TEMPO.CO, London – Ratusan ribu warga Inggris menggelar unjuk rasa di ibu kota London untuk mendukung integrasi dengan Uni Eropa. Mereka mendesak pemerintah Inggris menggelar pemungutan suara publik kedua mengenai Brexit atau British Exit, yang merupakan istilah yang merujuk keluarnya Inggris dan UE.
Para
pengunjuk rasa, yang berjumlah sekitar 700 ribu orang menurut klaim
dari panitia, mengibarkan bendera UE yang berwarna emas dan biru. Jumlah
ini menjadikan unjuk rasa ini menjadi yang terbesar pasca unjuk rasa
menentang invasi sekutu ke Irak pada 2003. Sebagian memegang spanduk
atau kertas bertuliskan “Bollocks to Brexit” yang artinya Brexit itu
bodoh. Laiinnya melambaikan kertas bertuliskan “Saatnya kembali ke EU”
dan “Orang Eropa dan Bangga”.
“Orang-orang
berpikir proses negosiasi Brexit berlangsung kacau. Mereka tidak
percaya pemerintah akan memenuhi janji-janji yang dibuat, terutama
karena mereka memang tidak memenuhi janjinya,” kata James McGrory,
panitia unjuk rasa ini, seperti dilansir Reuters pada Sabtu, 20 Oktober
2018 waktu setempat.
Proses Brexit ini bakal kelar dalam lima bulan lagi namun hingga kini belum ada kesepakatan yang jelas antara Inggris dengan EU. Ini dipersulit sikap sebagian anggota Partai Konservatif, yang mengancam akan menolak jika May membuat kesepakatan tertentu dengan EU.
Para pengunjuk rasa berkumpul di Hyde Park lalu bergerak melewati Downing Street, yang menjadi lokasi kantor PM Inggris. Mereka lalu berkumpul di depan gedung parlemen untuk mendengarkan berbagai orasi dari berbagai partai politik.
Philip May, suami Perdana Menteri Inggris Theresa May, bekerja untuk sebuah perusahaan senjata, yang harga sahamnya naik saat terjadi serangan militer Inggris ke Suriah. Sumber [REUTERS]
Unjuk rasa ini terkesan berupaya membalik hasil jajak pendapat pada 2016, yang dimenangkan para pendukung Brexit dengan jumlah suara 52 perse. Dua tahun terakhir situasi berkembang dan memanas karena pemerintah Inggris belum juga menyetujui kesepakatan apapun dengan UE pasca Brexit. Ada kekhawatiran Brexit bakal terjadi tanpa Inggris dan UE membuat kesepakatan kerja sama.
Credit tempo.co