, CB -- Amerika Serikat menawarkan bantuan militer senilai US$155 miliar berupa penjualan senjata dan peralatan militer lain serta pelatihan kepada pemerintah Arab Saudi.

Bantuan yang telah disetujui oleh Presiden Barack Obama bulan lalu ini merupakan bantuan terbesar dalam 71 tahun aliansi AS-Arab Saudi. Dan bantuan militer Amerika ke Saudi ini terus meningkat sejak Obama menjadi presiden pada 2009 lalu.

Bentuk bantuan tersebut meliputi penjualan persenjataan dan pelatihan militer. Senjata yang akan dijual mulai dari persenjataan sederhana, tank, helikopter penyerang, rudal, hingga kapal perang.

Laporan dari U.S Center for International Policy menyebutkan, penawaran itu terdiri dari 42 kesepakatan yang akan diumumkan Rabu (8/9).

Penjualan senjata ke Arab Saudi mendapat kecaman dari kelompok-kelompok hak asasi manusia, sementara sejumlah anggota Kongres merasa prihatin dengan jumlah korban sipil dalam perang di Yaman, tempat koalisi pimpinan Arab Saudi memerangi pemberontak aliansi suku Houthi-Iran.

Konflik di Yaman telah menewaskan setidaknya 10 ribu orang. Bulan lalu kantor Hak Asasi Manusia PBB mengatakan hampir empat ribu warga sipil tewas dalam perang itu dan 60 persen dari kematian tersebut disebabkan oleh serangan udara koalisi.

Koalisi pimpinan Arab Saudi mengatakan tidak menyasar penduduk sipil dan menuduh Houthi menempatkan target-target militer di wilayah pemukiman warga. Koalisi juga telah membentuk satu badan yang bertujuan menyelidiki korban di kalangan sipil dalam perang itu.

Keprihatian terhadap korban di kalangan sipil ini membuat sejumlah anggota Kongres bergerak untuk membuat pembatasan penjualan senjata ke Arab Saudi. Dan Pentagon pun menyatakan bahwa dukungan mereka terhadap aksi Arab Saudi di Yaman bukan tanpa batasan.

Koalisi Pengendalian Senjata, satu kelompok yang mengkampanyekan pengendalian lebih ketat dalam penjualan senjata, mengatakan bahwa Inggris, Perancis dan Amerika Serikat melanggar traktat Perdagangan Senjata 2014 yang melarang ekspor senjata konvensional yang bisa menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang.



Credit  CNN Indonesia