Mogadishu (CB) - Somalia telah memerintahkan Utusan Khusus
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Nicholas Haysom untuk
meninggalkan negara itu.
Pemerintah Somalia menuding pejabat tinggi PBB tersebut telah mencampuri kedaulatan nasionalnya.
Tuduhan muncul beberapa hari setelah Haysom mengungkapkan kekhawatiran soal tindakan pasukan keamanan Somalia, yang didukung PBB.
Kementerian Luar Negeri Somalia mengatakan dalam pernyataan pada Selasa (1/1) malam bahwa Nicholas Haysom "tidak diperlukan dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan di negara ini."
"Keputusan itu diambil setelah dia secara terbuka melanggar tata cara kantor PBB yang pantas di Somalia," bunyi pernyataan tersebut.
Belum ada pernyataan dari misi PBB di negara Tanduk Afrika yang bergejolak dan miskin itu.
PBB adalah pendukung utama Somalia, yang sedang berjuang untuk keluar dari kobaran perang saudara yang melanda negara tersebut pada 1991. Pada masa itu, para panglima suku menggulingkan seorang diktator dan kemudian berperang satu sama lain.
Langkah pengusiran diambil Pemerintah setelah Haysom mengirimkan surat bertanggal 30 Desember kepada Menteri Dalam Negeri.
Dalam suratnya, Haysom menyatakan kekhawatiran soal "dugaan keterlibatan pasukan keamanan Somalia dukungan PBB dalam kasus penahanan Mukhtar Robow pada 13 Desember, kematian 15 warga sipil...pada tanggal 13, 14 dan 15 Desember...serta penahanan terhadap sekitar 300 orang yang terlibat dalam unjuk rasa pada 13, 14 dan 15 Desember".
Robow, sosok yang disebutkan dalam surat tersebut, adalah seorang mantan anggota kelompok garis keras militan al Shabaab, yang upayanya untuk menjadi pemimpin wilayah di Somalia pada pemilihan bulan lalu terhadang.
Kementerian Keamanan Dalam Negeri mengatakan Robow ditangkap atas dugaan bahwa ia telah membawa kembali para milisi dan persenjataan ke kota selatan Baidoa, ibu kota wilayah Barat Daya, tempat ia mencalonkan diri sebagai presiden.
Penahanan Robow telah memicu bentrokan antara para milisi yang setia kepadanya dan pasukan Somalia.
Pasukan keamanan Ethiopia, yang merupakan bagian dari pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika di Somalia, juga terlibat dalam kekerasan itu.
Al Shabaab telah selama beberapa dasawarsa berupaya menggulingkan pemerintah pusat serta menerapkan hukum Islam yang tegas menurut anggapannya sendiri.
Kelompok itu didepak dari ibu kota pada 2011 tapi masih memiliki kekuatan di beberapa wilayah, termasuk Barat Daya.
Robow sendiri pada 2017 secara terbuka meninggalkan kekerasan serta mengakui kewenangan pemerintah federal.
Dalam suratnya, Haysom meminta Menteri Dalam Negeri untuk menjelaskan dasar hukum di balik penahanan Robow.
Menyusul soal penangkapan Robow, Haysom juga menanyakan langkah apa yang telah diambil pemerintah untuk menyelidiki kasus kematian sejumlah orang dalam unjuk rasa di Baidoa.
Ia mengatakan PBB mengetahui bahwa sebagian besar dari yang ditahan itu adalah anak-anak.
Surat PBB itu juga disertai surat bersama dari Uni Eropa, Jerman dan Inggris, yang mengumumkan bahwa mereka menangguhkan dukungan bagi polisi di negara bagian Barat Daya atas tindakan mereka selama pemilihan bulan lalu.
Selain itu, Haysom menulis rincian dukungan yang diberikan PBB kepada pasukan kepolisian Somalia serta kepolisian wilayah Barat Daya, termasuk pemberian gaji bagi para polisi.
Pemerintah Somalia menuding pejabat tinggi PBB tersebut telah mencampuri kedaulatan nasionalnya.
Tuduhan muncul beberapa hari setelah Haysom mengungkapkan kekhawatiran soal tindakan pasukan keamanan Somalia, yang didukung PBB.
Kementerian Luar Negeri Somalia mengatakan dalam pernyataan pada Selasa (1/1) malam bahwa Nicholas Haysom "tidak diperlukan dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan di negara ini."
"Keputusan itu diambil setelah dia secara terbuka melanggar tata cara kantor PBB yang pantas di Somalia," bunyi pernyataan tersebut.
Belum ada pernyataan dari misi PBB di negara Tanduk Afrika yang bergejolak dan miskin itu.
PBB adalah pendukung utama Somalia, yang sedang berjuang untuk keluar dari kobaran perang saudara yang melanda negara tersebut pada 1991. Pada masa itu, para panglima suku menggulingkan seorang diktator dan kemudian berperang satu sama lain.
Langkah pengusiran diambil Pemerintah setelah Haysom mengirimkan surat bertanggal 30 Desember kepada Menteri Dalam Negeri.
Dalam suratnya, Haysom menyatakan kekhawatiran soal "dugaan keterlibatan pasukan keamanan Somalia dukungan PBB dalam kasus penahanan Mukhtar Robow pada 13 Desember, kematian 15 warga sipil...pada tanggal 13, 14 dan 15 Desember...serta penahanan terhadap sekitar 300 orang yang terlibat dalam unjuk rasa pada 13, 14 dan 15 Desember".
Robow, sosok yang disebutkan dalam surat tersebut, adalah seorang mantan anggota kelompok garis keras militan al Shabaab, yang upayanya untuk menjadi pemimpin wilayah di Somalia pada pemilihan bulan lalu terhadang.
Kementerian Keamanan Dalam Negeri mengatakan Robow ditangkap atas dugaan bahwa ia telah membawa kembali para milisi dan persenjataan ke kota selatan Baidoa, ibu kota wilayah Barat Daya, tempat ia mencalonkan diri sebagai presiden.
Penahanan Robow telah memicu bentrokan antara para milisi yang setia kepadanya dan pasukan Somalia.
Pasukan keamanan Ethiopia, yang merupakan bagian dari pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika di Somalia, juga terlibat dalam kekerasan itu.
Al Shabaab telah selama beberapa dasawarsa berupaya menggulingkan pemerintah pusat serta menerapkan hukum Islam yang tegas menurut anggapannya sendiri.
Kelompok itu didepak dari ibu kota pada 2011 tapi masih memiliki kekuatan di beberapa wilayah, termasuk Barat Daya.
Robow sendiri pada 2017 secara terbuka meninggalkan kekerasan serta mengakui kewenangan pemerintah federal.
Dalam suratnya, Haysom meminta Menteri Dalam Negeri untuk menjelaskan dasar hukum di balik penahanan Robow.
Menyusul soal penangkapan Robow, Haysom juga menanyakan langkah apa yang telah diambil pemerintah untuk menyelidiki kasus kematian sejumlah orang dalam unjuk rasa di Baidoa.
Ia mengatakan PBB mengetahui bahwa sebagian besar dari yang ditahan itu adalah anak-anak.
Surat PBB itu juga disertai surat bersama dari Uni Eropa, Jerman dan Inggris, yang mengumumkan bahwa mereka menangguhkan dukungan bagi polisi di negara bagian Barat Daya atas tindakan mereka selama pemilihan bulan lalu.
Selain itu, Haysom menulis rincian dukungan yang diberikan PBB kepada pasukan kepolisian Somalia serta kepolisian wilayah Barat Daya, termasuk pemberian gaji bagi para polisi.
Credit antaranews.com