CB, BEIJING -- Kelompok militan saat ini sudah
menyebar di dataran Cina, dimulai dari Xinjiang, wilayah yang lama
diduga pemerintah sebagai pangkalan pasukan separatis, kata pejabat
senior urusan agama negara itu.
Cina mengaku sedang
menghadapi ancaman serius dari kelompok garis keras di Xinjiang, wilayah
yang berbatasan dengan sejumlah negara Asia Tengah, Afghanistan, dan
Pakistan. Sebagian besar penduduknya adalah kelompok minoritas Muslim
Uighur.
Ratusan orang tewas dalam beberapa
tahun terakhir akibat kerusuhan. Pemerintah menduga insiden itu
disebabkan oleh kelompok militan. Alhasil, otoritas terkait pun
mengawasi ketat aktivitas agama di wilayah itu demi memberantas
radikalisme dan menjaga stabilitas.
Pikiran fanatik kini telah menyusup
penduduk di dataran Cina", kata Kepala Badan Administrasi Agama Negara
dalam Kongres Nasional Asosiasi Muslim Cina, Wang Zuoan sebagaimana
dikutip koran pemerintah China Daily, Senin (28/11). Koran itu
tidak memberi keterangan tambahan terkait proses penyebaran ajaran keras
berikut provinsi yang terdampak.
Namun Wang mengatakan petugas urusan
agama Cina mesti menjadi garda depan melawan pengaruh pegaris keras,
serta mengubah mereka yang sudah terpengaruh. "Kita mesti memberi tahu
umat Muslim ada aktivitas agama yang legal dan tidak, sehingga nantinya
mereka dapat menghindari kegiatan ilegal," katanya ke asosiasi Muslim,
Sabtu.
"Cina mesti mengawasi sekte Menhuan,"
ujar Wang merujuk ke aliran sufistik Islam di Cina seperti dikutip laman
Badan Administrasi Agama Negara.
Penduduk muslim Cina berjumlah 21 juta
jiwa, diantaranya termasuk etnis Uighur. Kelompok Muslim lain, Hui juga
tersebar di China, khususnya daerah Ningxia, Cina Barat dan Yunnan,
Cina Barat Daya. Presiden Xi Jinping mendesak umat Muslim Cina melawan
pengaruh agama ilegal.
Kerusuhan yang dianggap pemerintah dilakukan pegaris keras ikut menyebar di luar Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir.
Seseorang dilaporkan melakukan penusukan di stasiun kereta Kunming, Yunnan Maret 2014, menewaskan lebih dari 30 jiwa.
Seseorang dilaporkan melakukan penusukan di stasiun kereta Kunming, Yunnan Maret 2014, menewaskan lebih dari 30 jiwa.
Pegiat hak asasi manusia mengatakan
kerusuhan di Xinjiang merupakan puncak kemarahan atas kekerasan fisik
dipicu konflik etnis, tekanan terhadap ekonomi dan aktivitas keagamaan
yang dialami masyarakat Uighur, suku berbahasa Turki. Beijing berulang
kali menyangkal telah mendiskriminasi agama para minoritas di Xinjiang
atau wilayah lainnya.
Terlepas dari kemunculan banyak aliran
kepercayaan, pejabat Cina yang ateis membuat batasan dengan hanya
mengakui agama tertentu.
Credit REPUBLIKA.CO.ID