BERLIN -
Jurgen
Todenhofer, seorang jurnalis asal Jerman yang berhasil mewawancarai
seorang komandan al-Nusra mengatakan, Amerika Serikat (AS) mengetahui
kalau senjata yang mereka kirim ke Suriah jatuh ke tangan kelompok
teroris. Tapi, AS tetap terus mengirimkan senjata ke pemberontak Suriah.
"Ini
adalah hal yang tampaknya sudah diketahui banyak orang. Ini sangat
jelas, bahwa Amerika tahu, senjata mereka pada akhirnya berada di tangan
teroris," kata Todenhofer, seperti dilansir Russia Today pada Rabu
(28/9).
"CIA mengkoordinasikan pengiriman senjata dari Turki dan
mereka membawa senjata ke perbatasan. Senjata ini diambil oleh kelompok
teroris, Al-Qaeda, dan juga ISIS. Ini adalah hal yang sudah lumrah,"
sambungnya.
Todenhofer mengatakan, jatuhnya senjata ke tangan
teroris mungkin bukanlah sebuah kesalahan atau kelalaian. Namun, dia
juga menyebut, sejumlah pengamat percaya AS memang secara sengaja
memberikan senjata tersebut pada teroris.
Sementara itu, terkait
pernyataan AS yang mengatakan mereka tidak pernah mendukung kelompok
teroris, tapi menyebut sejumlah negara sekutu mereka mungkin memberikan
dukungan tersebut, Todenhofer menyatakan hal itu mungkin saja benar.
"Mungkin
ada beberapa sekutu mereka (AS). Tapi, semua orang tahu bahwa mereka
menggunakan sekutu dan mereka memungkinkan sekutu, tidak masalah jika
roket TOW atau rudal TOW, yang merupakan rudal Amerika, diberikan kepada
teroris oleh kelompok lain," ucapnya.
"Ketika sekelompok teroris
menginginkan senjata yang dipasok ke pemberontak, teroris itu mengubah
nama mereka dan dari titik itu para kelompok teroris itu menyebut diri
mereka sebagai oposisi moderat," ungkapnya.
Dia ingat, bahwa pada
tahun 2012 Pentagon mengeluarkan dokumen DIA yang mengungkapkan bahwa
Washington berusaha untuk menghancurkan hubungan antara pemerintah Syiah
di Iran, Irak, Lebanon dan Suriah.
"Dalam cara tertentu, ia
(komandan al-Nusra) mengulangi apa yang dikatakan Pentagon empat tahun
lalu. Mereka mencoba untuk menyingkirkan Bashar al-Assad dengan bantuan
para pemberontak," tukasnya.
Credit Sindonews