Rabu, 09 November 2016
Menperin Protes Minyak Sawit RI Dapat Diskriminasi di Eropa
Foto: Yulida Medistiara
Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan bilateral dengan European Union Commissioner for Agricultural and Rural Development, Phil Hogan. Pertemuan tersebut digelar secara tertutup disela-sela EU-Indonesia Business Dialog.
Menperin Airlangga menyebut dalam pertemuan itu membahas tentang keluhan Indonesia terhadap pengenaan dumping pada produk kelapa sawit. Saat ini pengenaan dumping pada produk tersebut bertarif 50%.
Dumping adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barang di pasar luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga di pasar dalam negeri (harga normal).
"Membahas mengenai CEPA dengan Eropa, lalu terkait pengenaan dumping untuk kelapa sawit. Kita dikenakan dumping," kata Airlangga, di Intercontinental Midplaza Hotel, Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2016).
Selain itu, pertemuan itu juga membahas terkait hambatan yang terjadi di dalam perdagangan kelapa sawit atau turunannya, biodiesel, dan cokelat atau kakao.
"Juga ada hambatan perdagangan dengan kelapa sawit, biodiesel dan turunannya," ujar Airlangga.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian yang juga hadir dalam pertemuan mengatakan kakao saat ini masih dikenakan biaya masuk sekitar 4%-6%. Sementara negara lain tidak kena sehingga Indonesia meminta kesetaraan.
"Untuk yang kita terhambat juga (perdagangan) kita di sana contohnya seperti kakao/cokelat masih dikenakan biaya masuk 4-6% sedangkan negara lain tidak kena. Lalu masalah biodiesel dan juga terkait vetisi/ produk-produk turunan sawit masih dikenakan dumping," imbuh Panggah.
Airlangga juga menjelaskan pada pertemuan tersebut juga dibahas mengenai Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) alias perjanjian kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Uni Eropa. Dengan disepakatinya CEPA antar dua belah pihak, maka produk Indonesia tak perlu lagi dikenakan bea masuk.
"Indonesia kan ekspornya hanya berdasarkan tarifnya MFN (bea masuk). Sedangkan mereka (Singapura dan Vietnam) tarifnya lebih rendah lagi. Nah itu kalau beda 5% sampai 10% untuk produk garmen dan yang lain, atau alas kaki tentu akan menguntungkan Vietnam. Itu yang tadi disampaikan," imbuh Airlangga.
Menurut Airlangga pihak Uni Eropa akan menanggapinya nanti di dalam parlemen. "Mereka kan mesti tanggapi sebagai parlemen," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Industri Agro, Panggah Susanto menyebut, pada pertemuan itu juga membahas soal kerjasama investasi dan beberapa potensi. Misalnya terkait kerjasama teknologi penggemukan sapi.
"Ada beberapa potensi yang bisa dikerjasamakan terkait daily produk terkait cattle dan penggemukan sapi, mereka kan ada teknologi, kita masih sangat membutuhkan untuk mengatasi tingginya importasi dari produk tersebut," kata Panggah.
Disamping itu, Panggah menyebut Uni Eropa siap membantu produk makanan atau produk pertanian/ agro masuk dalam standar Eropa.
"Uni Eropa juga siap membantu untuk mendorong produk-produk makanan atau produk agro untuk dalam hal standar masuk ke Eropa kan ada standar. Kita minta Indonesia di dorong untuk memenuhi standar Eropa," ujar Panggah.
Panggah menyebut ada kenaikan yang terjadi pada industri hutan atau pulp and paper. Hal itu menurutnya dapat dijadikan model untuk menyelesaikan isu-isu lain.
"Kita juga mencapai kemajuan di bidang industri hasil hutan, kertas dan pulp, ini mengalami kemajuan. Ini bisa saja dijadikan model untuk menyelesaikan isu-isu lain," ungkap Panggah.
Credit detikFinance