Portal Berita Tentang Sains, Teknologi, Seni, Sosial, Budaya, Hankam dan Hal Menarik Lainnya
Kamis, 15 September 2016
Terkuak, Alasan Genghis Khan Batal Menduduki Eropa
Dengan
taktik yang tiada ampun dan pasukan yang setia, Genghis Khan merebak ke
seantero Asia, lalu menuju Eropa. (Sumber François Philipp/Flickr)
CB, New York - Jika masih ada yang menganggap remeh pemanasan global, mungkin ada baiknya kita belajar lagi dari sejarah.
Pada 1206, Genghis Khan, seorang pemimpin suku dari kawasan utara
Mongolia, mulai menguasai dunia. Dengan taktik yang tiada ampun dan
pasukan yang setia, ia merebak ke seantero Asia.
Satu demi satu, wilayah-wilayah jatuh ke bawah kekuasaan kekuatan
Kekaisaran Mongol yang kemudian membentang hingga pantai timur Tiongkok.
Beberapa serangan yang berhasil di Hungaria dan Polandia seakan
menandakan Eropa pun akan takluk.
Namun demikian, seperti dikutip dari Science Alert pada
Selasa (31/5/2016), kemenangan-kemenangan di Eropa mendadak terhenti.
Begitu pasukan Mongol tiba di Austria, mereka mendadak pulang kembali ke
Asia. Ada apa?
Hingga saat ini, para ahli sejarah hanya bisa menebak-nebak karena
keterbatasan ketersediaan catatan tertulis. Namun demikian, suatu
penelitian yang dilaporkan dalam jurnal Scientific Reports menggunakan pendekatan lain untuk memecahkan teka-teki hengkangnya pasukan sang penakluk dari Eropa.
Cincin-cincin batang pohon mengungkapkan adanya masa dingin dan basah
selama beberapa tahun, sehingga "merusak tanah ladang dan mengurangi
pergerakan, serta menurunkan daya guna pasukan militer berkuda
Mongolia.".
Betikut ini adalah penjelasan ringkas tentang kebangkitan Mongol dan bagaimana perubahan iklim alamiah telah memaksa mereka membatasi kerugian dan menghentikan perang puputan. Sebelum Hungaria
Setelah Genghis Khan meninggal pada 1227, ia mewariskan kepada
Ogodei, putranya, suatu wilayah sangat luas yang membentang dari
Tiongkok timur laut hingga ke Laut Kaspia, tepat di utara Iran sekarang ini. Secara keseluruhan, luas wilayah pendudukan itu sekitar 28 juta km persegi.
"Baik diukur berdasarkan total orang yang dikalahkan, jumlah negara yang diduduki, ataupun luas wilayah yang dikuasai, Genghis Khan menguasai
lebih dari dua kali yang pernah dikuasai manusia manapun dalam
sejarah," kata ahli sejarah Jack Weatherford dalam bukunya yang berjudul
'Genghis Khan and the Making of the Modern World'--diterjemahkan
sebagai 'Genghis Khan dan Pembentukan Dunia Modern'.
Setelah kematian sang ayah, Ogedei Khan meneruskan warisan ayahnya,
Kekuasaannya meluas ke timur dan barat, hingga menududuki apa yang
tersisa di barat laut Tiongkok dan merangsek ke Rusia, terbantu oleh
masa basah yang memungkinkan pasukan Mongol membawa ribuan kuda
melintasi gurun Gobi, yang merupakan gurun terbesar di Asia.
Tidak sampai tahun 1240, kota Kiev telah diobrak-abrik dan kumpulan
pasukan itu dengan kilat menuju ke barat. Pasukan berkuda dan taktik
pendudukan mereka meluluhkan lantakan kota-kota Eropa dan, dengan
demikian, membawa serta bubuk mesiu temuan bangsa Tiongkok.
Dengan
taktik yang tiada ampun dan pasukan yang setia, Genghis Khan merebak ke
seantero Asia, lalu menuju Eropa. (Sumber quora.com)
Rentetan kesuksesan kecil itu menghantarkan pasukan Mongolia ke
Hungaria pada Maret 1241. Raja Bela IV melarikan diri dari istananya di
kota Pest (sekarang Budapest). Pasukan Ogodei membantai sekitar 1 juta
warga Hungaria, termasuk tentara, rohaniwan, kaum ningrat, ksatria,
maupun rakyat jelata. Kekalahan itu terhitung sebagai salah satu yang
paling berdarah di Abad Pertengahan.
Pada Desember 1241, Ogodei Khan meninggal secara mendadak. Sejumlah
ahli sejarah berpendapat bahwa Batu, keponakan Ogodei, yang memimpin
penyerbuan ke Barat, kemudian berputar kembali ke Karakorum, ibukto
Mongolia, guna pemilihan pemimpin baru.
Tapi Batu tidak pernah kembali ke Mongolia dan malah bersemayam di
selatan Rusia untuk memerintah bersama Kumpulan Keemasan (Kipchak
Khanate), yang mendapatkan namanya berdasarkan kekayaan para
penguasanya. Sementara itu, Toregene, istri Ogodei, naik tahta sebagai
Khatun Agung. Akhir yang Mendadak
Pada tahun berikutnya, semua berubah. Pasukan itu mendadak berputar
ke selatan, bergerak melalui wilayah yang menjadi Serbia di masa kini,
dan kemudian pulang lewat Rusia. Kaum keturunan mereka memang sering
melakukan penyerbuan-penyerbuan ke kota-kota Eropa, tapi serangan
besarnya sudah usai.
Ada beberapa hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan mengapa
pasukan itu meninggalkan serangan ke barat. Tapi, para penulis makalah
baru itu berpendapat bahwa tidak ada satupun yang cukup untuk
menjelaskan perubahan arah tersebut.
Para penulis mengambil sejumlah contoh kayu dari 5 kawasan Eurasia
untuk melacak cuaca pada masa penjelajahan terjauh bangsa Mongol
tersebut.
Secara khusus, pepohonan peka terhadap perubahan-perubahan kecil
dalam kondisi iklim. Dalam tahun-tahun yang basah, pohon menambahkan
lapisan-lapisan tebal inti batangnya. Selama tahun-tahun yang kering,
cincin-cincinnya lebih tipis, karena lebih sedikit air yang terserap
dalam pohon.
Para mendapati adanya perubahan iklim sehingga Hungaria dan
sekitarnya menjadi sangat dingin dan basah selama kira-kira 3 tahun,
dari 1238 hingga 1241. Penambahan kelembaban dan lebih awalnya musim
semi mengubah dataran Hungaria menjadi rawa-rawa yang tidak bisa dilalui
oleh ribuan kuda andalan pasukan Mongolia sebagai alat pengangkutan dan
senjata peperangan.
Pada 1242, tahun terakhir penyerbuan di Eropa, para peneliti
mengamati adanya keadaan yang sangat lembab. Hal ini mengakibatkan
rusaknya panen, sehingga mengurangi pasokan pangan bagi pasukan Khan.
Muncullah bala kelaparan yang menewaskan ribuan orang di kawasan itu.
Ada dugaan para pemimpin pasukan Ogodei memilih jalur selatan ketika
menjauh dari Eropa karena secara relatif masih lebih kering, demikian
menurut para penulis.
Lalu apa yang terjadi pada pasukan Mongolia sesudah itu? Kematian
Ogodei Khan mengundang perebutan kekuasaan di antara para putra dan cucu
lelaki Genghis Khan sehingga semakin memecah belah Kekaisaran Mongol
dan tidak pernah bersatu lagi.
Namun demikian, kaum keturunannya lanjut mendirikan sejumlah dinasti
di India, Tiongkok, Persia, dan Siberia. Bangsa Mongol melanjutkan
menetap di Kawasan Otonomi Mongolia Dalam di Tiongkok maupun di Mongolia
masa kini. Di Mongolia, wajah Genghis Khan dipasang di mata uang,
minuman vodka, kotak rokok. Namanya pun diabadikan sebagai nama bandara
internasional di Ulaan Baatar, ibukota Mongolia.
Para ilmuwan semakin piawai memeriksa catatan iklim secara lebih
rinci sehingga kita sekarang mengungkapkan lebih banyak tentang caranya
iklim membentuk sejarah.
Iklim yang tidak biasa diduga telah memungkinkan bangsa Polinesia
untuk menyebar ke Pasifik Selatan, meruntuhkan kota-kota metropolis di
Meksiko pada masa pra-kolonial, atau bahkan menndorong Attila dari
bangsa Hun untuk menjajal teror terhadap Kekaisaran Romawi 800 tahun
sebelum Genghis Khan.
Para penulis laporan menyimpulkan bahwa penelitian mereka tentang
mundurnya bangsa Mongolia dari Hungaria “menggambarkan kejadian ketika
fluktuasi kecil pada iklim berpengaruh pada sejarah.”
Kesimpulannya juga memberikan pelajaran tentang masa depan iklim
kita, yaitu bahwa diperlukan hanya beberapa derajat saja untuk mengubah
arah sejarah manusia.