Di Basarnas sendiri, dibandingkan dengan heli Dauphin AS365N3+, lompatan teknologi AW139 terbilang cukup jauh. AW139 sudah fully integrated 4-axis autopilot. Secara ekstrem dapat dikatakan, AW139 bisa terbang dan mendarat sendiri hanya dengan memasukkan data flight plan. Pilot pun dapat membiarkan heli terbang diam (hovering) secara otomatis. Pada saat kondisi darurat, pilot bisa menset kemampuan ini dan beranjak ke kabin untuk membantu pertolongan udara.
Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsdya TNI FHB Soelistyo pada saat heli AW139 dengan nomor registrasi HR-1301 ini diluncurkan penggunaanya 28 Februari 2016 bertepatan dengan HUT Basarnas di Buperta Cibubur mengatakan, AW139 menjadi kekuatan baru Basarnas yang akan hadir ke berbagai pelosok dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dalam peluncuran tersebut, Kabasarnas didampingi antara lain oleh Panglima TNI, Dubes Italia untuk Indonesia, perwakilan dari Kementerian Perhubungan, DPR RI, serta sejumlah gubernur di Indonesia.
Soelistyo menegaskan, Basarnas terus berkomitmen melaksanakan operasi SAR yang efektif, efisien, cepat, andal, dan aman. Itu pula sebabnya mengapa Basarnas butuh helikopter yang pas dan sesuai kemampuan, yakni AW139. “Basarnas membutuhkan helikopter AW139 untuk operasi penyelamatan yang semakin meningkat, terutama untuk operasi SAR di medan atau di daerah yang sulit dijangkau,” kata Soelistyo.
Kapasitas besar
Ditengok dari sisi kapasitas, AW139 yang masuk heli katagori kelas medium memiliki kemampuan angkut yang besar. Heli mampu membawa 15 penumpang dan dua pilot. Dalam konfigurasi medis udara, heli mampu membawa empat tandu pasien (stretcher) dan empat kru medis. Sementara Dauphin hanya mampu membawa dua pilot dan 12 penumpang. Atau dua pilot, dua tandu, dan satu personel medis.
Ruang kabin AW139 cukup lapang dan dirancang agar personel mudah melakukan pergerakan. Ini terlihat dari panel-panel yang sangat kompak dan tidak membuat sempit ruangan. Dari sisi kenyamanan, standar AW139 sudah dilengkapi pendingin udara (AC). Sementara heli lainnya masih mengandalkan kipas angin.
Pintu geser pada kabin AW139 juga terbilang lebar. Hal ini memberikan keleluasan bagi pergerakan loading maupun unloading. Uniknya, di bagian belakang AW139 juga terdapat ruang bagasi yang cukup besar dimana terdapat pula pintu di bagian belakang untuk memasukkan atau menurunkan bagasi.
Beranjak ke mesin, AW139 menggunakan dua mesin Pratt & Whitney Canada PT6C turboshaft dengan sistem kontrol FADEC (full authority digital engine control) yang terbilang handal. Masing-masing mesin menghasilkan tenaga 1.531 HP.
AW139 mampu terbang hingga ketinggian 20.000 kaki. Bila satu mesin mati, heli masih tetap bisa beroperasi dan bahkan melakukan hovering pada ketinggian 12.000 kaki. Kemampuan ini jelas yang tertinggi dibandingkan helikopter lain di jajaran Basarnas.
Main rotor heli AW139 terdiri dari lima bilah baling-baling utama berbahan komposit dan hub berbahan titanium. Sementara pada bagian ekor, baling-baling hanya berjumlah empat dengan bahan material yang sama.
Dengan gabungan mesin dan konfigurasi lima baling-baling utama, AW139 mampu digeber hingga kecepatan 310 km/jam. Jarak jelajah terbang heli ini mencapai 1.250 km 9pada kecepatan 306 km/jam) dan lama terbang mencapai enam jam.
Untuk roda pendarat, W139 menggunakan tiga roda yang dapat dilipat. Dua roda utama disimpan di bagian sponson yang juga berfungsi sebagai ruang untuk menyimpan perangkat emergensi.
FLIR 380
Sedikit mengenai kemampuan FLIR Star SAFIRE 380-HDc, di Indonesia FLIR ini merupakan yang tercanggih, bahkan dibandingkan dengan FLIR yang digunakan pada heli H225M Cougar maupun heli Bell 412EP TNI AD.
Star SAFIRE 380-HDc mampu menyajikan gambar dan video yang jernih dan antigoyang pada jarak deteksi yang cukup jauh secara realtime. Perangkat ini terdiri dari tiga bagian yakni Turret FLIR Unit (TFU), Universal Hand Control Unit (UHCU), dan Laser Interlock Unit (LIU). Sistem FLIR 380-HDc dirancang secara khusus untuk penggunaan airborne atau dalam penerbangan, meskipun bisa digunakan pula pada kondisi yang lain.
SAFIRE 380-HDc dilengkapi sensor HD EO (High Definition Electro-Optic) terdiri dari sensor primer dan sekunder, kemudian sensor Short-Wave Infra-Red (SWIR), sensor High Definition Low Light (HD LL), dan Communications Interface Options. Sensor-sensor tersebut bekerja sesuai kondisi yang dihadapi. Misal SWIR, dapat digunakan untuk mendeteksi lebih detail huruf dan warna pada ekor pesawat atau tulisan di kapal pada kondisi cuaca yang buruk. Sensor ini juga dapat mengdeteksi nomor kendaraan yang sedang melaju kencang di jalan raya.
Perangkat FLIR ini dilengkapi dengan searchlight TrakkaBeam A-800 untuk memudahkan pencarian objek SAR terutama pada malam hari atau kondisi cuaca yang gelap.
770 unit
Sejak diperkenalkan tahun 2003 dan mulai diproduksi sejak 2005, hingga saat ini AW139 tercatat telah dibuat sebanyak 770 unit. AW139 dioperasikan oleh satuan-satuan militer di 16 negara dan oleh instansi-instansi sipil di 23 negara.
Kesuksesan AW139 dalam produksi dan penggunaannya di berbagai negara ini menjadi cerminan kalau heli ini merupakan heli tangguh. Dua negara adidaya, AS dan Rusia, yang masing-masing telah mampu membuat helikopter sendiri pun, turut berkolaborasi memroduksi AW139. Di AS heli AW139 dibuat di Philadelphia, sementara di Rusia di buat di Tomilino, Moskow.
Indonesia menjadi salah satu negara yang mengoperasikan heli AW yang dari sisi performa sangat bagus, namun kadang kalah pamor karena belum banyak orang tahu tentang heli ini. Selain itu di Indonesia pun masalah harga selalu menjadi sorotan karena pada umumnya pembelian barang dengan harga mahal akan diperdebatkan tanpa membandingkan masalah kelengkapan dan keunggulan performa. Beli apapun yang pertama ditanya adalah soal harga. Sementara beli alutsista dengan harga murah biasanya didapat dalam bentuk hibah.
Selain Basarnas, beberapa perusahaan swasta di Indonesia turut mengoperasikan heli AW termasuk heli untuk pengangkutan VVIP/VIP.
Basarnas dan Leonardo induk perusahaan AgustaWestland telah bersepakat menunjuk PT Indopelita untuk perakitan, perawatan, dan pengintegrasian sistem AW139. Satu unit AW139 untuk Basarnas dikirimkan ke Indonesia pada akhir tahun 2015 dan kemudian dirakit di Indopelita pada akhir Januari 2016 selama dua minggu hingga berhasil diujiterbang ulang.
AgustaWestland juga telah mengirimkan pilot-pilot dan teknisi TNI AU yang mengoperasikan heli AW139 Basarnas ke Italia beberapa waktu lalu. Pihak AW juga mendatangkan pilot dan teknisinya ke Indonesia untuk memberikan supervisi dan pelatihan. Sebagaimana diketahui, untuk pengoperasian AW139, Basarnas bekerja sama dengan TNI AU khususnya Lanud Atang Sendjaja, Bogor.
Credit Angkasa.co.id