YERUSALEM
- Media-media Arab mengeluarkan sikap tidak ramah atas meninggalnya
bekas Presiden Israel, Shimon Peres, kemarin. Media-media itu kompak
menjuluki Peres sebagai penjahat perang, meski media Barat menganggapnya
sebagai sosok pejuang perdamaian Israel-Palestina peraih hadiah Nobel.
Media Mesir, al-Youm as-Sabi, mendedikasikan seluruh artikel untuk Shimon Peres dengan menyebutnya sebagai ”insinyur genosida terhadap rakyat Arab”.
Julukan negatif itu bukan tanpa alasan. Bagi media tersebut, Peres dianggap sebagai kontributor kunci untuk proyek permukiman Yahudi Israel di tanah Palestina, dan pendiri industri keamanan Israel.
”Peres: Tukang jagal dari Qana yang memenangkan (hadiah) Nobel untuk perdamaian,” demikian headline obituari Peres di situs al-Jazeera, media yang berbasis di Qatar. Laporan itu mengacu pada serangan artileri tentara Israel di Desa Qana, Libanon selatan, pada bulan April 1996.
Pada waktu itu, Israel meluncurkan agresi dengan nama “Operation Grapes of Wrath” yang menewaskan lebih dari 100 warga sipil yang mengungsi di kompleks PBB. Peres, Perdana Menteri Israel saat itu, mengatakan bahwa dia tidak tahu ada warga sipil di gedung PBB.
”Peres, mantan anggota geng Haganah (kelompok paramiliter Israel, pendahulu tentara Israel) menjabat Perdana Menteri Israel pada tiga kesempatan. Dia dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kejahatan terhadap warga Palestina dan Arab, yang paling terkenal adalah pembantaian Qana pertama di Libanon Selatan pada bulan April 1996,” bunyi paragraf kedua dari obituari Al Jazeera.
As-Safir, surat kabar Libanon berafiliasi dengan Hizbullah, juga menerbitkan headline soal Peres dengan judul “Tukang jagal dari Qana”. Artikel ini fokus mengulas peran Peres atas bedirinya permukiman Israel pertama di Tepi Barat selama masa jabatannya sebagai Menteri Pertahanan tahun 1970-an.
Al-Masry al-Youm, surat kabar populer Mesir, menjuluki Peres sebagai ”arsitek dari agresi tripartit di Mesir” dalam berita orbituari Peres. Media ini menyalahkan Peres atas Krisis Suez.
Media Mesir lainnya, Sada el-Balad, menyatakan kematian Peres secara kebetulan sama harinya dengan kematian mantan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser yang meninggal 46 tahun silam.
”Dua musuh diakui, yang bertemu di medan perang sekali dalam hidup mereka, yang dipersatukan oleh keberuntungan untuk mati pada tanggal yang sama. Persaingan abadi di dunia ini telah berakhir,” tulis media Mesir itu mengacu pada sosok Peres dan Nasser.
Selanjutnya, Safa, media pro-Hamas memanfaatkan momen meninggalnya Peres untuk mengkritik para pemimpin Arab yang disebut media itu sebagai “pengkhianat”. “Faksi di Gaza: Kematian Peres adalah awal dari akhir Israel”, demikian judul berita utama media itu, yang dikutip Kamis (29/9/2016).
Media Mesir, al-Youm as-Sabi, mendedikasikan seluruh artikel untuk Shimon Peres dengan menyebutnya sebagai ”insinyur genosida terhadap rakyat Arab”.
Julukan negatif itu bukan tanpa alasan. Bagi media tersebut, Peres dianggap sebagai kontributor kunci untuk proyek permukiman Yahudi Israel di tanah Palestina, dan pendiri industri keamanan Israel.
”Peres: Tukang jagal dari Qana yang memenangkan (hadiah) Nobel untuk perdamaian,” demikian headline obituari Peres di situs al-Jazeera, media yang berbasis di Qatar. Laporan itu mengacu pada serangan artileri tentara Israel di Desa Qana, Libanon selatan, pada bulan April 1996.
Pada waktu itu, Israel meluncurkan agresi dengan nama “Operation Grapes of Wrath” yang menewaskan lebih dari 100 warga sipil yang mengungsi di kompleks PBB. Peres, Perdana Menteri Israel saat itu, mengatakan bahwa dia tidak tahu ada warga sipil di gedung PBB.
”Peres, mantan anggota geng Haganah (kelompok paramiliter Israel, pendahulu tentara Israel) menjabat Perdana Menteri Israel pada tiga kesempatan. Dia dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kejahatan terhadap warga Palestina dan Arab, yang paling terkenal adalah pembantaian Qana pertama di Libanon Selatan pada bulan April 1996,” bunyi paragraf kedua dari obituari Al Jazeera.
As-Safir, surat kabar Libanon berafiliasi dengan Hizbullah, juga menerbitkan headline soal Peres dengan judul “Tukang jagal dari Qana”. Artikel ini fokus mengulas peran Peres atas bedirinya permukiman Israel pertama di Tepi Barat selama masa jabatannya sebagai Menteri Pertahanan tahun 1970-an.
Al-Masry al-Youm, surat kabar populer Mesir, menjuluki Peres sebagai ”arsitek dari agresi tripartit di Mesir” dalam berita orbituari Peres. Media ini menyalahkan Peres atas Krisis Suez.
Media Mesir lainnya, Sada el-Balad, menyatakan kematian Peres secara kebetulan sama harinya dengan kematian mantan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser yang meninggal 46 tahun silam.
”Dua musuh diakui, yang bertemu di medan perang sekali dalam hidup mereka, yang dipersatukan oleh keberuntungan untuk mati pada tanggal yang sama. Persaingan abadi di dunia ini telah berakhir,” tulis media Mesir itu mengacu pada sosok Peres dan Nasser.
Selanjutnya, Safa, media pro-Hamas memanfaatkan momen meninggalnya Peres untuk mengkritik para pemimpin Arab yang disebut media itu sebagai “pengkhianat”. “Faksi di Gaza: Kematian Peres adalah awal dari akhir Israel”, demikian judul berita utama media itu, yang dikutip Kamis (29/9/2016).
Credit Sindonews
Peres Meninggal, Baru Dua Pemimpin Arab Ini yang Berduka
YERUSALEM
- Bekas Presiden Israel, Shimon Peres, meninggal kemarin. Dari seluruh
pemimpin Arab, baru Presiden Otoritas Palestina; Mahmoud Abbas, dan
Presiden Mesir; Abdel Fattah el-Sisi, yang menyatakan ikut berduka.
Meski demikian, tidak ada satu pun pemimpin Arab yang mengindikasikan untuk hadir dalam pemakaman Peres. Sikap berbeda ditunjukkan para pemimpin Barat, terutama Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama, yang memimpin delegasi AS menghadiri pemakaman mantan pemimpin Israel ini.
El-Sisi dilaporkan memilih mengirim menteri luar negerinya ke pemakaman Peres yang akan digelar pada hari Jumat (30/9/2016) besok. Tapi, Raja Yordania; Abdullah II, belum mengomentari perihal meninggalnya Peres. Sikap bungkam juga ditunjukkan para pemimpin Arab lainnya.
Arad Nir, komentator urusan luar negeri untuk Channel 2 TV, mengatakan, akan “sangat sedih” jika orang-orang yang bernegosiasi dengan Peres tidak menghadiri pemakamannya. "Ini menempatkan tanda tanya pada visi Shimon Peres, misi hidupnya: Perdamaian,” katanya.
Kantor berita Palestina, Wafa melaporkan pada Rabu sore, bahwa Abbas telah mengirimkan ucapan belasungkawa kepada keluarga Peres.
“Abbas menyatakan kesedihan dan dukanya,” tulis media Palestina itu. ”Peres adalah partner dalam membuat perdamaian yang berani dengan martir Yasser Arafat dan Perdana Menteri (Yitzhak) Rabin,” lanjut laporan itu mengutip pernyataan Abbas.
“Peres melakukan upaya tak henti-hentinya untuk mencapai perdamaian abadi dari perjanjian Oslo sampai saat-saat terakhir hidupnya,” puji Abbas.
Meski ikut berduka, kantor Abbas tidak mengkonfirmasi perihal kesediaan Abbas untuk menghadiri pemakaman Peres.
Meski demikian, tidak ada satu pun pemimpin Arab yang mengindikasikan untuk hadir dalam pemakaman Peres. Sikap berbeda ditunjukkan para pemimpin Barat, terutama Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama, yang memimpin delegasi AS menghadiri pemakaman mantan pemimpin Israel ini.
El-Sisi dilaporkan memilih mengirim menteri luar negerinya ke pemakaman Peres yang akan digelar pada hari Jumat (30/9/2016) besok. Tapi, Raja Yordania; Abdullah II, belum mengomentari perihal meninggalnya Peres. Sikap bungkam juga ditunjukkan para pemimpin Arab lainnya.
Arad Nir, komentator urusan luar negeri untuk Channel 2 TV, mengatakan, akan “sangat sedih” jika orang-orang yang bernegosiasi dengan Peres tidak menghadiri pemakamannya. "Ini menempatkan tanda tanya pada visi Shimon Peres, misi hidupnya: Perdamaian,” katanya.
Kantor berita Palestina, Wafa melaporkan pada Rabu sore, bahwa Abbas telah mengirimkan ucapan belasungkawa kepada keluarga Peres.
“Abbas menyatakan kesedihan dan dukanya,” tulis media Palestina itu. ”Peres adalah partner dalam membuat perdamaian yang berani dengan martir Yasser Arafat dan Perdana Menteri (Yitzhak) Rabin,” lanjut laporan itu mengutip pernyataan Abbas.
“Peres melakukan upaya tak henti-hentinya untuk mencapai perdamaian abadi dari perjanjian Oslo sampai saat-saat terakhir hidupnya,” puji Abbas.
Meski ikut berduka, kantor Abbas tidak mengkonfirmasi perihal kesediaan Abbas untuk menghadiri pemakaman Peres.
Credit Sindonews