Jumat, 19 Oktober 2018

Panas Dingin Relasi Indonesia-Australia



Panas Dingin Relasi Indonesia-Australia
Ilustrasi (Istockphoto/Studiocasper)



Jakarta, CB -- Rencana Australia untuk memindahkan kedutaan di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem menuai reaksi keras dari Indonesia. Pertimbangan kepindahan ini dilontarkan oleh Menteri Australia, Scott Morisson, Selasa (16/10).

Pengumuman ini dilakukan bertepatan dengan Indonesia yang tengah menjamu kedatangan Menteri Luar Negeri Palestina Riad Al Malki di Jakarta.

Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menyebut Australia akan menyalahi aturan internasional jika pemindahan itu dilakukan.


"Kami juga meminta Australia dan negara lain tidak mengambil langkah yang dapat mengancam proses perdamaian dan stabilitas keamanan dunia," tambahnya.


Perpindahan kedutaan ini menjadi hal penting karena berarti Australia mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.

Padahal kota itu masih dalam sengketa antara Israel dan Palestina yang sama-sama ingin menjadikannya sebagai ibukota. Langkah Australia ini juga mengikuti langkah AS yang sudah lebih dulu memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.

Meski demikian, Australia menyebut bahwa pihaknya belum memutuskan secara resmi mengenai hal tersebut.

Ini bukanlah kali pertama Indonesia mengalami ketegangan dengan Australia. Dalam beberapa tahun belakangan, dua negara ini telah beberapa kali berselisih.

Suaka, penyadapan, dan narkoba


Panas Dingin Relasi Indonesia-Australia
Ilustrasi narkoba. Dua orang penjual dan pengedar narkoba yang menamakan diri sebagai Bali Nine dihukum mati di Indonesia dan sempat menimbulkan reaksi keras Australia (REUTERS/Jason Reed)
Hubungan Indonesia-Australia sempat mengalami ketegangan pada 2006. Saat itu Australia memberikan suaka politik sementara kepada warga Papua yang berlayar ke Australia.

Presiden SBY saat itu memberikan peringatan kepada Australia. Belakangan sebagian warga ini mengadu ke Komnasham bahwa mereka diancam dan ditipu oleh OPM sehingga melarikan diri ke Australia.

Pada 2012, Indonesia mencurigai Australia memberikan dukungan kepada Organisasi Papua Merdeka setelah sebuah toko di Perth memajang bendera OPM.


Pada 2009 hubungan kembali tegang setelah seorang intelijen Australia berusaha untuk menyadap telepon seluler presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan mendengarkan pembicaraannya selama 15 hari, seperti dilaporkan ABC.

Disebutkan juga bahwa intelijen ini juga memiliki data ponsel sejumlah pejabat lain. Penyadapan ini membuat spekulasi bahwa kedutaan Australia di Indonesia digunakan menjadi sarang mata-mata yang dipimpin AS.

Australia juga sempat berang kepada Indonesia pada 2015. Saat itu, Presiden Joko Widodo mengabaikan permohonan dari Australia untuk memberikan grasi kepada terpidana pedagang narkoba asal Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Mereka merupakan anggota kelompok pengedar narkoba asal Australia yang dikenal dengan julukan Bali Nine. Indonesia tetap melakukan eksekusi mati terhadap dua pengedar ini, sehingga Australia sempat memutuskan untuk menarik duta besarnya, demikian BBC.

Kasus sapi

Tak hanya isu separatisme, hubungan kedua negara juga sempat memanas gara-gara sapi. Pada 2011, warga Australia mendesak pemerintah menghentikan ekspor sapi ke Indonesia setelah sebuah tayangan ABC menunjukkan penjagalan dan penyiksaan sapi di Indonesia. Hal ini mendorong kemarahan publik dan meminta pemerintah untuk bertindak.

Untuk menekan pemerintah, Australia menghentikan ekspor ternak terhadap rumah jagal yang ditayangkan dalam program itu. Namun, pejabat Indonesia membantah adanya perlakuan kejam kepada hewan di rumah jagal mereka.

Biasanya, Australia mengekspor lebih dari 700.000 ternak setiap tahunnya. Namun, Australia sempat menahan 2.000 ternak yang akan diekspor ke Indonesia setelah kejadian ini.
Militer dan Keamanan

Hubungan militer dan keamanan kerap menjadi penyejuk hubungan Indonesia-Australia. Pada akhir 1990an, hubungan mereka membaik ketika Australia memimpin pasukan perdamaian internasional ke wilayah Indonesia timur saat itu, demikian dilansir CNN.

Pada 2002 ketika peristiwa bom bali melanda Indonesia dan menewskan 202 orang termasuk 88 warga Australia turut memperat kerjasama militer dan keamanan.

Serangan terorisme yang terjadi di kedutaan besar Australia di Jakarta juga memberikan reaksi hubungan baik Australia- Indonesia. Mereka bekerja sama untuk fokus terhadap keamanan dan memerangi terorisme regional.


Panas Dingin Relasi Indonesia-Australia
Ilustrasi kedutaan Australia (Safir Makki)
Pada tahun yang sama, petugas kepolisian Indonesia juga menangkap sembilan orang atas dugaan ancaman teror setelah adanya informasi rahasia yang dilaporkan datang dari Kepolisian Federal Australia.

Sehingga, Australia-indonesia mulai sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman anti-teror serta adanya kunjungan Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull ke Jakarta dipandang sebagai usaha untuk mencarikan ketegangan.

Perdagangan

Selain militer dan keamanan, hubungan dagang juga kerap menjadi perekat kembali hubungan Indonesia-Australia. Misalnya yang terjadi pada Agustus lalu, ketika PM Australia, Scott Morrison mengunjungi Indonesia pertama kalinya setelah menjabat.

Pertemuan ini dikhususkan untuk bernegosiasi tentang Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) yang telah berhasil disimpulkan dan akan ditandatangani pada akhir tahun.

Australia merupakan pembeli terbesar ke-14 ekspor Indonesia pada 2017, sementara Indonesia adalah mitra dagang terbesar ke-13 Australia, dengan Australia melakukan perdagangan dua arah sebesar 16,4 miliar dolar Australia atau setara Rp 177 triliun pada 2016-2017




Credit  cnnindonesia.com