Banyak kepentingan ikut bermain
dalam kian kompleksnya konflik di Suriah. Selain level politik dan
dukungan negara-negara besar, faktor tersebarnya ‘Jihadis’ dari berbagai
kelompok dari Jubhat an-Nusra hingga ISIS, yang melandasi ‘jihad’
mereka dengan fatwa-fatwa jihad Suriah yang dikeluarkan oleh sejumlah
ulama, turut memeruncing konflik.
Menurut Mufti Agung Damaskus Suriah, Syekh Muhammad Adnan al-Afyouni,
fatwa tersebut sama sekali tidak bisa dibenarkan. Di temui di sela-sela
kunjungannya ke Indonesia beberapa waktu lalu, Syekh Adnan
mengatakan,”Bagaimana bisa jihad memerangi sesama Mukmin dan Muslim
dinamakan jihad?,” katanya.
Perbincangan wartawan Republika, Nashih Nashrullah, dengan tokoh Sunni terkemuka Damaskus itu, mengalir seputar berbagai isu dan problematika konflik Suriah.
Termasuk, dampak dari konflik dan
berbagai upaya yang ditempuh untuk segera mengakhiri pertikaian berdarah
ini. Berikut petikan wawancaranya:
Syekh, banyak bertebaran fatwa wajib jihad di Suriah. Bagaimana menurut Anda?
Saya yakin, fatwa semacam ini salah
kaprah. Bertentangan dengan ruh Islam. Fatwa jihad di Suriah yang
dikeluarkan sejumlah kalangan itu, tak sejalan dengan prinsip dan kaedah
jihad yang diperintahkan agama.
Islam datang untuk mempertahankan kelangsungan hidup umat manusia, bukan malah sebaliknya, yaitu membunuh mereka.
Islam hadir untuk membawa umat manusia
tinggal di Surga, dan bukan neraka. Tak pernah sekalipun Islam datang
untuk membunuh. Ajaran-ajaran Islam yang luhur memperlihatkan, bagaimana
perempuan yang mengurung kucing divonis masuk neraka, sementara ini
lebih mulia lagi, konteksnya adalah manusia.
Bagaimana dengan dampak puluhan,
ratusan, hingga ribuan korban yang meninggal akibat fatwa itu? Entah
anak-anak, perempuan, lansia, dan seterusnya. Islam menjaga keutuhan
nyawa.
Jihad yang disyariatkan oleh Allah SWT
melawan penguasa, itu hanya sebatas memastikan agar manusia bisa memeluk
dan menjalankan agama dengan baik (Lihat QS al-Anfaal [8]: 39).
Lantas apakah kita akan menamakan perang yang membunuhi umat Islam sendiri itu sebagai jihad?
Mereka sama-sama bersyahadat. Ada ribuan masjid di sini, pesantren, dan madrasah. Bagaimana itu disebut jihad?
Jihad diperbolehkan bila kita umat Islam
diperangi oleh musuh yang memerangi negara kita. Ini wajib hukumnya
bentuk bela negara. (Lihat QS al-Hajj [22]: 39). Bagaimana bisa jihad
memerangi sesama Mukmin dan Muslim dinamakan jihad?
Saya tanya anda satu pertanyaan penting.
Jika kita yakin Zionis Israel telah merebut Masjid al-Aqsha dan
Palestina, mengapa kita tidak alihkan jihad tersebut ke sana?
Mereka tak menembakkan satu peluru pun
untuk kemerdekaan Palestina. Bagaimana mereka membolehkan jihad di
Suriah, sementara mereka tidak mengeluarkan fatwa mendesaknya jihad
membebaskan al-Aqsha?
Apakah agama itu ditentukan dengan standar manusia? Atau agama adalah syariat Allah yang wajib kita sikapi hati-hati.
Mengapa menurut fatwa itu, Assad dianggap layak untuk dibunuh?
Jika kalian berpikir membunuh rezim
Assad bagian dari agama, mengapa selama ini kalian tidak pernah
melakukannya dan baru sekarang?
Padahal selama puluhan tahun ini Assad
selalu ada. Kalian sekarang sebut Assad kafir, sementara puluhan tahun
yang lalu, kalian minum dan makan bersamanya. Saya tidak habis pikir,
bagaimana fatwa bisa keluar.
Ingatlah, Islam adalah agama kehidupan.
Jika sesama Muslim saling bunuh, pelaku dan korban sama-sama masuk
neraka. Itu jika konteksnya satu orang.
Tetapi jika dalam konteks membunuh
secara kolektif, sementara ada institusi negara yang resmi, dan
aktivitas berjalan normal, pendidikan, ekonomi, dan lainnya, tentu upaya
mereka itu dikategorikan makar.
Coba telaah kembali kitab-kitab fikih. Jihad mempunyai syarat dan kriteria tertentu.
Ada etika dan catatan kasus. Saya minta
mereka menelaah dengan benar, lalu silakan praktikkan di Suriah, apakah
benar dan sesuai jihad versi mereka di Suriah dengan jihad yang
dimaksudkan agama?
Satu lagi, fatwa tersebut muncul lantaran tentara rezim berlindung di balik rakyat sipil. Apa tanggapan Anda?
Mustahil, tetap mustahil. Bagaimanapun,
membunuh sesama Muslim tetap saja tidak diperbolehkan. Harta, nyawa, dan
kehormatan sesama Muslim sangat dihormati dalam Islam.
Jika misalnya, saya hendak membunuh
Anda, lantas Anda sembunyi di belakang seseorang, siapakah yang berdosa?
Apakah Anda yang bersembunyi atau saya yang hendak membunuh tanpa
sebab?
Tentu saya yang bersalah ingin membunuh
Anda tanpa sebab. Ketahuilah, rezim sama sekali tidak membunuh, hingga
mereka lebih dulu yang mengangkat senjata.
Lalu, benarkah Syiah membunuh kelompok Sunni di Suriah?
Kita mayoritas Sunni di Damaskus, tak
ada Syiah yang membunuhi kita, demikian juga di wilayah lain. Tak ada
konflik antarsekte di Suriah. Demi Allah. Saya berani
mempertanggungjawabkan pernyataan saya ini di hadapan-Nya kelak.
Yang ada adalah, ada sekelompok orang
yang berambisi kekuasaan ingin menjatuhkan rezim dan tentu saja rezim
dengan segala sumber dayanya, militer bersama koalisinya Rusia dan Iran,
mempertahankan diri.
Ini adalah wajar, negara manapun akan
melakukan hal yang sama jika ada yang hendak merongrong negara. Negara
memerangi mereka yang mengangkat senjata. Tak ada konflik antarsekte di
negara kami, sama sekali, sama sekali tidak ada.
Lantas, apa sebenarnya yang diinginkan dari fatwa tersebut menurut Anda?
Jadi intinya apa? Ada agenda dan arahan
terselubung dari pihak luar, AS dan sekutunya dalam hal ini. Miliaran
dolar AS dari negara-negara luar digelontorkan untuk mempersenjatai
pemberontak. Ironis.
Di saat masih banyak negara-negara
dilanda kelaparan seperti Afrika, mengapa dana sekian besarnya tidak
dimanfaatkan membantu mereka. Kalian berdalih biaya ini untuk
kemaslahatan rakyat Suriah, kita tak butuh. Bayarkan saja untuk
negara-negara Afrika. Dan rakyat kami harus membayar mahal akibat dampak
konflik ini.
Bisa Anda gambarkan kondisi Suriah sebelum konflik meletus?
Mahasiswa Indonesia di Suriah bisa
merasakan sendiri bagaimana kondisi di Suriah sebelum konflik. Contoh
kecil, kita tak pernah ada kasus kriminal seperti pencurian atau
pembunuhan, sekalinya ada, kita akan terkejut. Dulu, perempuan jalan
sendirian dini hari, aman-aman saja.
Tak pernah pula terjadi perserteruan
antarkabilah. Negara kami amin, penduduknya ramah. Sambutan mereka
terhadap tamu sangat luarbiasa. Kami sambut dengan baik warga Irak pada
2003, rakyat Palestina sejak 1960-an, dan bagaimana kami perlakukan baik
orang Lebanon pada 2006, atau warga Kuwait saat perang dengan Irak.
Mereka yang tinggal di Damaskus, akan merasa seolah ia penduduk asli. Dan tiba-tiba, Arab Spring memporak-porandakan semua.
Suriah, sejak awal, adalah satu dari
sekian negara dengan stabilitas, keamanan, dan kesejahteraan yang
tinggi. Sistem sosialnya yang sangat teratur di antara segenap
elemennya. Suriah merupakan potret negara percontohan yang sukses
merekatkan unsur masyarakat yang berbeda, baik etnis, suku, mazhab, dan
agama.
Dan, ketahuilah, alhamdulillah, sejak
awal, Suriah termasuk negara paling aman di dunia. Suriah adalah negara
yang tak ada fakir miskin, tak ada orang kelaparan. Orang bisa tinggal
di suriah dengan biaya hidup termurah di dunia.
Warga menikmati kondisi itu. Pendidikan
gratis dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi strata tiga
(doktoral). Kesehatan gratis, baik untuk bedah atau selain bedah.
Listrik semigratis. Warga bisa mendapatkan fasilitas-fasilitas dengan
mudah dan gratis berkat subsidi negara. Tapi, yang terjadi sudah
terjadi.
Bagaimana Anda melihat konflik ini bisa muncul di negara Anda?
Sejak Arab Spring mencuat di Tunisia,
hingga mundurnya Zainal Abidin, lalu selang beberapa bulan, fenomena
tersebut merembet ke Mesir sampai Husni Mubarok lengser. Sebagian pihak
mengira, terutama mereka yang haus dan ambisi kekuasaan, mampu
mengobarkan api yang sama di Suriah.
Tetapi lihatlah Libya. Mereka berpikir,
setelah membiarkan pasukan koalisi menyerang Libya lalu menumbangkan
Moamar Qadafi, mampu menguasai keadaan. Tapi faktanya? Di Suriah, alasan
apa yang mendorong revolusi? Agama?
Kebebasan beragama di negara kami mutlak dan dijamin. Lalu, kemiskinan? Tidak juga. Di negara kami tak ada kemiskinan.
Atau revolusi atas alasan keresahan jiwa misalnya? Tidak juga, negara kami adalaha tempat paling stabil dan nyaman di dunia.
Sejak pertama hingga akhir. Jadi, mereka
yang menginginkan perubahan, sejatinya berambisi menduduki kekuasaan.
Mereka ingin berkaca ke Tunisia, Libya, dan Mesir. Tetapi Suriah kasus
dan konteksnya berbeda. Negara dan militernya kuat. Terjadilah konflik
ini.
Konflik di negara Anda, semakin rumit dan kompleks?
Kesimpulannya, saya
yakin, ketika Arab Spring meletus dan sukses di Tunisia, Mesir, dan
Libya, lalu beranjak ke Yaman, atau pengalaman Irak dulu, maka saatnya
Amerika Serikat tampil dengan gagasannya Timur Tengah yang Baru. Siapa
yang masih tersisa? Suriah.
Jadi mereka turun tangan, AS, Eropa,
dengan dukungan intelijen-intelijen dari berbagai negara membeberkan
analisa-analisa potensi dan kemungkinan.
Mulailah mereka menempuh langkah demi
langkah. Tetapi Suriah tidak sama dengan Tunisia, bukan pula Mesir atau
Libya. Meletuslah konflik hingga menjadi lebih rumit dan kompleks.
Jubhat an-Nusra masuk, begitu juga Alqaeda, dan ISIS.
Sejauhmana upaya-upaya rekonsiliasi yang telah diupayakan berbagai pihak?
Di depan kita hanya ada dua pilihan.
Negara binasa atau rekonsilisasi perdamaian. Fakta di lapangan, banyak
yang memilih rekonsiliasi.
Di sejumlah wilayah rekonsiliasi
tercapai. Mengapa saya pribadi memandang solusi satu-satunya adalah
rekonsiliasi, karena selama enam tahun konflik Suriah, tak mengubah
apapun. Harta dan nyawa melayang. Solusi militer tak menyelesaikan
masalah.
Logikanya begini, jika kepala saya
berdarah, saya tak boleh memaksakan satu cara pengobatan saja, harus
bergegas mencari cara lain. Baiklah, apa lagi yang dicari. Jika perang
tak mendatangkan hasil apapun, apa kita akan tetap begini terus?
Sementara kerugian jiwa dan materi terus
bertambah. Ekonomi terpuruk seolah-olah mereka menghancurkan rumah
dengan tangan mereka sendiri. Tak ada pilihan lagi, untuk mencari ridha
Allah SWT, marilah lakukan rekonsiliasi damai. Dengan rekonsilisasi itu
kita bersama-sama membenahi segala hal.
Sejak kapan rekonsiliasi itu dilakukan secara intensif?
Inisiatif rekonsilisasi itu telah
berjalan dua tahun terakhir. Saya terlibat aktif di dalamnya. Kita
intensifikan dialog dan komunikasi dengan unsur-unsur pemberontak dan
opisisi.
Kita saling mengajukan opsi-opsi
kesepakatan dan mendengarkan aspirasi masing-masing. Memang kita harus
akui, upaya ini tak mulus. Ada yang menerima ada pula yang menolak.
Mereka yang menolak tetap memilih jalan konflik.
Tetapi rekonsiliasi itu nyaris mustahil. Bukankah opisisi menuntut Assad harus mundur dan diadili?
Coba berpikirlah jernih. Apakah selama
enam tahun konflik ini, tuntutan mereka tercapai? Tidak. Saya tanya
sekarang dan jawab dengan logis.
Orang cerdas pastinya akan belajar dari
sejarah. Perang saudara di Aljazair yang berlangsung 10 tahun,
pembunuhan dimana-mana selama masa itu, apa yang mereka lakukan setelah
itu?
Mereka duduk bersama dan bermufakat damai. Perang saudara di Lebanon 17 tahun, apa endingnya? Mereka sepakat berdamai.
Tak ada perang yang berkelanjutan
ratusan tahun, jadi silakan pilih mana? Segera bangkit dan mengakhiri
konflik ini atau tetap berperang? Negara-negara besar kini
berkepentingan terhadap Suriah.
Mereka punya agenda-agenda khusus. Jadi,
jika kita tidak segera bergandeng tangan, kita akan meluluhlantahkan
rumah kita ini dengan tangang-tangan kita sendiri.
Ekonomi terpuruk, mata uang kita anjlok,
dolar meroket. Sebelum konflik 1 dolar AS setara dengan 50 pound
Suriah. Sekarang 1 dolar AS senilai 500 pound Suriah. sepuluh kali lipat
anjloknya.
Kemiskinan di Suriah pun tak terhindarkan. Harga-harga kebutuhan pokok pun melejit, sementara nilai mata uangnya anjlok.
Lalu siapa yang bertanggungjawab? Ini
yang harus kita camkan. Kita akan diminta pertanggungjawaban Allah SWT.
Tak ada jalan lain mari segera berdamai.
Jika memang damai adalah jalan itu,
biarlah kotak suara yang menentukan. Ingatlah enam tahun konflik ini
berlalu dan kita harus membayar mahal.
Credit Republika.co.id