(Ribuan kaum Muslim, Kristiani, yahudi
dan gereja di Yerusalem serukan adzan bersama sebagai protes larangan
adzan dari otoritas Israel. (Reuters/Ammar Awad)
Diberitakan Morocco World News, gereja di Kota Nazareth mengumandangkan azan sebagai bentuk solidaritas dalam menentang aturan pemerintah Israel yang dianggap membatasi kebebasan beribadah umat beragama. Langkah gereja ini memicu kekaguman dari dunia Islam, yang melihatnya sebagai bentuk kehidupan yang harmonis antar umat beragama di Palestina.
Ribuan kaum Muslim, Kristiani, dan Yahudi menyerukan azan bersama di alun-alun utama Kota Nablus, bagian utara Tepi Barat pada Minggu (20/11). Massa yang terdiri dari warga, organisasi-organisasi Palestina, dan perwakilan umat tiga agama samawi menggelar aksi protes dengan menyerukan slogan "menara mesjid tidak akan pernah dibungkam" seraya menyerukan lantunan azan bersama-sama.
"Aksi protes ini sebagai pesan kepada pendudukan Israel untuk berhenti main-main dengan situs suci kami. Aksi protes ini juga sebagai pertanyaan bagi dunia luar soal perhatian mereka terkait pelanggaran mencolok terhadap tempat suci beragama," ungkap seorang aktivis penggerak aksi protes tersebut, Mazen Al-Danbak, seperti dikutip Middle East Monitor.
"Kami peringatkan pendudukan Israel untuk tinggalkan tanah kami dan kami bersikukuh tidak akan membungkam menara mesjid dari seruan azan dan pujian, Allahu Akbar," kata Mazen menambahkan.
Gubernur Nablus, Akram Al-Rajoub berkata, pendudukan Israel di wilayah itu "tidak akan dapat mendominasi mesjid dan gereja" di sana.
Mufti Palestina, Sheikh Ahmed Shobas menyebutkan, seruan azan, panggilan umat Muslim untuk beribadah, merupakan salah satu ritual keagamaan yang juga dilakukan dan dijamin dalam seluruh agama.
Sementara itu, Uskup Gereja Katolik di Nablus, Yousef Sa'ada juga mengutuk upaya Israel untuk melarang seruan azan. Menurut Yousef, pelarangan seruan beribadah ini menandakan pendudukan Israel "yang sedang mengalami kejatuhan etika, moral, dan politik."
"Pengikut palestina dari semua agama bersatu menolak RUU yang digagas Israel. Ini bukti bahwa keruntuhan sedang dialami oleh Israel," kata Yousef.
Serupa dengan Yousef, Sekretaris Sumeria, sebuah sekte Yahudi di Nablus, mengecam langkah parlemen israel itu dengan menyebutkan, "tidak akan ada keamanan dan keselamatan yang dapat dirasakan warga sampai seluruh hak beragama dapat bebas dan terjamin."
"Selama pujian Allahu akbar menggema lima kali sehari, lonceng gereja dapat berdentang setiap hari Minggu, kami bangsa Sumeria merasa aman dan nyaman."
Mengutip Independent, pada Senin (14/11) pekan lalu, perwakilan dari Knesset, Parlemen Israel, telah menyetujui "RUU Muazin" yang melarang pemimpin agama menggunakan pengeras suara di tempat publik untuk menyerukan panggilan bagi para jemaah mereka untuk shalat.
Walaupun masih ada sejumlah perdebatan dalam Komite Menteri Legislasi Israel terkait RUU ini, peraturan ini pada akhirnya kemungkinan besar tetap akan disahkan, mengingat RUU ini mendapat dukungan dari koalisi yang berkuasa di negara itu.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan dukungannya terhadap RUU ini dalam rapat kabinet mingguan. Netanyahu mengatakan warga dari seluruh agama mengeluh kebisingan akibat seruan mesjid setiap kali azan diserukan.
"Israel berkomitmen menjaga kebebasan bagi seluruh umat beragama, tapi kami juga bertanggung jawab untuk melindungi warga dari polusi suara," kata Netanyahu.
Credit CNN Indonesia