Senin, 19 September 2016

Mufti Damaskus Serukan Setop Fatwa Jihad Suriah

 Syekh Muhammad Adnan Al-Afyouni
Syekh Muhammad Adnan Al-Afyouni
 
Banyak kepentingan ikut bermain dalam kian kompleksnya konflik di Suriah. Selain level politik dan dukungan negara-negara besar, faktor tersebarnya ‘Jihadis’ dari berbagai kelompok dari Jubhat an-Nusra hingga ISIS, yang melandasi ‘jihad’ mereka dengan fatwa-fatwa jihad Suriah yang dikeluarkan oleh sejumlah ulama, turut memeruncing konflik. 
Menurut Mufti Agung Damaskus Suriah, Syekh Muhammad Adnan al-Afyouni, fatwa tersebut sama sekali tidak bisa dibenarkan. Di temui di sela-sela kunjungannya ke Indonesia beberapa waktu lalu, Syekh Adnan mengatakan,”Bagaimana bisa jihad memerangi sesama Mukmin dan Muslim dinamakan jihad?,” katanya. 
Perbincangan wartawan Republika, Nashih Nashrullah, dengan tokoh Sunni terkemuka Damaskus itu, mengalir seputar berbagai isu dan problematika konflik Suriah.
Termasuk, dampak dari konflik dan berbagai upaya yang ditempuh untuk segera mengakhiri pertikaian berdarah ini. Berikut petikan wawancaranya: 

Syekh, banyak bertebaran fatwa wajib jihad di Suriah. Bagaimana menurut Anda? 
Saya yakin, fatwa semacam ini salah kaprah. Bertentangan dengan ruh Islam. Fatwa jihad di Suriah yang dikeluarkan sejumlah kalangan itu, tak sejalan dengan prinsip dan kaedah jihad yang diperintahkan agama.
Islam datang untuk mempertahankan kelangsungan hidup umat manusia, bukan malah sebaliknya, yaitu membunuh mereka. 
Islam hadir untuk membawa umat manusia tinggal di Surga, dan bukan neraka. Tak pernah sekalipun Islam datang untuk membunuh. Ajaran-ajaran Islam yang luhur memperlihatkan, bagaimana perempuan yang mengurung kucing divonis masuk neraka, sementara ini lebih mulia lagi, konteksnya adalah manusia.
Bagaimana dengan dampak puluhan, ratusan, hingga ribuan korban yang meninggal akibat fatwa itu? Entah anak-anak, perempuan, lansia, dan seterusnya. Islam menjaga keutuhan nyawa. 
Jihad yang disyariatkan oleh Allah SWT melawan penguasa, itu hanya sebatas memastikan agar manusia bisa memeluk dan menjalankan agama dengan baik (Lihat QS al-Anfaal [8]: 39).
Lantas apakah kita akan menamakan perang yang membunuhi umat Islam sendiri itu sebagai jihad?
Mereka sama-sama bersyahadat. Ada ribuan masjid di sini, pesantren, dan madrasah. Bagaimana itu disebut jihad? 
Jihad diperbolehkan bila kita umat Islam diperangi oleh musuh yang memerangi negara kita. Ini wajib hukumnya bentuk bela negara. (Lihat QS al-Hajj [22]: 39). Bagaimana bisa jihad memerangi sesama Mukmin dan Muslim dinamakan jihad? 
Saya tanya anda satu pertanyaan penting. Jika kita yakin Zionis Israel telah merebut Masjid al-Aqsha dan Palestina, mengapa kita tidak alihkan jihad tersebut ke sana?
Mereka tak menembakkan satu peluru pun untuk kemerdekaan Palestina. Bagaimana mereka membolehkan jihad di Suriah, sementara mereka tidak mengeluarkan fatwa mendesaknya jihad membebaskan al-Aqsha?
Apakah agama itu ditentukan dengan standar manusia? Atau agama adalah syariat Allah yang wajib kita sikapi hati-hati. 

Mengapa menurut fatwa itu, Assad dianggap layak untuk dibunuh? 
Jika kalian berpikir membunuh rezim Assad bagian dari agama, mengapa selama ini kalian tidak pernah melakukannya dan baru sekarang?
Padahal selama puluhan tahun ini Assad selalu ada. Kalian sekarang sebut Assad kafir, sementara puluhan tahun yang lalu, kalian minum dan makan bersamanya. Saya tidak habis pikir, bagaimana fatwa bisa keluar.
Ingatlah, Islam adalah agama kehidupan. Jika sesama Muslim saling bunuh, pelaku dan korban sama-sama masuk neraka. Itu jika konteksnya satu orang. 
Tetapi jika dalam konteks membunuh secara kolektif, sementara ada institusi negara yang resmi, dan aktivitas berjalan normal, pendidikan, ekonomi, dan lainnya, tentu upaya mereka itu dikategorikan makar.
Coba telaah kembali kitab-kitab fikih. Jihad mempunyai syarat dan kriteria tertentu.
Ada etika dan catatan kasus. Saya minta mereka menelaah dengan benar, lalu silakan praktikkan di Suriah, apakah benar dan sesuai jihad versi mereka di Suriah dengan jihad yang dimaksudkan agama?

Satu lagi, fatwa tersebut muncul lantaran tentara rezim berlindung di balik rakyat sipil. Apa tanggapan Anda? 
Mustahil, tetap mustahil. Bagaimanapun, membunuh sesama Muslim tetap saja tidak diperbolehkan. Harta, nyawa, dan kehormatan sesama Muslim sangat dihormati dalam Islam.
Jika misalnya, saya hendak membunuh Anda, lantas Anda sembunyi di belakang seseorang, siapakah yang berdosa? Apakah Anda yang bersembunyi atau saya yang hendak membunuh tanpa sebab?
Tentu saya yang bersalah ingin membunuh Anda tanpa sebab. Ketahuilah, rezim sama sekali tidak membunuh, hingga mereka lebih dulu yang mengangkat senjata. 

Lalu, benarkah Syiah membunuh kelompok Sunni di Suriah? 
Kita mayoritas Sunni di Damaskus, tak ada Syiah yang membunuhi kita, demikian juga di wilayah lain. Tak ada konflik antarsekte di Suriah. Demi Allah. Saya berani mempertanggungjawabkan pernyataan saya ini di hadapan-Nya kelak.
Yang ada adalah, ada sekelompok orang yang berambisi kekuasaan ingin menjatuhkan rezim dan tentu saja rezim dengan segala sumber dayanya, militer bersama koalisinya Rusia dan Iran, mempertahankan diri.
Ini adalah wajar, negara manapun akan melakukan hal yang sama jika ada yang hendak merongrong negara. Negara memerangi mereka yang mengangkat senjata. Tak ada konflik antarsekte di negara kami, sama sekali, sama sekali tidak ada.  

Lantas, apa sebenarnya yang diinginkan dari fatwa tersebut menurut Anda? 
Jadi intinya apa? Ada agenda dan arahan terselubung dari pihak luar, AS dan sekutunya dalam hal ini. Miliaran dolar AS dari negara-negara luar digelontorkan untuk mempersenjatai pemberontak. Ironis.
Di saat masih banyak negara-negara dilanda kelaparan seperti Afrika, mengapa dana sekian besarnya tidak dimanfaatkan membantu mereka. Kalian berdalih biaya ini untuk kemaslahatan rakyat Suriah, kita tak butuh. Bayarkan saja untuk negara-negara Afrika. Dan rakyat kami harus membayar mahal akibat dampak konflik ini.

Bisa Anda gambarkan kondisi Suriah sebelum konflik meletus? 
Mahasiswa Indonesia di Suriah bisa merasakan sendiri bagaimana kondisi di Suriah sebelum konflik. Contoh kecil, kita tak pernah ada kasus kriminal seperti pencurian atau pembunuhan, sekalinya ada, kita akan terkejut. Dulu, perempuan jalan sendirian dini hari, aman-aman saja.
Tak pernah pula terjadi perserteruan antarkabilah. Negara kami amin, penduduknya ramah. Sambutan mereka terhadap tamu sangat luarbiasa. Kami sambut dengan baik warga Irak pada 2003, rakyat Palestina sejak 1960-an, dan bagaimana kami perlakukan baik orang Lebanon pada 2006, atau warga Kuwait saat perang dengan Irak.
Mereka yang tinggal di Damaskus, akan merasa seolah ia penduduk asli. Dan tiba-tiba, Arab Spring memporak-porandakan semua.   
Suriah, sejak awal, adalah satu dari sekian negara dengan stabilitas, keamanan, dan kesejahteraan yang tinggi. Sistem sosialnya yang sangat teratur di antara segenap elemennya. Suriah merupakan potret negara percontohan yang sukses merekatkan unsur masyarakat yang berbeda, baik etnis, suku, mazhab, dan agama. 
Dan, ketahuilah, alhamdulillah, sejak awal, Suriah termasuk negara paling aman di dunia. Suriah adalah negara yang tak ada fakir miskin, tak ada orang kelaparan. Orang bisa tinggal di suriah dengan biaya hidup termurah di dunia.
Warga menikmati kondisi itu. Pendidikan gratis dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi strata tiga (doktoral). Kesehatan gratis, baik untuk bedah atau selain bedah. Listrik semigratis. Warga bisa mendapatkan fasilitas-fasilitas dengan mudah dan gratis berkat subsidi negara. Tapi, yang terjadi sudah terjadi.

Bagaimana Anda melihat konflik ini bisa muncul di negara Anda?  
Sejak Arab Spring mencuat di Tunisia, hingga mundurnya Zainal Abidin, lalu selang beberapa bulan, fenomena tersebut merembet ke Mesir sampai Husni Mubarok lengser. Sebagian pihak mengira, terutama mereka yang haus dan ambisi kekuasaan, mampu mengobarkan api yang sama di Suriah.
Tetapi lihatlah Libya. Mereka berpikir, setelah membiarkan pasukan koalisi menyerang Libya lalu menumbangkan Moamar Qadafi, mampu menguasai keadaan. Tapi faktanya? Di Suriah, alasan apa yang mendorong revolusi? Agama? 
Kebebasan beragama di negara kami mutlak dan dijamin. Lalu, kemiskinan? Tidak juga. Di negara kami tak ada kemiskinan.
Atau revolusi atas alasan keresahan jiwa misalnya? Tidak juga, negara kami adalaha tempat paling stabil dan nyaman di dunia.
Sejak pertama hingga akhir. Jadi, mereka yang menginginkan perubahan, sejatinya berambisi menduduki kekuasaan. Mereka ingin berkaca ke Tunisia, Libya, dan Mesir. Tetapi Suriah kasus dan konteksnya berbeda. Negara dan militernya kuat. Terjadilah konflik ini. 

Konflik di negara Anda, semakin rumit dan kompleks? 
 Kesimpulannya, saya yakin, ketika Arab Spring meletus dan sukses di Tunisia, Mesir, dan Libya, lalu beranjak ke Yaman, atau pengalaman Irak dulu, maka saatnya Amerika Serikat tampil dengan gagasannya Timur Tengah yang Baru. Siapa yang masih tersisa? Suriah.
Jadi mereka turun tangan, AS, Eropa, dengan dukungan intelijen-intelijen dari berbagai negara membeberkan analisa-analisa potensi dan kemungkinan.
Mulailah mereka menempuh langkah demi langkah. Tetapi Suriah tidak sama dengan Tunisia, bukan pula Mesir atau Libya. Meletuslah konflik hingga menjadi lebih rumit dan kompleks.  Jubhat an-Nusra masuk, begitu juga Alqaeda, dan ISIS. 

Sejauhmana upaya-upaya rekonsiliasi yang telah diupayakan berbagai pihak? 
Di depan kita hanya ada dua pilihan. Negara binasa atau rekonsilisasi perdamaian. Fakta di lapangan, banyak yang memilih rekonsiliasi.
Di sejumlah wilayah rekonsiliasi tercapai. Mengapa saya pribadi memandang solusi satu-satunya adalah rekonsiliasi, karena selama enam tahun konflik Suriah, tak mengubah apapun. Harta dan nyawa melayang. Solusi militer tak menyelesaikan masalah.
Logikanya begini, jika kepala saya berdarah, saya tak boleh memaksakan satu cara pengobatan saja, harus bergegas mencari cara lain. Baiklah, apa lagi yang dicari. Jika perang tak mendatangkan hasil apapun, apa kita akan tetap begini terus?
Sementara kerugian jiwa dan materi terus bertambah. Ekonomi terpuruk seolah-olah mereka menghancurkan rumah dengan tangan mereka sendiri. Tak ada pilihan lagi, untuk mencari ridha Allah SWT, marilah lakukan rekonsiliasi damai. Dengan rekonsilisasi itu kita bersama-sama membenahi segala hal. 

Sejak kapan rekonsiliasi itu dilakukan secara intensif? 
Inisiatif rekonsilisasi itu telah berjalan dua tahun terakhir. Saya terlibat aktif di dalamnya. Kita intensifikan dialog dan komunikasi dengan unsur-unsur pemberontak dan opisisi.
Kita saling mengajukan opsi-opsi kesepakatan dan mendengarkan aspirasi masing-masing. Memang kita harus akui, upaya ini tak mulus. Ada yang menerima ada pula yang menolak. Mereka yang menolak tetap memilih jalan konflik.   

Tetapi rekonsiliasi itu nyaris mustahil. Bukankah opisisi menuntut Assad harus mundur dan diadili? 
Coba berpikirlah jernih. Apakah selama enam tahun konflik ini, tuntutan mereka tercapai? Tidak. Saya tanya sekarang dan jawab dengan logis.
Orang cerdas pastinya akan belajar dari sejarah. Perang saudara di Aljazair yang berlangsung 10 tahun, pembunuhan dimana-mana selama masa itu, apa yang mereka lakukan setelah itu?
Mereka duduk bersama dan bermufakat damai. Perang saudara di Lebanon 17 tahun, apa endingnya? Mereka sepakat berdamai.
Tak ada perang yang berkelanjutan ratusan tahun, jadi silakan pilih mana? Segera bangkit dan mengakhiri konflik ini atau tetap berperang? Negara-negara besar kini berkepentingan terhadap Suriah.
Mereka punya agenda-agenda khusus. Jadi, jika kita tidak segera bergandeng tangan, kita akan meluluhlantahkan rumah kita ini dengan tangang-tangan kita sendiri.
Ekonomi terpuruk, mata uang kita anjlok, dolar meroket. Sebelum konflik 1 dolar AS setara dengan 50 pound Suriah. Sekarang 1 dolar AS senilai 500 pound Suriah. sepuluh kali lipat anjloknya.
Kemiskinan di Suriah pun tak terhindarkan. Harga-harga kebutuhan pokok pun melejit, sementara nilai mata uangnya anjlok. 
Lalu siapa yang bertanggungjawab? Ini yang harus kita camkan. Kita akan diminta pertanggungjawaban Allah SWT. Tak ada jalan lain mari segera berdamai.
Jika memang damai adalah jalan itu, biarlah kotak suara yang menentukan. Ingatlah enam tahun konflik ini berlalu dan kita harus membayar mahal.









Credit  Republika.co.id