Ilustrasi kapal tanker (ANTARA FOTO/Joko Sulistyo)
Kepada AFP, seorang pejabat Badan Penegakan Maritim Malaysia menyatakan enam terdakwa pelaku pembajakan dijatuhi 15 tahun kurungan penjara dengan tambahan lima kali hukuman cambuk, sementara dua terdakwa lainnya hanya dijatuhi 18 tahun kurungan penjara.
Pejabat tersebut melaporkan para pelaku pembajakan mengaku bersalah setelah divonis Pengadilan Malaysia pada Minggu (27/11) di bagian selatan Johor.
Kepala Biro Kemaritiman Internasional yang berbasis di Kuala Lumpur, Pusat Pelamporan Pusat, Noel Choong menghargai putusan badan peradilan Malaysia tersebut.
Hukuman ini, tutur Choong, diharapkan dapat membuat jera bagi para perompak.
"Kami menyambut baik hukuman yang berat ini (bagi para pelaku pembajakan). Hukuman ini akan memberikan sinyal kuat bagi para oknum yang berpotensi menjadi perompak bahwa kejahatan seperti itu tidak akan ditolelir," tutur Choong.
Kapal tanker minyak MT Orkim Harmony tengah berlayar dengan membawa sekitar 6.000 ton bahan bakar minyak senilai US$5,6 juta di pantai barat Malaysia menuju pelabuhan Kuantan. Sebelum tiba di pelabuhan, kapal tersebut dibajak oleh delapan warga Indonesia.
Kapal tanker tersebut berisikan sekitar 22 anak buah kapal. Saat pembajakan terjadi, seorang pelaut asal Indonesia mengalami luka tembak di paha, sementara ABK lainnya tidak mengalami cedera apapun.
Delapan pelaku itu menghindari pasukan keamanan yang berupaya menangkap mereka dengan melarikan diri menggunakan sekoci. Seminggu setelah insiden itu, para pembajak terdampar di barat daya Pulau Tho Chu, Vietnam.
Delapan pembajak tersebut ditangkap setelah otoritas lokal setempat menemukan mereka terdampar. Para pembajak kedapatan membawa sejumlah besar uang tunai saat melarikan diri dari MT Orkim Harmony.
Delapan WNI tersebut diekstradisi ke Malaysia pada Minggu pagi setelah ditahan oleh pihak berwenang Vietnam selama hampir 18 bulan.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI membenarkan putusan hukum Malaysia yang menjerat delapan WNI tersebut.
Juru Bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir, memaparkan delapan WNI itu terpaksa diekstradisi dari Vietnam ke Malaysia meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan bantuan hukum agar ekstradisi tidak dilaksanakan.
"Pengadilan Vietnam menetapkan lain, mungkin karena tempat kejadian perkara berada di atas kapal Malaysia. Indonesia tidak bisa mengintervensi proses hukum di negara lain," ucap Arrmanatha.
"Kami hanya meminta apabila terjadi ekstradisi, pemerintah Malaysia tidak akan mengenakan hukuman mati pada 8 WNI itu," katanya menambahkan.
Selama ini, tutur Arrmanatha, Kemlu melalui perwakilannnya, yakni KBRI Vietnam dan KJRI Malaysia di Johor Baru, terus memberikan pendampingan bagi delapan WNI tersebut.
"Mereka (8 WNI) tidak menyanggah tuduhan dan keputusan yang dijatuhkan hakim tetapi mereka juga diberikan kesempatan untuk mengajukan banding," ujar Arrmanatha.
Credit CNN Indonesia