Senin, 26 September 2016

PBB Ingin Selidiki Pembunuhan dalam Perang Narkoba Duterte

 
PBB Ingin Selidiki Pembunuhan dalam Perang Narkoba Duterte  
Sudah lebih dari 3.300 terduga pengedar dan pengguna narkoba tewas sejak ia menjabat, sebagian besar diduga karena praktik pembunuhan di luar hukum. (AFP Photo\/NOEL CELIS)
 
Jakarta, CB -- Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa soal penegakan hak asasi manusia, tindakan di luar hukum dan eksekusi arbitrase, Agnes Callamard, mengungkapkan keinginannya berkunjung ke Filipina guna menyelidiki dugaan ribuan kasus pembunuhan di luar hukum dalam program pemberantasan narkoba yang diusung Presiden Rodrigo Duterte.

Keinginan Callamard ini menyusul undangan Duterte terhadap Sekretaris Jenderal PBB dan Uni Eropa pekan lalu untuk datang ke negaranya dan menyelidiki langsung tuduhan pembunuhan di luar hukum selama ia menjalankan kampanye anti-narkoba sejak menjabat pada 30 Juni lalu.

Meski pemerintah Filipina belum mengeluarkan undangan resmi terkait hal ini, Callamard menyambut baik undangan Duterte tersebut dan mengaku ingin mengunjungi Filipina. Callamard kini tengah berupaya mencari jaminan keamanan bagi warga atau saksi mata yang berani bersaksi dan berbicara kepadanya.

"Saya menyambut laporan belakangan ini (yang disampaikan) melalui media bahwa presiden dan pemerintah Filipina akan mengundang misi PBB untuk menyelidiki dugaan eksekusi di luar hukum," kata Callamard dalam pernyataan resmi kepada AFP, Senin (26/9).

Callamard menyatakan bahwa dia akan mencari cara untuk memastikan bahwa para saksi mata yang berani mengungkapkan keadaan yang sebenarnya kepadanya tidak akan menerima pembalasan atau kekerasan dari para pendukung Duterte.

"Tanggal dan ruang lingkup misi pencari fakta akan dibahas dan dinegosiasikan dengan pemerintah, bersama dengan sejumlah jaminan keamanan yang utama," katanya.

Jaminan keamanan itu, kata Callamard, akan mencakup "kebebasan saya untuk bergerak dan kebebasan penyelidikan, dan jaminan bahwa mereka yang bekerja sama dengan saya tidak akan menjadi objek pembalasan, seperti intimidasi, ancaman, pelecehan atau hukuman."

Sejak dilantik hampir tiga bulan lalu, Duterte berjanji akan membunuh 100 ribu penjahat, sebagai bagian dari upayanya memberantas penyalahgunaan narkotika di Filipina. Ia membolehkan warga sipil dan petugas untuk mengangkat senjata dan menembak mati setiap terduga narkoba yang melawan dan tidak mau menyerahkan diri.

Sudah lebih dari 3.300 terduga pengedar dan pengguna narkoba tewas sejak ia menjabat, sebagian besar diduga karena praktik pembunuhan di luar hukum. Polisi mengklaim bahwa sekitar sepertiga dari jumlah tersebut tewas dalam adu tembak dengan polisi dalam operasi antinarkoba, sementara sisanya tewas karena perang antar-geng. Duterte sendiri menampik bahwa ia mendorong terjadinya praktik pembunuhan di luar hukum.

Dugaan ribuan pembunuhan akibat main hakim sendiri di Filipina memantik kecaman dari PBB, Uni Eropa, Amerika Serikat dan berbagai kelompok hak asasi manusia internasional.

Namun, Duterte menegaskan ia akan terus menumpas tersangka pengedar dan pemakai narkoba hingga Filipina bersih dari narkotika.

Duterte kerap merespon kasar dan keras terhadap kritik atas kampanyenya melawan narkoba. Sasaran mulut pedas Duterte yang teranyar adalah Presiden Barack Obama, sebelum keduanya dijadwalkan bertemu di pertemuan tingkat tinggi pemimpin negara ASEAN pada pekan awal September.

Saat itu, sebelum bertolak ke Vientiane, Laos untuk menghadiri KTT ASEAN, Duterte menyebut Obama "anak pelacur," berujung pada pembatalan pertemuan antara kedua pemimpin negara.




Credit  CNN Indonesia