CB, Jakarta -
Senin 7 November 2016, dengan senyuman dan lambaian tangan, Basuki
Tjahaja Purnama atau Ahok, memasuki Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta
Selatan. Pukul 08.13 WIB Ahok tiba dengan menumpang Kijang Innova B
1330 EOB.
Ahok menjalani pemeriksaan sebagai terlapor atas kasus dugaan penistaan agama yang dilaporkan Buni Yani. Pemeriksaan Ahok kemarin, merupakan kali kedua.
Mantan Bupati Bangka Belitung itu, diduga menistakan agama, kala sosialisasi program pada 30 September 2016 di Pulau Seribu. Saat itu, ia menyinggung soal Pilkada DKI Jakarta yang membawa-bawa Surat Al Maidah ayat 51.
Saat pemeriksaan kemarin, Ahok diperiksan selama kurang lebih sembilan jam. Sebanyak 40 pertanyaan sudah diajukan penyidik Bareskrim Mabes Polri ke Ahok sejak dua kali pemeriksaan.
Penyidik telah meminta keterangan baik saksi dari pihak pelapor maupun terlapor. Total sudah ada sekitar 20 saksi diperiksa polisi. Jika semua pihak telah dimintai keterangan, polisi rencananya akan gelar perkara secara terbuka (ekspose) pada Selasa atau Rabu pekan depan.
Ekspose terbuka tersebut merupakan perintah langsung Presiden Joko
Widodo atau Jokowi terkait kasus Gubernur nonaktif DKI Jakarta Ahok.
Ekspose terbuka juga sekaligus jawaban atas tuntutan para pengunjuk rasa
pada Jumat 4 November 2016 yang berakhir ricuh.
Ahok menjalani pemeriksaan sebagai terlapor atas kasus dugaan penistaan agama yang dilaporkan Buni Yani. Pemeriksaan Ahok kemarin, merupakan kali kedua.
Mantan Bupati Bangka Belitung itu, diduga menistakan agama, kala sosialisasi program pada 30 September 2016 di Pulau Seribu. Saat itu, ia menyinggung soal Pilkada DKI Jakarta yang membawa-bawa Surat Al Maidah ayat 51.
Saat pemeriksaan kemarin, Ahok diperiksan selama kurang lebih sembilan jam. Sebanyak 40 pertanyaan sudah diajukan penyidik Bareskrim Mabes Polri ke Ahok sejak dua kali pemeriksaan.
Penyidik telah meminta keterangan baik saksi dari pihak pelapor maupun terlapor. Total sudah ada sekitar 20 saksi diperiksa polisi. Jika semua pihak telah dimintai keterangan, polisi rencananya akan gelar perkara secara terbuka (ekspose) pada Selasa atau Rabu pekan depan.
Sandera Bangsa
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir berharap kasus dugaan penistaan
agama yang dilakukan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok segera selesai. Sehingga bangsa Indonesia tak perlu lagi tersandera karena masalah ini.
"Yang berkaitan dengan problem kita sebagai bangsa, kasus ini memang kita harapkan segera berakhir dan ada kata putus agar bangsa ini tidak tersandera oleh 1-2 orang yang bertindak gegabah di dalam kehidupan berkebangsaan kita dan kita menatap ke depan," ujar Haedar, di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa 8 November 2016.
Dugaan penistaan agama ini mengundang unjuk rasa besar-besaran pada Jumat 4 November 2016 kemarin. Aksi itu dinilai sebagai wujud ekspresi kekecewaan sebagai aspirasi umat Islam kepada pemerintah.
"Aspirasi umat Islam yang muncul pada 4 November kemarin itu aspirasi yang mewakili denyut nadi perasaan keagamaan seluruh umat Islam tanpa ada klaim golongan atau kelompok. Dan kami juga yakin bahwa biarpun di ujung demo yang damai itu ada sedikit kericuhan atau kerusuhan, itu justru tidak sejalan dengan spirit pendemo," Haedar menjelaskan.
Dia berharap seluruh komponen bangsa bisa menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk mengawal kasus ini. Sehingga hasil dari pengusutan kasus ini memenuhi rasa keadilan dan aspirasi umat Islam yang rasa dan jiwa keagamaannya terganggu.
"Kami juga berharap dan mengajak kepada seluruh umat Islam untuk terus mengembangkan suasana damai sambil mengawal proses hukum ini secara demokratis, konstitusional mengikuti koridor hukum dan tetap bermartabat," beber Haedar.
"Yang berkaitan dengan problem kita sebagai bangsa, kasus ini memang kita harapkan segera berakhir dan ada kata putus agar bangsa ini tidak tersandera oleh 1-2 orang yang bertindak gegabah di dalam kehidupan berkebangsaan kita dan kita menatap ke depan," ujar Haedar, di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa 8 November 2016.
Dugaan penistaan agama ini mengundang unjuk rasa besar-besaran pada Jumat 4 November 2016 kemarin. Aksi itu dinilai sebagai wujud ekspresi kekecewaan sebagai aspirasi umat Islam kepada pemerintah.
"Aspirasi umat Islam yang muncul pada 4 November kemarin itu aspirasi yang mewakili denyut nadi perasaan keagamaan seluruh umat Islam tanpa ada klaim golongan atau kelompok. Dan kami juga yakin bahwa biarpun di ujung demo yang damai itu ada sedikit kericuhan atau kerusuhan, itu justru tidak sejalan dengan spirit pendemo," Haedar menjelaskan.
Dia berharap seluruh komponen bangsa bisa menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk mengawal kasus ini. Sehingga hasil dari pengusutan kasus ini memenuhi rasa keadilan dan aspirasi umat Islam yang rasa dan jiwa keagamaannya terganggu.
"Kami juga berharap dan mengajak kepada seluruh umat Islam untuk terus mengembangkan suasana damai sambil mengawal proses hukum ini secara demokratis, konstitusional mengikuti koridor hukum dan tetap bermartabat," beber Haedar.
Polisi Ikut Menafsir
Kepolisian,
menurut dia, seharusnya fokus pada penuntasan kasus dugaan penistaan
agama. Tidak perlu, Polri ikut mengungkapkan tafsir atas kasus itu.
"Kita berharap juga Kepolisian tidak perlu mengembangkan tafsir-tafsir yang bisa justru menambah keraguan atau menimbulkan ekskalasi baru mengenai pengusutan kasus ini," ujar Haedar.
Belakangan sedang heboh penggunaan kata 'pakai' dalam kasus Ahok. Berbagai pandangan muncul setelah Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan ada temuan baru berupa dugaan penghilangan kata 'pakai' dalam video sambutan Ahok.
Menurut Haedar, hal seperti itu tidak perlu diungkapkan kepolisian. Dapat dirasakan, reaksi masyarakat atas pernyataan itu begitu luas utamanya di media sosial.
"Itulah maksudnya Pak Kapolri jangan masuk ke area tafsir tersebut agar tidak menimbulkan prasangka tertentu. Baik benar lebih-lebih salah bisa menimbulkan prokontra lagi dan nanti polisi dituding memihak," jelas Haedar.
Untuk menghindari hal itu, Haedar meminta polisi fokus pada pemeriksaan kasus Ahok. Sehingga kasus ini cepat selesai. "Kita berharap bahwa itu dilaksanakan secara konsisten," pungkas Haedar.
"Kita berharap juga Kepolisian tidak perlu mengembangkan tafsir-tafsir yang bisa justru menambah keraguan atau menimbulkan ekskalasi baru mengenai pengusutan kasus ini," ujar Haedar.
Belakangan sedang heboh penggunaan kata 'pakai' dalam kasus Ahok. Berbagai pandangan muncul setelah Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan ada temuan baru berupa dugaan penghilangan kata 'pakai' dalam video sambutan Ahok.
Menurut Haedar, hal seperti itu tidak perlu diungkapkan kepolisian. Dapat dirasakan, reaksi masyarakat atas pernyataan itu begitu luas utamanya di media sosial.
"Itulah maksudnya Pak Kapolri jangan masuk ke area tafsir tersebut agar tidak menimbulkan prasangka tertentu. Baik benar lebih-lebih salah bisa menimbulkan prokontra lagi dan nanti polisi dituding memihak," jelas Haedar.
Untuk menghindari hal itu, Haedar meminta polisi fokus pada pemeriksaan kasus Ahok. Sehingga kasus ini cepat selesai. "Kita berharap bahwa itu dilaksanakan secara konsisten," pungkas Haedar.
Credit Liputan6.com