Jakarta (CB) - Pendiri Foreign Policy Community of
Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal mengatakan bahwa China mempertanyakan
konsep Indo-Pasifik yang diajukan Indonesia untuk diadopsi oleh ASEAN.
"Tanggapan mereka tidak positif, tetapi juga tidak mendukung," kata Dino dalam diskusi yang diselenggarakan FPCI di Jakarta, Kamis (24/1).
Dalam diskusi bertajuk "China after 40 Years of Reforms: Impressions from China Policy Group (CPG) Visit to China" tersebut, Dino memaparkan beberapa poin hasil kunjungannya ke China pada Desember 2018.
China, menurut Dino, tidak menolak konsep Indo-Pasifik yang menekankan pada prinsip keterbukaan, inklusivitas, transparansi, menghormati hukum internasional, dan sentralitas ASEAN, tetapi juga tidak merasa nyaman dengan konsep tersebut.
Konsep Indo-Pasifik pertama dipopulerkan oleh Amerika Serikat untuk menyaingi pengaruh China yang gencar menjalankan proyek-proyek infrastruktur bernilai triliunan dolar AS melalui Belt and Road Initiative (BRI).
Setelah AS, beberapa negara termasuk Indonesia berupaya mengembangkan konsepnya masing-masing mengenai Indo-Pasifik, untuk memastikan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di Asia Tenggara di tengah tarik-menarik konstelasi kekuatan dunia.
"China belum mencerna konsep Indo-Pasifik dengan baik, tetapi mereka mengakui bahwa ini adalah konsep yang penting," ujar Dino.
Tantangan untuk pengembangan konsep Indo-Pasifik saat ini, menurut dia, adalah membentuk fondasi konsep yang inklusif.
Konsep Indo-Pasifik ASEAN tidak boleh mencangkok konsep negara atau blok lain.
"Selain itu, kesetaraan harus menjadi bagian dalam dokumen konsep karena prinsip yang dipegang di kawasan. Kita memperlakukan siapapun sama, tidak pernah memandang rendah siapapun," kata mantan wakil menteri luar negeri RI itu.
Dalam kunjungan ke China bersama dengan CPG, Dino melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri China Kong Xuanyou, Deputi Penelitian Kebijakan pada Departemen Internasional Partai Komunis China (CPC) Huang Yihua, serta sejumlah think-tank, seperti China Institute of International Studies (CIIS), China Institute of Contemporary International Relations (CICIR), Guangdong University, dan Guangdong Institute for International Strategies (GIIS).
CPG adalah kelompok yang terdiri dari pejabat pemerintah, pakar, dan akademisi, yang terlibat dalam diskusi rutin untuk melacak perkembangan di China dan juga Indonesia.
"Tanggapan mereka tidak positif, tetapi juga tidak mendukung," kata Dino dalam diskusi yang diselenggarakan FPCI di Jakarta, Kamis (24/1).
Dalam diskusi bertajuk "China after 40 Years of Reforms: Impressions from China Policy Group (CPG) Visit to China" tersebut, Dino memaparkan beberapa poin hasil kunjungannya ke China pada Desember 2018.
China, menurut Dino, tidak menolak konsep Indo-Pasifik yang menekankan pada prinsip keterbukaan, inklusivitas, transparansi, menghormati hukum internasional, dan sentralitas ASEAN, tetapi juga tidak merasa nyaman dengan konsep tersebut.
Konsep Indo-Pasifik pertama dipopulerkan oleh Amerika Serikat untuk menyaingi pengaruh China yang gencar menjalankan proyek-proyek infrastruktur bernilai triliunan dolar AS melalui Belt and Road Initiative (BRI).
Setelah AS, beberapa negara termasuk Indonesia berupaya mengembangkan konsepnya masing-masing mengenai Indo-Pasifik, untuk memastikan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di Asia Tenggara di tengah tarik-menarik konstelasi kekuatan dunia.
"China belum mencerna konsep Indo-Pasifik dengan baik, tetapi mereka mengakui bahwa ini adalah konsep yang penting," ujar Dino.
Tantangan untuk pengembangan konsep Indo-Pasifik saat ini, menurut dia, adalah membentuk fondasi konsep yang inklusif.
Konsep Indo-Pasifik ASEAN tidak boleh mencangkok konsep negara atau blok lain.
"Selain itu, kesetaraan harus menjadi bagian dalam dokumen konsep karena prinsip yang dipegang di kawasan. Kita memperlakukan siapapun sama, tidak pernah memandang rendah siapapun," kata mantan wakil menteri luar negeri RI itu.
Dalam kunjungan ke China bersama dengan CPG, Dino melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri China Kong Xuanyou, Deputi Penelitian Kebijakan pada Departemen Internasional Partai Komunis China (CPC) Huang Yihua, serta sejumlah think-tank, seperti China Institute of International Studies (CIIS), China Institute of Contemporary International Relations (CICIR), Guangdong University, dan Guangdong Institute for International Strategies (GIIS).
CPG adalah kelompok yang terdiri dari pejabat pemerintah, pakar, dan akademisi, yang terlibat dalam diskusi rutin untuk melacak perkembangan di China dan juga Indonesia.
Credit antaranews.com